07 October 2020

Movie Review: Around the Sun (2019)


“Love is a strange thing, it escapes every corrective, and no system of understanding can reduce it.”


Imajinasi merupakan sebuah ciptaan Sang Pencipta yang sangat menarik menurut saya, di mana manusia dibekali dengan daya pikir untuk membayangkan atau menciptakan sebuah gambaran kejadian, baik itu berdasarkan sebuah peristiwa atau pengalaman maupun dalam bentuk sebuah khayalan di mana fantasi bermain di dalamnya. Film ini menggunakan itu sebagai bahan utama ia bercerita namun yang menarik adalah ia mencoba menjadi sebuah romance tanpa ada drama yang terasa mencolok di dalamnya. Bagaimana bisa? Before Sunrise? ‘Around the Sun’ : cute, but cryptic.


Duduk di dalam mobil sembari menggenggam handphone miliknya, wanita bernama Maggie (Cara Theobold) mencoba mengecek sekelilingnya. Sedangkan pria bernama Bernard (Gethin Anthony) yang juga sedang mengecek handphone miliknya sedang mencoba menenangkan dirinya sendiri. Bernard baru saja mendapat kiriman foto dari kekasihnya, yaitu sebuah alat tes kehamilan di mana tercantum hasil plus yang menandakan positif. Bernard bingung harus memberikan respon apa dan di momen tersebut Maggie mengetuk kaca mobilnya.

Maggie dan Bernard ternyata sudah membuat janji untuk bertemu di sebuah rumah yang rencananya akan digunakan untuk lokasi syuting film. Bernard adalah scout yang bertugas untuk mengecek kondisi rumah tersebut apakah sesuai dengan yang diinginkan oleh sang Sutradara, termasuk pula kondisi di sekeliling rumah tersebut. Sedangkan Maggie merupakan wakil dari pengelola rumah tersebut dan bertugas untuk mendampingi Bernard berkeliling. Percakapan di antara mereka kemudian berkembang dengan sangat positif, dari astronomi dan filosofi hingga tentu rasa cinta.  

Saya menggunakan kata cryptic di awal karena memang secara garis besar itu yang saya rasa paling mencolok dari film yang menjadi debut penyutradaraan layar lebar Sutradara Oliver Krimpas, ada aftertaste yang terasa samar dan itu tidak hadir secara implisit. Penonton ditinggalkan dengan sebuah pintu yang dapat dikatakan terbuka cukup lebar oleh cerita yang ditulis oleh Jonathan Kiefer ini, sesuatu yang tidak terasa mengejutkan memang karena proses menuju garis akhir itu juga dikemas oleh Oliver Krimpas dengan pola yang serupa. Penonton dibuat terkejut dengan apa yang kemudian hadir di bagian akhir cerita setelah sebelumnya selama kurang lebih satu jam dibawa berjalan dengan dua karakter yang sukses membuat bingung.


Ya, bingung, karena apa yang terjadi di antara dua karakter benar-benar menjadi sebuah cerminan dari berbagai planet yang berputar mengitari matahari. Mungkin sedikit clue tanpa spoiler adalah bagaimana narasi mencoba mendorong imajinasi yang menciptakan perputaran waktu di antara dua karakter itu agar menjadi planet yang berputar mengelilingi matahari sebagai pusat utama. Sedangkan yang menjadi matahari di sini adalah karakter itu sendiri. Semua dikemas dengan gerak maju dan mundur di dalam cerita, sebuah trik yang jujur saja di salah satu titik cerita sukses membuat saya berasumsi bahwa dua karakter ini terjebak di dalam sebuah kutukan sehingga mereka berdua harus bersama-sama mencoba mencari jalan keluar.

