20 December 2020

Movie Review: Possessor (2020)

“Pull me out.”

Di scene pembuka kita bertemu dengan kepala seorang wanita yang disorot dari sisi belakang, tangan kirinya memegang kepala sedangkan tangan kanannya keluar dari frame untuk mengambil kabel berwarna hitam. Di bagian ujung kabel terdapat semacam jarum yang kemudian ditusukkan ke dalam kepalanya, setelah itu ia memutar tombol dial di sebuah mesin. Wanita itu kemudian tertawa karena setelah adegan tersebut ternyata ia akan melakukan aksi gila, aksi psycho yang menjadi menu pembuka bagi ide gila dari Brandon Cronenberg: bagaimana jika kamu bisa masuk serta menguasai pikiran dan tubuh orang lain hanya dengan tertidur pulas. ‘Possessor’ : a normal marriage between science fiction and psychological horror.


Seorang wanita bernama Tasya Vos (Andrea Riseborough) pulang ke rumahnya dan disambut oleh sang suami, Michael Vos (Rossif Sutherland), tapi menariknya momen sebelum masuk ke dalam rumahnya sendiri itu diisi oleh Tasya dengan mencoba mencari sapaan paling oke bagi suaminya sendiri. Tasya tampak ragu harus menyapa Michael seperti apa, ia seolah ingin menghindari suasana canggung tapi sebenarnya Tasya ingin agar Michael merasa yakin bahwa dirinya baru saja pulang dari tugas di luar kota, perjalanan yang sama sekali tidak ia lakukan.

Perjalanan yang Tasya lakukan justru masuk ke dalam pikiran manusia lain. Kali ini target yang diberikan oleh perusahaannya adalah pria bernama John Parse (Sean Bean), CEO Zoothroo, sebuah perusahaan data-mining. Klien mereka kali ini adalah anak tiri dari John Parse, dan ia juga ingin agar anak perempuan John yang bernama Ava Parse (Tuppence Middleton) ikut menjadi korban. Sosok yang dipilih sebagai boneka dalam misi kali ini adalah Colin Tate (Christopher Abbott), tunangan Ava dan juga sosok yang kurang disukai oleh John Parse.

Sutradara dan Screenwriter Brandon Cronenberg memulai ‘Possessor’ dengan cara yang sangat baik, ada impresi yang kuat pada adegan yang dilakukan wanita yang saya infokan di bagian pembuka tadi. Dari aksi gila yang tampil eksplisit tersebut para penonton ditinggalkan dengan pertanyaan terkait apa yang sebenarnya terjadi? Itu penting bagi sebuah film yang mencoba menjual elemen horror yang tersimpan di dalam cerita miliknya, dan ‘Possessor’ punya itu dalam kualitas yang oke terlebih ketika setelah itu penonton dibawa oleh Cronenberg bertemu dengan seorang wanita yang tampak dingin dan misterius. Satu hal yang saya suka pada bagian ini adalah kemunculan wanita tersebut tidak membuat pertanyaan di awal tadi langsung lenyap begitu saja.


Penonton sendiri baru akan tahu bahwa nama karakter utama wanita kita tersebut adalah Tasya Vos sekitar 30 menit menjelang film berakhir, dari sebelumnya Tasya mencoba “menjual” image dirinya sebagai wanita misterius yang menjadi bagian dari sebuah proyek unik dan aneh. Brandon Cronenberg menangani karakter utamanya itu dengan baik, ia tidak langsung mendorong Tasya masuk ke dalam konflik baru namun terlebih dahulu menghadirkan tahapan proses setelah ia selesai menjalankan tugasnya yang sebelumnya. Caranya sendiri simple namun efektif, sedangkan cara membawa Tasya kembali ke rumah merupakan trik yang oke untuk menunjukkan bagaimana tekanan emosi yang sedang dialami oleh Tasya.

