03 August 2021

Movie Review: The Last Letter from Your Lover (2021)

“There is never enough time, never enough of you. Let's meet tomorrow. B.”

Memilih pasangan hidup juga bisa salah. Tentu hal tersebut masuk kategori blunder besar jika terjadi dan seringkali akan meninggalkan pihak yang merasa salah tadi di dalam perasaan menyesal. Ada beberapa opsi, kamu bertahan dan menjalani hidup yang sudah kamu pilih, stuck in your disappointment, atau kamu mencoba “keluar” and attempting another shot at happiness, to try again, to feel again? Perselingkuhan adalah jawaban paling umum bagi opsi kedua tadi. Spontanitas merupakan inti dari banyak hal-hal indah namun juga merupakan akar dari banyak ketidakpuasan, dan bukankah hidup adalah tentang bagaimana menjadi bahagia tanpa rasa penyesalan? ‘The Last Letter from Your Lover’ : a safe and sound romantic drama.


Ellie Haworth (Felicity Jones) merupakan seorang jurnalis dan wanita muda ini tidak tertarik dengan hubungan percintaan. Tapi suatu ketika ia ditugaskan untuk menulis artikel tentang seorang editor majalah yang baru saja meninggal dunia, tugas yang ternyata mengubah hidup Ellie dalam hal percintaan. Untuk mendapatkan materi yang lebih banyak Ellie mencoba untuk mendapatkan arsip dari si editor tersebut, ia kemudian menemukan sebuah surat cinta dari seseorang bernama “J” kepada sosok yang bernama “Boot”. Isi surat pasangan itu membuat Ellie penasaran dan dibantu oleh Rory McCallan (Nabhaan Rizwan) ia mencoba untuk menemukan surat lainnya dari pasangan itu.

Sosok “J” di dalam surat tadi adalah Jennifer Stirling (Shailene Woodley), sosialita di tahun 1960-an dan merupakan istri dari pria kaya raya bernama Laurence Stirling (Joe Alwyn), seorang industrialis yang sangat sukses. Dan mereka telah dikaruniai seorang putri. Tapi sebuah masalah muncul ketika Jennifer dan Laurence berlibur ke the French Riviera, di sana mereka bertemu jurnalis finansial bernama Anthony O'Hare (Callum Turner). Sebuah business trip dadakan harus dilakukan Laurence dan itu membuat Jennifer tinggal di the French Riviera dan menghabiskan liburan musim panasnya dengan Anthony. Mereka bertemu tapi juga saling berkirim surat, Jennifer menggunakan nama pena “J”, sedangkan Anthony, “Boot”.

Cerita yang diadaptasi dari novel berjudul sama karya Jojo Moyes ini memiliki duduk masalah utama klise tapi mampu dikemas secara menarik, saking menariknya akan sangat mudah bagi penonton untuk langsung merasa penasaran dengan apa yang akan terjadi selanjutnya selepas 15 menit pertama itu. Di 15 menit pertama hal yang saya rasakan justru tanda tanya terkait mau seperti film ini tampil, dan jika kamu tidak membaca sinopsis di atas maka kamu juga akan bertemu dengan rasa bingung mengingat setting waktu yang digunakan ada dua dengan jarak yang sangat jauh terpisah, lebih dari lima dekade. Tapi ketika Ellie telah menemukan surat itu, narasi kemudian berlari kencang.


Dan bergulirnya narasi seperti tidak mengenal rasa ragu di tangan Augustine Frizzell karena Sutradara satu ini berhasil membentuk dengan baik script yang ditulis oleh Nick Payne dan Esta Spalding di 15 menit pertama tadi. Pertemuan pertama dengan Jennifer Stirling langsung hadir vibe yang ganjil tidak hanya dari dirinya saja namun juga dari suaminya, Laurence. Kondisi Jennifer yang hilang ingatan ringan membuat masalah terkait surat menyurat itu menjadi menarik karena tentu saja akumulasi dengan sikap “posesif” Laurence membuat penonton semakin bertanya-tanya terkait apa yang sedang terjadi di dalam pernikahan mereka? Hal yang berbeda ketika Ellie memperkenalkan dirinya dengan cara yang tentu lebih modern.