Saya rasa banyak penonton yang akan jatuh ke dalam asumsi tersebut tadi, karena narasinya sendiri memang secara frontal membuat karakter terus berputar di dalam sebuah lingkaran yang jelas-jelas terasa identik. Semua bermula dari sebuah kalimat yang keluar dari karakter Maggie, “Is it just me or does this feel really familiar?” dan dari sana penonton dibawa oleh Oliver Krimpas untuk dalam gerak yang stabil ikut berputar-putar bersama dua karakter. Konsep dan pola yang digunakan di sini tidak sepenuhnya baru serta punya potensi jatuh menjadi sesuatu yang membosankan jika tidak mampu ditata dengan tepat. Oliver Krimpas berhasil menata dengan baik, terutama dalam mempertahankan rasa tertarik penonton.


Sebuah pencapaian yang manis oleh Oliver Krimpas ketika ia mampu memaku atensi saya dibalik narasi yang bergerak dengan kesan samar yang besar dan konsisten, dan itu ditemani begitu minimnya “dramatisasi" di dalam cerita. Dari The Plurality hingga Fontenelle, ‘Around the Sun' pada dasarnya diisi dengan tumpukan dialog yang terjadi di antara dua orang tanpa menunjukkan tanda atau clue akan hadirnya sebuah high-stakes conflict. Berangkat dari percakapan mereka membangun sesuatu yang tampak penting di antara mereka berdua, dari astronomi hingga buku ditemani dengan eksposisi yang manis dari Oliver Krimpas di mana penonton mulai dibawa mengurai apa yang terjadi di dalam cerita secara perlahan dan halus.

Lucunya karakter di dalam cerita menggunakan kata essay untuk mewakili apa yang sedang terjadi di dalam percakapan mereka. Tanpa drama dengan high-stakes conflict penonton dibawa seperti sedang hangout dengan dua orang nerdy di kelas mereka, menjadi semacam third wheel yang mengamati dua teman mereka yang naif itu berbincang sembari di sisi lain mulai merasakan tumbuhnya benih-benih asmara di antara dua temannya tersebut. Dua karakter kita, Maggie dan Bernard berawal dari tidak saling mengenal satu sama lain, tapi Oliver Krimpas berhasil menciptakan progress menarik di antara sehingga membuat penonton merasa bahwa Maggie dan Bernard adalah dua sosok manusia yang saling membutuhkan satu sama lain.


Well, ada sedikit pesona dan mungkin nafas Jesse dan Céline di dalam diri Bernard dan Maggie, dua orang yang pada pertemuan pertama mereka berhasil membangun koneksi menyenangkan. Di sini Oliver Krimpas dan Jonathan Kiefer gunakan fantasi dan imajinasi dari karakter mereka sebagai mesin penggerak cerita, pada akhirnya membuat narasi terasa samar namun mampu membuat pesan utama yang dibawa tersampaikan dengan punch yang kuat. Pencapaian yang tidak terlepas dari kinerja akting dua aktor, Cara Theobold dan Gethin Anthony mampu menciptakan tik-tok di antara dua karakter mereka yang terasa menarik dan menyenangkan untuk diikuti, serta mampu mempertahankan pesona karakter serta cerita termasuk ketika narasi mencoba sedikit menginjak pedal rem.

Overall, ‘Around the Sun’ adalah film yang memuaskan. Dibantu dengan editing yang terasa manis sehingga membuat perpindahan di antara tiap bagian waktu menjadi terasa dinamis, Oliver Krimpas dan Jonathan Kiefer berhasil menggunakan konsep imajinasi di dalam karakter untuk menghadirkan sebuah romance yang terasa cute in unique way. Dipenuhi dengan filosofi, pesona karakter dan cerita berhasil dijaga dengan baik sejak awal hingga akhir, kunci penting yang mampu membuat cerita yang terasa samar itu tidak jatuh menjadi monoton dan membosankan. Won’t call it soulful, but it's cute and charming in a unique way. Astounding romance. Segmented.









1 comment :

  1. “The day's beauty is blonde and brilliant, but the beauty of the night is brunette, which is more touching.”

    ReplyDelete