Brandon Cronenberg membentuk bagian tersebut tadi agar terasa padat tanpa harus menggunakan eksposisi yang terlalu luas, ketika ia rasa bahwa proses bagi penonton mengenal dengan mencoba mengamati Tasya sudah cukup ia langsung membawa kamu masuk ke dalam konflik utama yang langsung menyajikan kejutan lain. Ada semacam pesona ambigu di dalam diri seorang Tasya sebelum ia menjalankan tugas terbarunya itu, apakah wanita ini sedang sakit dan mengidap amnesia sehingga ia diminta untuk menjawab tiap barang yang ada di hadapannya? Lalu apa yang terjadi di dalam pernikahannya yang tampak dingin itu? Cronenberg hadirkan jawabannya dengan cara yang juga simple, yakni dengan memasukkan Tasya ke dalam Colin.


Dan dari sana cerita berlari dengan cepat. Secara konsep sendiri apa yang Brandon Cronenberg coba sajikan di sini punya potensi untuk sulit untuk “diterima” namun anehnya saya langsung klik dengan rules yang ia ciptakan di sini. Elemen sci-fi pada script dibentuk dengan baik, koneksi antara Colin dan tim yang berada dibelakang dirinya terasa oke terutama dalam hal meyakinkan penonton bahwa dirinya saat itu bukan merupakan dirinya yang sesungguhnya. Scene pembuka bekerja di sini, kesan misterius yang ia ciptakan di awal berubah menjadi semacam horror menakutkan, dan semakin lengkap karena kita juga tahu bahwa dibalik Colin Tate ada sosok yang sebelumnya telah membuat kita bertanya-tanya dengan dirinya, yakni Tasya Vox.

Brandon Cronenberg sepertinya memang fokus membentuk karakter yang kuat dan meninggalkan impresi menarik bagi penonton, karena ketika karakter tersebut telah berkombinasi otomatis tugasnya akan semakin mudah dalam mengembangkan ide gila yang ia simpan di dalam cerita. Konflik-nya sendiri sebenarnya tidak rumit, ada semacam nafas pembalasan dendam yang sangat mendominasi di sana, sedangkan di sisi lain Brandon Cronenberg selipkan sebuah isu tentang psychological distress yang seolah ditempatkan untuk berdiri manis di belakang konflik utama, menunggu waktu untuk meledak. Tidak heran saat kekacauan yang telah dipersiapkan di bagian akhir itu muncul ada punch yang terasa oke di sana, karena ada pergeseran fokus yang oke pula pada sosok Colin dan juga Tasya.


Satu hal yang saya sayangkan di sini adalah tiap bagian cerita bermain di frekuensi yang nyaris stabil sejak awal, meskipun ada punch ia tidak menimbulkan lonjakan yang besar. Alhasil saya tidak merasakan ada punch yang kuat secara overall, hanya sebatas job done terhadap sebuah konsep unik yang ditata dengan baik. Sebenarnya kondisi tersebut mudah untuk jatuh menjadi sesuatu yang monoton namun untung saja Brandon Cronenberg paham dalam mengendalikan dinamika narasinya, serta juga membuat para aktornya tampil oke. Berperan sebagai wanita yang misterius dan seolah memiliki masalah kejiwaan, Andrea Riseborough membuat Tasya Vox menjadi sosok yang menarik. Christopher Abbott juga oke, ia meneruskan baton dari Andrea dan membentuk Colin Tate sebagai pria yang mengalami masalah emosi, penonton juga dibuat yakin bahwa ia mengalami perubahan setelah “diisi.”

Overall, ‘Possessor’ adalah film yang memuaskan. Tidak bisa dipungkiri bahwa cerita yang ia tulis mengandung pesona unik dan aneh yang kuat, namun materi semacam itu kerap mudah untuk jatuh menjadi sesuatu yang medioker dan monoton. Brandon Cronenberg paham akan hal itu, ia siapkan pondasi yang oke terutama pada karakter lalu cerita ia kembangkan tanpa eksposisi yang berlebihan, memainkan mereka pada frekuensi yang stabil atau konstan. Alhasil ia sukses mengawinkan konsep science fiction dengan visual mumpuni itu bersama elemen psychological horror yang bermain lembut di sampingnya, menjawab misteri dengan cara yang baik serta meninggalkan penonton dengan punch yang laik. 







0 komentar :

Post a Comment