13 July 2014

Review: Walking on Sunshine (2014)


Tidak seperti drama, romance, horror, hingga action yang cukup mudah untuk dinikmati, genre musical termasuk kelas yang lebih khusus dengan tuntutan yang sedikit lebih besar bagi penonton untuk bisa menikmati mereka. Feel yang terpenting, gimana ketika masalah pada cerita dapat disampaikan bukan cuma dengan dialog tapi juga kombinasi lirik dan irama. Masalahnya disini adalah Walking on Sunshine tidak punya hal penting tersebut. 

Sebuah resor di pantai Italia membuat wanita Inggris bernama Maddie (Annabel Scholey) jatuh cinta kepada pria Italia bernama Raf (Giulio Berruti). Mereka memutuskan untuk menikah, tapi kedatangan adiknya yang bernama Taylor (Hannah Arterton) membawa masalah bagi Maddie. Taylor merupakan kekasih Raf, tiga tahun lalu, dan meskipun mereka berusaha untuk menjaga rahasia itu masih tampak rasa suka satu sama lain diantara mereka. Semua juga semakin kacau dengan kedatangan mantan pacar Maddie, Doug (Greg Wise).

Walking on Sunshine adalah lelucon klise tanpa nyawa. Ini kayak melihat kumpulan dari berbagai boneka yang dengan penuh semangat berusaha menunjukkan kemampuan mereka tapi celakanya hadir dalam level yang amatir. Masalah terbesar Walking on Sunshine ada di plot, dengan mudah terlihat tambal sulam, random dan canggung, terasa sangat-sangat tipis, dan ini menjadi masalah karena seperti yang saya sebutkan diawal tadi kamu harus mampu untuk merasa seolah terlibat dengan karakter dan masalahnya untuk kemudian dapat menilai apa yang mereka berikan sebagai sesuatu yang nikmat. Dari awal saja Max Giwa dan Dania Pasquini sudah gagal, dan itu berlanjut hingga akhir. 

Ketika penonton sudah kesulitan untuk dapat klik dengan karakter, apa yang dihadirkan selanjutnya punya potensi yang semakin besar untuk menjadi sebuah kegagalan. Tidak hanya berlaku di musical memang, tapi karena jualan yang ada disini pada dasarnya bukan mengandalkan dramatisasi dengan terciptanya masalah yang begitu dalam tapi sebatas menaruh semua itu pada kemampuan menyanyi dan menari, tidak adanya feel tadi membuat lagu-lagu dari era 80-an seperti Whitney Houston, Cher, Roxette terlihat seperti hambar, kaku, dan tanpa energi. Hanya dua lagu yang menarik, itupun dibagian awal, Venus milik Bananarama, serta lagu Madonna yang berjudul Holiday.

Apa ini memang mengerikan? Mungkin iya, karena cerita yang ditulis Joshua St Johnson juga pada dasarnya sudah terlihat mencoba menggunakan formula yang sama dengan Mamma Mia!. Pesta pernikahan dan ditemani dengan masalah pada cinta, dan sayangnya dari sana tidak ada sesuatu yang segar dan berbeda, pemalas, menggabungkan sedikit unsur Glee yang disini sayangnya tidak ditemani dengan alur yang baik, sama miskinnya dengan kualitas vokal yang uniknya justru memberikan sesuatu yang aneh, yang kurang bisa menyanyi dibiarkan mendominasi, sedangkan penyanyi seperti seorang Leona Lewis harus terbuang percuma. 

Kualitas akting juga sama saja, kekurangan chemistry, karakter-karakter kelihatan seperti hidup di negeri dongeng, konsisten tampak kosong dan kekurangan emosi. Tidak ada motivasi yang kuat disini, dan itu menjengkelkan karena untuk dibandingkan dengan Sunshine on Leith saja film ini masih jauh kalah rumitnya. Acak dan tipis, Walking on Sunshine adalah film pemalas yang dengan berani memilih untuk berharap pada nyanyian dan tarian agar dapat menutup minus pada cerita yang mereka punya. Sayangnya itu tidak berhasil dan menjadikan mereka sebagai lelucon kosong yang tidak menyenangkan.







0 komentar :

Post a Comment