19 June 2013

Movie Review: World War Z (2013)


Apa saja hal yang anda anggap punya potensi menjadi penyebab timbulnya perang dunia berikutnya? Senjata nuklir? Populasi penduduk, bencana alam, konflik domestik hingga internasional? Bagaimana dengan Zombie, mayat hidup tanpa otak yang mampu memperbanyak populasi mereka dalam tempo waktu kurang dari satu menit hanya dengan sebuah gigitan? Mereka hadir di World War Z, menghancurkan tentara dan pemerintahan, dan mengancam eksistensi manusia. It's a disaster, it's a mess. Run!  

Setelah disajikan sebuah cuplikan singkat yang menggambarkan gejolak yang sedang terjadi di bagian pembuka, anda akan menemukan sebuah keluarga yang harmonis, Gerry Lane (Brad Pitt), bersama istrinya Karin (Mireille Enos) yang dibangunkan dengan tingkah manja dan manis dari dua anak perempuan mereka, Constance (Sterling Jerins) dan Rachel (Abigail Hargrove). Gerry sangat sangat mencintai keluarganya, sebuah prioritas utama dan mutlak yang bahkan menjadi alasan di balik keputusannya untuk berhenti sebagai anggota komite penyelidik PBB. Namun keharmonisan itu harus dirusak oleh sebuah bencana.

Ketika sedang terjebak kemacetan lalu lintas yang sangat panjang, terjadi sebuah ledakan yang berujung pada kepanikan skala besar seluruh penduduk sekitar. Ternyata itu hanya sebuah sajian pembuka, karena berikutnya muncul sekelompok makhluk berwajah menyeramkan yang menyerang warga secara brutal. Ya, mereka zombie, yang dengan cepat menginfeksi korbannya hanya dalam 12 detik setelah ia digigit. Celakanya opsi bagi Gerry untuk menyelamatkan keluarganya hanya satu, menerima kembali tawaran PBB untuk menemukan asal dan solusi dari virus epidemic tersebut, yang memaksanya melintasi Asia, Timur Tengah, hingga Eropa.


World War Z tampil sangat memikat di bagian awal, dapat dengan mudah di labeli sebagai sebuah proses membangun cerita yang ciamik. Berjalan dengan tempo yang cepat, tensi cerita yang di ciptakan naik dan turun berhasil mencuri fokus, total, dari bagaimana kekacauan itu dimulai, tingkat anarki dan brutal yang sangat efektif menggambarkan akan hadirnya sebuah bencana mematikan, serta menciptakan kondisi kepanikan skala besar yang menegangkan dan sangat intens. Ini indah, ini kacau, dan yang terpenting dia tidak menyajikan sesuatu yang berada terlalu jauh di luar akal logis para penontonnya, sehingga mereka mendapatkan sebuah kemudahan untuk ikut memposisikan diri sebagai salah satu dari karakter yang sedang terancam eksistensinya.

Ya, World War Z memulai kisahnya sebagai sebuah kemasan yang cerdas, mampu dengan cerdik menyatukan dua elemen utama yang ia usung, perang dunia, dan dunia zombie. Cara yang digunakan oleh Marc Forster untuk menjalankan cerita dibagian awal adalah sumber utama kesuksesan tadi, dimana ia tahu formula tepat untuk menggabungkan dua elemen utama tadi dengan menciptakan sebuah bencana yang di dalamnya terkandung berbagai tekanan yang dibiarkan bergerak secara liar dalam ruang cerita yang tidak begitu luas. Ancaman yang datang dari banyak penjuru seperti memberikan sebuah jalan mulus bagi karakter utama untuk masuk dan mendominasi cerita, namun disisi lain Forster juga tidak lupa dalam menempatkan berbagai keterangan dan clue yang ditempatkan secara apik dari dalam garis cerita yang rapi dan solid.

