30 November 2014

Review: Men, Women & Children (2014)


"Everyone's searching for a better connection."

Film ini bisa dikatakan menjadi salah satu film yang paling diantisipasi di tahun ini, dengan alasan utama tentu saja Jason Reitman. Oke, selain kegagalannya di Labor Day yang membosankan itu apa dihasilkan oleh Jason Reitman sebagai sutradara selalu terasa menarik, dari Thank You for Smoking, Juno, Up in the Air, hingga Young Adult. Ada satu kesamaan diantara mereka, teknik bercerita yang dingin. Hal itu kembali hadir di film terbarunya ini, Men, Women & Children, tapi sayangnya sedikit terlalu dingin.

Teknologi kini telah menjadi bagian primer dalam kehidupan manusia, dan hal tersebut coba di eksplorasi film ini. Don (Adam Sandler ) dan Rachel Truby (Rosemarie DeWitt) sedang mengalami kebuntuan dalam pernikahan mereka, dan celakanya anak mereka Chris memiliki obsesi pada pornografi. Ada pula seorang bintang sepakbola high school, Tim Mooney (Ansel Elgert), yang terjebak dalam permainan game, dan seorang wanita bernama Joan Clint (Judy Greer) yang punya ambisi untuk terkenal, dan cara yang ia gunakan adalah dengan menggunakan sang anak, Hannah Clint (Olivia Crocicchia), anggota cheerleader yang ternyata menjadi incaran Chris untuk melakukan hubungan intim. 



Film-film Jason Reitman selalu punya rasa dingin yang membuat penontonnya tergoda, tapi hal tersebut juga ia bantu dengan narasi yang punya pesan tajam meskipun disampaikan dengan cara yang sederhana dan efektif. Itu yang terasa sedikit kurang kuat di film ini, ini tidak sederhana dan kurang efektif dalam menggambarkan bahaya yang kita hadapi dari perkembangan jaman di sektor teknologi. Sebenarnya hal ini juga sudah pernah ada, contohnya seperti penggunaan visual untuk menjadi sarana percakapan sudah pernah diterapkan oleh Disconnect, tapi apa yang membuat Men, Women & Children, terasa lebih menarik adalah ia tidak membawa kita melihat dampak negatif teknologi itu secara langsung, tapi bertahap, secara perlahan dan sedikit tersembunyi.



Sayangnya sejak awal bekal yang Jason Reitman berikan pada karakter terasa kurang kuat, mungkin karena jumlahnya juga tidak kecil. Kedalaman mereka terasa kurang, ibarat jangkar kapal mereka hanya menggantung tidak begitu jauh dari permukaan air, tidak sampai menyentuh dasar. Terkesan kecil memang, tapi pengaruhnya besar karena setelah itu kita tidak hanya diberikan drama, ada sedikit komedi gelap yang juga sesekali mencoba masuk, bahkan ada juga momen hening dimana kita seolah diberikan kesempatan untuk memeriksa bahaya teknologi tadi. Kombinasi seperti itu memerlukan karakter yang kuat serta pondasi cerita yang sama kuatnya, Men, Women & Children tidak punya itu, sehingga isu-isu yang ia usung mayoritas gagal memberikan hit yang menarik pada penontonnya.



Hal yang paling mungkin membuat penonton merasa kesal pada Men, Women & Children adalah cara ia bercerita yang terkesan menggurui, dan itu hadir dalam pace yang tidak begitu cepat serta dilengkapi dengan beberapa gerak mondar-mandir. Anda bayangkan saja seorang dosen yang mengajar materi sangat menarik tapi disampaikan dengan irama yang lesu dan kekurangan semangat, hasilnya tetap saja kurang menarik. Isu teknologi, moralitas, masalah sosial, mereka terkesan dipaksakan untuk tampak serius, tidak halus seperti cara ia ditangkap lewat gambar-gambar yang terhitung manis. Alur ceritanya memang mengalir dengan lancar, begitu pula dengan kinerja beberapa aktor seperti Jennifer Garner juga terbilang baik, tapi Jason Reitman kurang berhasil menggabungkan hal serius yang ia bawa untuk meninggalkan kesan yang serius pada penontonnya.



Iya, ini seharusnya menjadi film yang membuat kamu memikirkan kembali dampak dari teknologi terhadap interaksi di dunia nyata ketika kamu selesai menyaksikannya. Men, Women & Children terhitung kurang mampu melakukan hal tersebut, isu-isu yang ia bawa tergambarkan dengan baik tapi tidak memberikan pukulan yang kuat, semua merupakan dampak dari cerita dan karakter yang terasa punya kedalaman yang kurang, terlalu sederhana malah, sehingga usaha untuk tampak serius justru terasa dipaksakan bahkan terkesan menggurui penontonnya. Tidak membosankan, tapi terlalu dingin.









1 comment :