03 January 2014

Movie Review: Enough Said (2013)


"I'm tired of being funny."

Selesaikan masalah secepat mungkin, karena tidak peduli seberapa besar keuntungan yang kelak mungkin ia hasilkan tindakan mengabaikan sejenak suatu permasalahan pada akhirnya akan selalu didominasi kekuatan yang menarik anda menuju garis finish pada sebuah sisi gelap. Hal umum tesebut menjadi tema dari permainan cinta yang ditawarkan oleh Enough Said, kombinasi manis, pahit, dan asam dalam kemasan yang kompleks namun ringan.

Eva (Julia Louis-Dreyfus) merupakan seorang wanita paruh baya yang berprofesi sebagai ahli pijat terapis, memiliki banyak klien dari pria bernafas bau hingga wanita cerewet yang selalu berbicara. Namun dibalik jadwal padat yang ia punya terdapat satu permasalahan yang kini terus berputar dipikirannya. Anak wanita Eva akan menuju bangku perkuliahan di luar kota, yang secara otomatis akan meninggalkan dirinya seorang diri mengingat statusnya sebagai seorang janda. Hal tersebut yang kemudian menjadikan Eva menerima saran dari dua sahabatnya, Will (Ben Falcone) dan Sarah (Toni Collette)

Menghadiri sebuah pesta bersama Will dan Sarah, tujuan utama Eva pada malam itu langsung tercapai ketika ia bertemu dengan Albert (James Gandolfini), pria berewokan bertubuh gendut. Ya, Fat Albert, begitu Eva memanggilnya, namun dengan perawakannya yang tenang dan menarik menyebabkan rasa cinta itu mulai bersemi secara perlahan. Akan tetapi ternyata kehadiran Albert tidak hanya membawa kebahagiaan bagi Eva, namun juga polemik baru yang celakanya terkait dengan Marianne (Catherine Keener), klien yang selama ini selalu menceritakan kisah kelam miliknya kepada Eva.


Enough Said merupakan rom-com klasik yang sederhana, bagaimana ketika penonton kembali diajak untuk mengamati dan meneliti sebuah hubungan asmara dengan segala bumbu yang sesungguhnya sudah sangat familiar. Lantas apa yang menjadikan ia berbeda dengan rom-com pada umumnya? Enough Said memang punya beberapa nilai minus, namun Nicole Holofcener berhasil menciptakan dan membangun satu rangkaian kompleksitas emosional tidak hanya ringan namun juga natural. Ya, unsur disfungsional, permainan cinta segitiga, dibalut bersama manis, pahit, dan asam yang juga sering menghadirkan situasi canggung yang sulit. 

Benar, ini cukup sulit, karena dibalik gerak mondar-mandir yang lembut pada cerita klasik itu Enough Said seperti tidak ingin terjebak terlalu dalam pada warna umum dari sebuah rom-com. Tidak ada dinamika cerita yang powerfull disini, kita seperti diajak mengalir secara perlahan dan penuh hati-hati, berspekulasi secara liar pada konflik utama dan isu-isu kecil lainnya, menilai agresifitas cinta yang telah tumbuh dan telah terbakar oleh komitmen lewat percakapan-percakapan sederhana yang tajam. Ada sebuah jaminan kepuasan bagi penontonnya jika sejak awal mereka sudah dapat menilai bahwa cara yang ia tawarkan sesuai dengan selera mereka, hal yang sesungguhnya cukup penting karena tidak hanya nilai positif yang terkandung dalam film ini. 

Enough Said sering terasa tampil memaksa pada dua bagian besar, dan salah satunya berhasil. Cerita yang dibangun dengan berpusat pada sisi sensitifitas dalam kesulitan itu akan dengan mudah mencengkeram atensi atau mungkin simpati dari para penonton, dibentuk dalam sebuah drama memikat dengan cita rasa klasik walaupun tidak berjalan dalam cara yang begitu tradisional. Tapi disisi lain Holofcener kerap kali mencoba memaksa untuk menghadirkan tawa skala kecil dalam tiap isu yang padahal punya warna cerita serius, humor-humor gagal itu yang memberikan dampak pada tidak kokohnya point penting yang disampaikan.

Yap, kisah dengan plot yang berputar pada tema kerentanan dengan gerak stabil ini terasa terlalu singkat jika menilik kuantitas dan kualitas dari isu menarik yang ia lemparkan. Mereka terlalu luas, kurang digali sedikit saja lebih dalam, padahal sejak awal Enough Said punya potensi begitu besar untuk menjadikan aliran alami dari drama yang jauh dari kesan sentimental ini agar dapat tampil menjadi  satu pembelajaran yang kokoh dari sebuah relationship. Tidak hanya itu, hal tersebut juga akan menyebabkan Enough Said tampak seperti petualangan sederhana tanpa tujuan, dimana Nicole Holofcener akan terlihat kesulitan dalam mengendalikan semua konflik yang ia lemparkan akibat keputusannya tadi. 

Namun untungnya Enough Said punya kinerja yang memikat pada divisi akting. Sangat suka dengan dua sahabat Eva yang berhasil digunakan oleh Holofcener untuk menyuntikkan berbagai komentar terkait pernikahan, termasuk Catherine Keener yang tampil mumpuni dalam menghadirkan kecemasan. Tapi chemistry lembut yang terbangun diantara James Gandolfini dan Julia Louis-Dreyfus adalah kunci utamanya. Di karya terakhirnya ini Gandolfini sukses menghadirkan sisi rapuh yang tenang, humor ringan, namun tetap menjaga pride dari Albert. Begitupula dengan Julia yang berhasil menyuntikkan kedalaman emosi lewat ekpresi yang efisien dan efektif.


Overall, Enough Said adalah film yang memuaskan. Sebagai proses observasi pada salah satu bagian kecil dari kehidupan ini mungkin terasa kurang kokoh, solid, dan mendalam, bahkan ia sangat berpotensi mendapat penilaian sebagai sebuah dramatisasi berlebihan. Namun jika menilik pada nilai dari pengalaman mengamati serta meneliti cinta dan relationship yang ia berikan, Enough Said: memikat.



0 komentar :

Post a Comment