Sayang, sangat disayangkan semua hal manis tadi hanya tampil di bagian pembuka, ketika Gerry masih bersama keluarganya., karena setelah ia mulai melakukan aksi heroik dengan menyambangi Korea Selatan, Israel, hingga Wales, daya tarik dan nilai plus yang film ini telah ciptakan dibagian awal seperti tergerus secara perlahan. Saya tidak membaca buku dengan judul yang sama karangan Max Brooks yang menjadi pondasi utama film ini, sehingga tidak tahu pasti apakah setiap bagian dari cerita terdapat di dalam buku tersebut. Jika iya, maka kesalahan yang dilakukan film ini setelah bagian pembuka dapat diserahkan pada bagian yang justru tampil memikat sebelumnya, Marc Forster, karena screenplay yang digarap oleh Matthew Michael Carnahan, Drew Goddard, dan Damon Lindelof tidak begitu buruk karena masih mampu menghadirkan komposisi cerita yang menarik.


World War Z memang sukses menghadirkan sebuah tontonan zombie yang sangat intens, namun sayangnya kurang gore. Thrill dari ancaman para zombie yang telah terlanjur menjadi hal utama yang diantisipasi selepas bagian pembuka justru perlahan hilang. Sebuah pengorbanan yang sangat besar hanya untuk meraih rating PG-13 demi menarik lebih banyak income, menghilangkan ciri khas klasik dari zombie demi mempermudah agar cerita dapat bergerak cepat. Hasilnya ketika fokus cerita  mulai bergerak ke bagian lain, nuansa dari bencana mulai berkurang. Tekanan yang intens mulai tergerus bersama cerita yang mulai memasukkan berbagai konflik pendukung yang dalam kesempatan kecil yang ia punya seolah berupaya untuk mencuri lagi dan lagi perhatian penontonnya serta mencoba meningkatkan kompleksitas cerita, namun sayangnya tidak di eksekusi dengan baik yang justru menjadikan ia seperti kehilangan fokus utamanya pada ancaman dari para zombie.

Hal yang sama terjadi pula pada elemen-elemen lainnya, mulai tampak kacau dan kehilangan excitement yang ia miliki. Sebut saja karakter Gerry yang entah mengapa mulai tampak melemah seiring berjalannya waktu, terutama pada sisi heroik yang ia miliki. Begitupula dengan konflik pendukung yang diluar dugaan diberikan porsi yang cukup besar, didominasi pada isu politik global dan perdamaian dunia yang dipenuhi banyak sindiran namun sayangnya di eksekusi dengan setengah hati, seperti yang juga dialami ide dari konklusi yang ia miliki. Untung saja divisi editing mampu  bekerja dengan baik dalam mengolah susunan cerita di 2/3 akhir cerita, yang sebenarnya mulai goyang meskipun struktur cerita masih terasa kuat, terutama pada CGI yang apik dan masih mampu mempertahankan pressure dari konflik utama agar tidak hilang. 

Bintang utamanya, Brad Pitt, tampil memikat di bagian awal dengan sebuah kisah heroik, menjadi karakter yang tenang dalam menghadapi masalah, dan sanggup menunjukkan cinta dan sayangnya pada keluarga. Ya, itu dibagian awal, karena setelahnya semua tergerus, terutama pada chemistry yang ia ciptakan tidak kuat, bahkan perjuangan yang ia lakukan terlihat lebih sebagai sebuah pembuktian diri ketimbang sebagai upaya untuk menyelamatkan keluarganya. Scene stealer adalah Daniella Kertesz dengan karakternya Segen, tentara Israel yang tenang. Selain mereka tidak ada pemeran lain yang memikat, termasuk Mireille Enos, Fana Mokoena, hingga Matthew Fox.


Overall, World War Z adalah film yang cukup memuaskan. Dibagian awal ia tampil fantastis, mampu memberikan sebuah tontonan zombie dengan tekanan yang hadir sejak awal hingga akhir, sayang harus mengalami banyak sekali degradasi di berbagai elemen yang ia miliki akibat beberapa keputusan yang tidak bekerja dengan baik. WWZ adalah pilihan tepat jika anda mencari sebuah kombinasi aneh yang jarang dimiliki oleh sebuah film, menghibur namun punya sisi membosankan yang cukup dominan, sama seperti kombinasi yang ia hadirkan di bagian akhir, when Zombie meet Pepsi.



0 komentar :

Post a Comment