Ellie sendiri memiliki pesona fun dan energik yang kuat, ia adalah wanita yang ingin saya miliki di lingkaran pertemanan, ia sosok yang santai dan pintar mencairkan suasana. Kelebihan itulah yang membuat isu utama di setting modern pada narasi jadi terasa menyenangkan karena misi dijalankan oleh seorang wanita yang terasa fun to follow. Itu menyisakan ruang bagi kisah di tahun 1965 untuk menunjukkan bahwa ia merupakan fokus utama di sini, kisah cinta terlarang yang terhalang akibat salah paham. Dipenuhi dengan aksi bertukar surat yang terasa lively, ada berbagai macam baris dialog dengan kata-kata manis yang mampu membuat saya tersenyum, punya pesona puitis yang kental di balik chit-chat dan banter yang santai.


Di sana letak kekuatan ‘The Last Letter from Your Lover’ yakni bagaimana Augustine Frizzell menata materi yang ia punya untuk berkembang layaknya puisi cinta yang terlarang. Tiap baris surat berhasil menjadi semacam eksposisi terhadap cerita, kita dapat lihat dan juga rasakan ada perkembangan pada hubungan antara Anthony dan Jennifer di mana hubungan terlarang itu tensinya berkembang secara perlahan tapi terasa gregetan, membuat penonton menantikan kapan api besar akan berkobar di antara dua orang yang ternyata memilih untuk bermain api. Editing bermain smooth sehingga meskipun narasi tidak mengumbar dramatisasi yang super kuat tapi tetap berhasil menampilkan gelora asmara di antara beberapa karakternya.

Berbicara editing saya juga suka dengan kualitas shiftting antara past and present yang kuantitasnya cukup sering tapi tone dan vibe dari masing-masing bagian tetap tertata rapi, keduanya berkembang dengan baik dan juga saling melengkapi satu dan lain. Begitupula dengan penggunaan lagu atau soundtrack yang juga oke, bersanding manis dengan cinematography yang padat serta score yang juga efektif membangun atmosfir cerita. Elemen teknis film ini saling padu dalam menyokong eksposisi yang ditangani oleh Augustine Frizzell, membuat penonton hanyut di dalam hubungan antar lima karakternya yang beberapa di antara mereka menjadi penggambaran dari ironi terhadap koneksi yang dimiliki antara cinta dan hidup.


Dengan status yang ia sandang tentu aksi yang dilakukan Jennifer itu salah, tapi kita juga ditunjukkan bagaimana “cara” ia menjalani pernikahannya dengan Laurence. Anthony is an option for Jennifer to attempting another shot at happiness, tapi tidak mudah dengan berbagai konsekuensi yang mungkin hadir, berputar-putar dengan gejolak emosi yang mumpuni dan ditata oleh Augustine Frizzell dengan baik serta dieksekusi secara rapi oleh para aktor. Shailene Woodley, Callum Turner, dan Felicity Jones membuat pesona karakter mereka bersinar dan meskipun peran mereka tidak terlalu besar tapi Joe Alwyn serta Nabhaan Rizwan membentuk karakter mereka secara understated sesuai fungsi sebagai supporting role.

Overall, ‘The Last Letter from Your Lover’ adalah film yang cukup memuaskan. Kita tahu bahwa extramarital affair dan infidelity merupakan sesuatu yang tidak benar untuk dilakukan, tapi tidak semua keputusan yang kamu ambil selalu benar, bukan? Termasuk keputusan dalam memilih pasangan hidup. Terjebak di dalam rasa sakit atau justru mencoba menemukan kembali kebahagiaan? Bermain layaknya sebuah puisi cinta Sutradara Augustine Frizzell berhasil menyajikan sebuah romantic drama yang terasa fun to follow, memang cenderung bermain aman tapi justru keputusan yang membuat setiap elemen film berhasil bekerja dengan baik dan tepat sasaran. Well, you can change your life. #ComeWithIfYouWannaChangeYourLifeForever





1 comment :

  1. “I write these words with you in mind, and my heart swells. So whatever the outcome, let us survive together.”

    ReplyDelete