17 October 2020

Movie Review: Enola Holmes (2020)


“My life is my own. And the future is up to us.”

Enola ini siapanya Sherlock Holmes? Di film ini sosok Enola diceritakan sebagai adik perempuan dari Mycroft Holmes dan tentu saja detektif terkenal, Sherlock Holmes. Apakah akan sama seperti apa yang dilakukan oleh kakak laki-lakinya tersebut? Ya, secara garis besar memang seperti itu, penonton dibawa untuk masuk ke dalam petualangan hidup Enola yang dihadapkan pada sebuah misteri, namun menariknya alih-alih terlalu menaruh fokus pada misteri spotlight ternyata juga diarahkan pada satu hal yang menarik lainnya, yaitu sebuah kisah coming-of-age yang mengusung isu tentang women empowerment dengan cara yang ringan & riang. 'Enola Holmes' : a cheerful and catchy (and a bit lazy) journey about Sherlock Holmes's charming sister.


Wanita muda bernama Enola Holmes (Millie Bobby Brown) itu merupakan anggota termuda dari keluarga terkenal Holmes, ia punya dua kakak laki-laki, salah satunya bernama Mycroft Holmes (Sam Claflin) yang bekerja di pemerintahan dan berperan sebagai wali hukum bagi Enola. Ayah mereka memang telah tiada dan saat ini Enola tinggal bersama saja dengan Eudoria Holmes (Helena Bonham Carter), Ibu mereka yang eksentrik serta berjiwa bebas. Satu kakak laki-laki Enola lainnya adalah private detective yang sangat terkenal itu, yaitu Sherlock Holmes (Henry Cavill).

Suatu ketika Mycroft dan Sherlock terpaksa pulang ke rumah mereka karena satu kasus, yaitu Eudoria menghilang tapi ia ternyata meninggalkan pesan rahasia bagi anak perempuannya yang pintar jujitsu dan bermain catur itu. Enola memutuskan untuk pergi ke London dan mencari keberadaan Ibunya dan di perjalanan ia bertemu dengan pria muda yang juga sedang mencoba kabur dari keluarganya. Pria tersebut memperkenalkan dirinya sebagai Viscount Tewkesbury, the Marquess of Basilwether (Louis Partridge), sosok yang membawa “masalah” lain hadir di dalam hidup Enola. 

Sosok Enola Holmes dengan sangat cepat langsung berhasil meraih atensi penonton dan membuat mereka memiliki semacam ikatan persahabatan yang sudah terjalin lama. Enola sendiri diperkenalkan sebagai sosok yang cerdas, jeli, memiliki wawasan sehingga menentang norma sosial yang membatasi kebebasan wanita pada jaman itu, dengan cara yang santai disertai perawakannya yang riang itu penonton dapat dengan mudah merasakan hal-hal tadi eksis di dalam karakter Enola. Itu pencapaian yang terasa oke untuk sebuah film yang memasang nama karakter utamanya sebagai judul, tentu harus ada sesuatu yang benar-benar spesial atau at least menarik dari karakter utamanya tersebut untuk ditelisik lebih jauh.

Pesona Enola sangat penting dalam menjaga pesona film secara overall, karena di sisi lain storytelling yang ditampilkan oleh Sutradara Harry Bradbeer serta script yang ditulis oleh Jack Thorne terasa sedikit “lazy” buat saya. Mengambil dasar dari novel berjudul ‘The Enola Holmes Mysteries: The Case of the Missing Marquess’ karya Nancy Springer, ‘Enola Holmes’ menggunakan karakter utama sebagai narator yang menuntun penonton melangkah dari satu bagian cerita ke bagian berikutnya, itu disertai dengan berbagai selipan monolog penjelasan. Hal ini sebenarnya ibarat dua sisi koin bagi ‘Enola Holmes’ karena di ada dampak positif juga, salah satunya adalah gerak dari narasi jadi terasa dinamis.

