09 March 2014

Movie Review: Mr. Peabody & Sherman (2014)


"Children are not machines, Peabody! I tried to build one, it was creepy."

Agar dapat menjadi sebuah kenangan tak terlupakan sesungguhnya sebuah film animasi punya tugas yang jauh lebih mudah, cukup tampil kokoh di level tinggi pada elemen utama, cerita dan visual. Sayangnya tidak semua mampu memenuhi syarat sederhana itu, banyak diantara mereka justru tampil sebatas menjadi visual entertainment tanpa disertai sebuah penceritaan yang memiliki isi mumpuni. Film ini berhasil tampil baik di dua elemen tadi, Mr. Peabody & Sherman, a fun random parade with ancient things.  

Sejak kecil Mr. Peabody (Ty Burrell) telah menjadi seekor anjing dengan kemampuan berbicara yang non-mainstream. Kecerdasan yang ia miliki menjadikan Peabody selalu tidak mampu menarik perhatian manusia yang hendak mengadopsi, namun disisi lain juga berhasil memberinya kesuksesan besar dari menjadi penemu hingga meraih Nobel. Sikap out of the box Peabody terus berlanjut hingga ia dewasa, itu ditunjukkan dengan keputusannya untuk menjadi anjing pertama yang mengadopsi manusia. Niatnya itu terwujud, ijin diberikan, dan anak laki-laki yang ia namai Sherman (Max Charles) itu bahkan telah bersiap untuk masuk sekolah.

Namun masalah muncul ketika Sherman menjadi korban dari sebuah jebakan yang dibangun oleh seorang murid bernama Penny Peterson (Ariel Winter). Tindakan Sherman menarik atensi seorang agent yang bekerja di Children's Service, Mrs. Grunion (Allison Janney), yang berniat untuk menarik ijin asuh milik Peabody. Peabody mulai bergerak cepat untuk mengatasi masalah itu, upaya pertama dengan mengundang Penny beserta orangtuanya, Paul (Stephen Colbert) dan Patty (Leslie Mann), untuk dinner bersama. Tapi Sherman belum berhenti menciptakan masalah, kali ini melibatkan WABAC, mesin waktu yang membawa mereka kedalam masalah yang lebih besar.


Jika harus menggambarkan Mr. Peabody & Sherman kedalam sebuah kalimat sederhana mungkin akan berbunyi seperti ini: film animasi yang berhasil memenuhi harapan para penonton dari sebuah film animasi. Pertama, film ini berada dibawah kontrol DreamWorks Animation, dan anda akan mendapatkan apa yang menjadi ciri khas dari studio animasi ini dalam hal kualitas visual. Dipenuhi warna yang cerah dengan tingkat kontras yang berani, dan kemudian ditemani bersama kualitas 3D yang cukup menyenangkan, elemen ini dengan sangat mudah bukan hanya akan menarik namun juga secara stabil menjaga atensi dari penonton lintas generasi, muda dan tua.

Tidak sempurna memang, terlebih dengan tingkat ekspresi karakter yang sedikit terbatasi, namun hal tersebut berhasil di akali oleh Rob Minkoff. Minkoff seperti sadar betul akan kelemahan kecil tadi, dan kemudian menerapkan formula yang pernah ia hadirkan pada The Lion King dan Stuart Little, alur cerita yang hidup. Ini dia yang menjadikan Mr. Peabody & Sherman tanpa henti selama 92 menit mampu tampil menghibur. Naskah yang ditulis ulang oleh Craig Wright dari Peabody's Improbable History yang merupakan segmen dari televisi series berjudul The Rocky and Bullwinkle Show ini seperti tidak pernah berhenti memberikan berbagai kejutan menyenangkan yang berhasil menjaga atensi penontonnya agar tidak berpindah dari mereka.

