05 January 2013

Movie Review: Zero Dark Thirty (2012)


Osama bin Laden, mungkin akan selalu lekat sebagai salah satu tokoh dari sekian banyak tokoh terkenal di era millennium. Pemimpin jaringan Al-Qaeda ini merupakan buronan nomor satu pemerintah Amerika Serikat, akibat tragedi 9/11 yang menghancurkan World Trade Center di kota New York di tahun 2001 silam. Zero Dark Thirty akan menyajikan proses penangkapan Bin Laden dua tahun lalu, the greatest manhunt in history.

Sebuah karya terbaru dari Kathryn Bigelow adalah film yang melelahkan. Bukan karena durasinya yang mencapai 157 menit, melainkan karena anda akan diajak untuk mengikuti sebuah proses yang dimulai satu dekade silam. Ketika bin Laden mengaku berada dibalik tragedi 9/11, pemerintah USA langsung bergerak cepat mengejar salah satu dari FBI Most Wanted Terrorists ini, yang juga menjadi aktor penyerangan kedutaan besar Amerika di Kenya tahun 1998.

Namun Bigelow memulai petualangan panjang ini dua tahun setelah tragedi 9/11. Dibuka dengan sebuah layar hitam yang hanya menampilkan suara saat tragedi itu terjadi, anda akan langsung diajak menuju tahun 2003, bertemu dengan seorang agen muda bernama Maya (Jessica Chastain), yang bersama Dan (Jason Clarke) sedang memaksa Ammar (Reda Kateb), salah satu warga yang dianggap dapat memberikan mereka informasi tentang posisi Bin Laden.


Maya hanya mengemban satu tugas selama berada di Afghanistan, memastikan bahwa Bin Laden berhasil dibunuh. Hal tersebut menjadikan ia sangat fokus terhadap kasus besar ini, dan berhasil meng-impresi pimpinannya Joseph Bradley (Kyle Chandler), kepala stasiun CIA di Islamabad, dan juga rekan kerjanya Jessica (Jennifer Ehle). Perlahan Maya mulai maju ke barisan depan, dan memimpin penyergapan yang dikomandoi Patrick (Joel Edgerton), pemimpin Red Squadron U.S Navy SEAL, 2 May 2011 di Pakistan.

Ya ya, tidak penting untuk melakukan spoiler pada apa yang dihasilkan film ini diakhir cerita. Fokus utama dari cerita karya Mark Boal yang mengundang kontroversi ini adalah proses dari perjuangan satu dekade yang dilakukan oleh pemerintah USA, sebuah perjalanan panjang dan melelahkan dari buronan yang dilabeli hadiah sebesar US$ 25 juta ini. Dengan clue pada sosok Abu Ahmed, yang diduga menjadi kaki tangan bin Laden, anda akan berputar mengelilingi Timur Tengah, dari Pakistan, Arab Saudi, Afghanistan, hingga Kuwait.

Lantas apa kunci sukses film ini dibalik premis sederhana yang ia tawarkan diawal? Seperti yang saya singgung tadi, ZDT merupakan film yang melelahkan, jika anda mencari sebuah film action yang menawarkan aksi tembak yang dominan. Selama dua jam Bigelow seolah membangun sebuah wadah berisikan rasa ingin tahu dari penonton yang terus menanti. Ya, sabar, itu adalah kunci sukses film ini. ZDT berhasil membuat saya terus sabar sembari penasaran, dan ketika semua telah memuncak ia menyajikan 30 menit adegan aksi yang dieksekusi sangat baik diakhir cerita.


Sama seperti yang ia berikan di The Hurt Locker, Bigelow mengendalikan ZDT untuk berjalan dengan pelan. Tapi, film ini justru tidak menghadirkan rasa bosan, karena setiap scene yang hadir memiliki point menarik, dan beberapa memberikan sebuah infromasi yang segar dan mungkin akan sangat mengejutkan. Dengan shoot cantik dan fokus dari Greig Fraser, dibantu music dari Alexandre Desplat, nuansa militer dan intelijen yang tercipta menjadi sangat kental. Memang ada beberapa bagian yang berhasil mengundang tawa, namun indahnya ia tidak begitu dominan sehingga atmosfir dari fokus utama cerita tidak hilang.

Kunci sukses lainnya terdapat pada Maya. Karakter satu ini punya semua atribut yang dapat menjadikan sebuah film action dan thriller bernuansa politik menjadi sangat indah. Maya adalah wanita yang tenang, terkadang merasa takut, pekerja keras, sosok serius yang misterius, dan juga emosional. Maya mampu membawa anda untuk merasa nyaman berada disampingnya selama dua jam lebih, dan yang terpenting ia berhasil meyakinkan saya bahkan sejak awal bahwa ia adalah jawaban dari semua pertanyaan yang selama ini tercipta. Dan, itu semua berkat Jessica Chastain. Sebuah performa yang sangat memikat dari Chastain, berhasil menjadikan Maya menjadi tampak realistis dengan semua karakteristik yang ia miliki diatas.

Harus diakui Zero Dark Thirty adalah filmnya Jessica Chastain. Tidak ada pemeran pembantu yang mampu tampil sejajar dengan kualitas dari penampilan Chastain. Selain Clarke, Chandler, Ehle, Edgerton, ZDT punya James Gandolfini yang berperan sebagai Leon Panetta, Direktur CIA, Stephen Dillane sebagai kepala NSA, Chris Pratt sebagai anggota U.S Navy SEAL, dan Mark Strong sebagai George, atasan CIA. Mereka semua seolah menjadi puzzle kecil yang melengkapi pekerjaan yang telah dilakukan oleh Chastain, karena porsi yang masing-masing mereka peroleh memang cukup minim.

Seperti mayoritas film dengan label “awards season”, anda dituntut untuk sabar selama menyaksikan proses itu berlangsung. Mungkin tolak ukur terdekatnya adalah jika anda menyukai Homeland, besar kemungkinan anda akan menyukai ZDT, dan jika anda mencintai Carrie Mathison, anda akan mudah terpesona pada Jessica Chastain.


Overall, Zero Dark Thirty adalah film yang sangat memuaskan. Dengan judul yang memiliki arti “30 menit lewat tengah malam” ini, ZDT menghadirkan sebuah proses yang sukses membuat saya sabar untuk terus menanti, dan menutupnya dengan sajian yang lezat dan efektif. Penggambaran yang apik tentang proses pencarian salah satu buronan paling terkenal di muka bumi, lewat performa menawan dari Jessica Chastain, hasil yang indah dari departemen teknis dan cast lainnya, serta perpaduan Kathryn Bigelow dan Mark Boal yang kembali menunjukkan kehebatan mereka.

Score: 9/10

0 komentar :

Post a Comment