Hal terakhir tadi mampu mengunci atensi penonton untuk mengikuti petualangan yang bergulir dengan cepat itu, terlebih dibantu dengan rintangan yang hadir juga mengakomodasi pesona Enola untuk semakin bersinar, mereka juga punya kesan penting yang terasa oke serta dikemas secara tidak berlebihan oleh Bradbeer. Enola “dipaksa belajar” ketika harus bertemu dengan “dunia baru” dan di pengalaman pertamanya itu kita melihat bagaimana Enola mengatasi setiap masalah dengan kecerdikan yang ia punya. Hal ini membuat aksinya jadi terasa seru untuk diikuti apalagi Bradbeer juga berhasil menata action sequences agar bekerja dengan baik dan juga punya kombinasi oke dengan momen-momen manis di elemen romance.

Viscount Tewkesbury dapat dikategorikan sebagai kejutan yang manis di film ini, ketika fokus diarahkan pada Enola sembari menantikan sepak terjang dua kakaknya terutama Sherlock Holmes, Tewkesbury justru masuk dan mencuri perhatian lebih dari penonton. Hubungan mereka memang tidak dieksploitasi tapi tetap memiliki kesan manis yang lucu, perasaan saling suka ciri khas anak remaja. Karakter lain sepertinya memang ditahan agar tidak dominan dan melebihi Enola, yang dilakukan justru secara kolektif mereka turut serta menyusun kompleksitas yang dimiliki oleh Enola yang di sini notabene mengemban status sebagai representasi permasalahan yang dihadapi oleh para wanita, yaitu tentang women empowerment.

Di sini letak (sedikit) masalahnya. Eksekusi Harry Bradbeer dan Jack Thorne terasa oke agar Enola dapat menjadi paragon bagi isu tersebut tadi, memberi kedalaman yang terasa oke sembari secara konsisten mendorong skenario cerita yang membawa Enola mempertanyakan hubungan antara berbagai kondisi di sekitarnya, dengan paradigma terkait women empowerment. Bagian ini terasa kurang kuat, lebih terasa seperti sebuah pinch ketimbang punch dan kurang halus. Terlepas dari keterbatasan yang mungkin eksis di era itu sayang sekali Harry Bradbeer dan Jack Thorne tidak mencoba menggali sedikit saja lebih dalam pesan yang dibawa Enola terlebih dengan telah tersedianya jalur penyelidikan bagi Enola pada proses inisiasi menjadi wanita yang lebih dewasa itu.

Pada akhirnya pesan yang dibawa terasa kurang kuat and lacking in energy. Untung saja ketika bermain dengan visual hal serupa tidak terjadi, mereka energik seperti editing yang membuat cerita bergulir dinamis. Kurang kuatnya pesan juga tertutupi dengan pesona karakter, terutama Enola Holmes. Millie Bobby Brown membuat Enola langsung terasa menarik sejak ia memperkenalkan diri, ada karisma seorang wanita muda yang pintar serta mengembangkan rasa ingin tahu dan antusiasme Enola dengan kesan intelektual namun bebas. Chemistry antara dirinya dengan Henry Cavill juga terasa oke, sama seperti ketika ia tampil di layar bersama Louis Partridge yang sukses menjadikan Tewkesbury sebagai love interest yang menarik.

Overall, ‘Enola Holmes’ adalah film yang cukup memuaskan. Riang dan ringan, ini adalah film yang mampu mengikat atensi penonton sejak awal hingga akhir dengan mengandalkan pesona yang dimiliki oleh karakter. Ditangani dengan sangat baik oleh Millie Bobby Brown sosok Enola jelas berhasil mencapai target untuk menjadi penggambaran tentang women empowerment, dari tentang kebebasan, masa depan, dan juga tujuan hidup di mana semua itu ditentukan oleh dirimu sendiri. She make some noise to be heard. Ceritanya sendiri terasa understated meksipun memang kurang digali sedikit lebih dalam untuk meninggalkan penonton dengan punch yang lebih memikat. 







1 comment :

  1. “You have to make some noise if you want to be heard.”

    ReplyDelete