Dinamika cerita yang mumpuni, itu kelebihan utama Mr. Peabody & Sherman. Pasti akan terkesan kurang kreatif, terlalu sempit dan dangkal, dan sedikit random bahkan menjurus berantakan, namun penerapan aksi petualangan menjelajahi waktu dengan yang terus berpindah sesuka hati itu terbukti berhasil menjadi sebuah keputusan yang efektif. Pada awalnya memang perlu sedikit proses bagi penonton untuk beradaptasi dengan tempo yang ia tampilkan, namun setelah klik aksi mondar-mandir yang ia berikan semakin menarik untuk diikuti, terlebih dengan upaya lain untuk menyelipkan berbagai pengetahuan terkait sejarah kedalam dengan penempatan yang mampu mengundang senyum walaupun akan terkesan konyol.


Benar, beberapa kali kesan konyol tidak dapat dihindari kehadirannya, bahkan jika harus menilai petualangan tersebut secara kesatuan utuh ia tampak kurang kokoh. Sering kali perpindahan setting dalam sentuhan tangkas yang akan mempertemukan kita dengan berbagai tokoh sejarah dari Mesir Kuno, Perang Trojan, hingga era Renaissance itu terasa seperti potongan sketsa yang disengaja, berupaya untuk menyampaikan informasi dan juga mencuri tawa dengan berbagai humor yang sayangnya tidak semua tepat mencapai sasaran. Ini yang menjadi masalah, karena dengan gerak cepat mereka terbagi rata diantara kategori hit dan miss, walaupun daya tarik terus berada di level stabil tidak semua dari mereka terasa penting untuk misi utama yang dibawa Mr. Peabody & Sherman.

Misi utama? Ya, tujuan utama film ini sebenarnya terletak pada hubungan ayah dan anak dengan berlandaskan sebuah ikatan emosi pada arti mereka bagi satu sama lain di tengah usaha keluar dari kepungan masalah. Ada drama disini, terus coba dihadirkan sepanjang cerita dalam bentuk sebuah isu kecil, yang sayangnya sekalipun kita tahu pada eksistensinya namun ia tidak pernah mampu mencuri posisi utama atensi. Itu sebuah kegagalan, karena sejak awal kita tidak diajak untuk berinvestasi pada sisi emosi, lebih sering tertawa akan hal-hal lucu tanpa disertai sedikit percobaan menggunakan trik kecil untuk memanipulasi emosi, sehingga ketika pelajaran hidup itu dihadirkan pada bagian akhir ia terasa kurang kuat, kurang mengigit.

Hal minus tadi juga sedikit mendapat pengaruh dari kinerja divisi pengisi suara yang berhasil tampil impresif dalam menciptakan karakter yang dipenuhi kegembiraan. Diawal sedikit kesulitan untuk merasakan feel dari suara Ty Burrell pada Mr. Peabody, namun perlahan sosok bapak yang menjadi tugas utamanya berhasil ditampilkan dengan baik. Max Charles juga mampu memberikan kejutan kecil dengan menghadirkan kesan natural dari suara miliknya pada karakter Sherman. Disisi lain Ariel Winter berhasil menjadikan Penny Peterson sebagai sosok annoying yang anehnya juga mudah untuk dicintai.


Overall, Mr. Peabody & Sherman adalah film yang cukup memuaskan. Ya, mungkin saya saja yang sedikit sensitif pada power bagian penutup yang langsung sedikit menggerus nilai keseluruhan film ini, karena pada dasarnya jika anda mampu mengesampingkan (atau mungkin tidak mau ambil pusing) misi utama yang ia emban, petualangan menjelajah dimensi dan waktu ini berhasil memberikan sebuah hiburan dangkal dan random yang menyenangkan, terlebih dengan berbagai informasi sejarah yang sanggup dikemas dengan baik sebagai sebuah parodi bagi penonton dewasa, dan sebagai sebuah pengetahuan tahap awal bagi penonton muda.



0 komentar :

Post a Comment