22 February 2020

Movie Review: Bad Boys for Life (2020)


“I never trusted anybody but you.”

Salah satu trend yang sedang marak di industri perfilman belakangan ini adalah kembalinya film atau sequels yang telah lama tertidur pulas. Bad Boys menambah panjang daftar tersebut, terakhir kali menyapa penonton tahun 2003 yang lalu lewat Bad Boys II, kini salah satu action komedi hits tersebut mencoba kembali menyapa penggemarnya. Apakah berhasil? 'Bad Boys for Life' : a worth seeing nostalgia.

Detektif Marcus Burnett (Martin Lawrence), yang baru saja memiliki cucu laki-laki, menyampaikan sebuah berita kepada partnernya Mike Lowrey (Will Smith). Setelah menjadi rekan kerja selama 25 tahun Marcus akhirnya memutuskan untuk pensiun. Namun pada sebuah acara Mike ditembak oleh seorang assassin bernama Armando Aretas (Jacob Scipio). Armando mendapat perintah dari ibunya, Isabel Aretas (Kate del Castillo) untuk membunuh semua pihak yang mengakibatkan jatuhnya kartel Aretas yang ia kelola bersama suaminya.

Setelah sembuh Mike meminta Marcus untuk membantunya menangkap sang pelaku. Namun celakanya Marcus telah berjanji kepada Tuhan bahwa ia tidak melakukan aksi kekerasan lagi. Atas instruksi Captain Conrad Howard (Joe Pantoliano) tim spesialis komputer bernama Advanced Miami Metro Operations (AMMO) ditugaskan membantu Mike, beranggotakan Kelly (Vanessa Hudgens), Dorn (Alexander Ludwig), Rafe (Charles Melton), dan Rita (Paola Núñez).


Lebih dari satu setengah dekade tertidur, apa sebenarnya niat dari comeback yang dilakukan Bad Boys ini? Apakah kembali menghadirkan sekuel merupakan sebuah ide yang bagus? Pro dan kontra tentu saja ada namun hasil yang ditampilkan oleh duet sutradara Adil El Arbi dan Bilall Fallah di film berhasil membuat pertanyaan tadi seolah tidak begitu berarti. Ini semacam petualangan yang mencoba membawa penonton bernostalgia, menyaksikan dua karakter utama yang tidak bisa dipungkiri merupakan charm utama dan di kesempatan kali ini sukses menjalankan tugasnya dengan sangat baik, serta di sisi lain mampu menutupi kekurangan yang ada. 

Apa kekurangan film ini? Ya, tipikal, yaitu ceritanya yang nothing special. Bukan merupakan sesuatu yang terasa sangat mengganggu sebenarnya namun materi yang terkandung di dalam screenplay yang ditulis oleh Chris Bremner, Peter Craig, dan Joe Carnahan itu masih “terkurung” di dalam sangkar yang sudah dibuat dua film terdahulu walaupun memang di beberapa bagian terdapat semacam self-reflection dan momen touching bagi karakter yang terasa cukup oke. Minus bukan berarti sepenuhnya berdampak jelek, buktinya keputusan untuk tetap menggunakan formula yang sama juga menghasilkan banyak dampak positif, salah satunya itu tadi, kekuatan dan peson pada nostalgia yang coba dijual.



Jualan utama dari ‘Bad Boys for Life’ ada pada dua karakter utamanya, dan itu yang terus coba digali serta dieksploitasi oleh Adil El Arbi dan Bilall Fallah di sini. Beberapa karakter baru dihadirkan untuk membuat cerita menjadi lebih segar dan tentu saja untuk menciptakan beberapa “jalan” baru bagi cerita, itu berhasil, tapi ‘Bad Boys for Life’ tetaplah milik Mike dan Marcus. Menariknya dua sutradara juga bukan hanya tidak mencoba mengubah yang sudah ada saja namun juga seolah tidak mencoba untuk “memperluas” dunia Bad Boys. Lagi dan lagi, itu keputusan yang tepat, area bermain menjadi sempit dan itu membawa dampak positif, comedic chemistry antara Mike dan Marcus berhasil tampil mempesona.

The dynamic comic berhasil, tipikal 90’s cop dua karakter utama kembali menunjukkan pesona yang membuat banyak orang mengagumi mereka, ikatan yang terjalin kini terasa lebih ringan dan ada semacam sincerity di dalam hubungan kerja dan persahabatan mereka. Hal yang sama juga hadir di elemen action, Adil El Arbi dan Bilall Fallah melakukan copy dan paste dari dua film terdahulu, yaitu gaya Michael Bay yang chaotic and noisy. Dari sudut pengambilan gambar, gerakan slow motion yang digunakan, hingga bagaimana upaya menampilkan karakter agar tampak “cool” di hadapan penonton, semua seolah dibuat agar tampak besar dan keren. Dan ya, itu salah satu faktor yang membuat film ini worth seeing.



Banyak aksi konyol namun action comedy yang bergerak cepat ini sukses menghadirkan semacam “ride” yang terasa cukup menyenangkan, thrill yang disajikan cukup oke, pemilihan lagu juga oke, hingga emosi yang dihadirkan juga tidak terasa tumpul. Mood yang diberikan cerita sukses membawa penonton yang telah menyaksikan dua film pendahulunya itu serasa sedang bernostalgia, filled with toughness and coolness dalam gerak yang groovy, dibantu dengan kinerja akting dan chemistry dari Will Smith dan Martin Lawrence yang terasa oke. Tidak semua dari mereka hadir dengan kualitas yang sangat baik memang, terlebih dengan fakta ceritanya sendiri yang well, nothing special. 



Overall, ‘Bad Boys for Life’ adalah film yang cukup memuaskan. Tampil dengan formula yang tidak jauh berbeda dengan dua pendahulunya, sutradara Adil El Arbi dan Bilall Fallah berhasil “menghidupkan kembali” duet pria tangguh dan "badut" itu, layaknya sebuah reuni dengan penuh rasa nostalgia. Tentu ada materi baru namun secara garis besar ini adalah copy dan paste dari dua film sebelumnya yang kemudian dibentuk dengan sentuhan yang lebih modern. Berhasilkah? Ya, berhasil, cepat, bising, bloody, and cool, semua tampil dengan berbagai ledakan yang cukup oke serta tentu saja, fokus pada dua karakter utama, Mike and Marcus. It’s a good nostalgia. A good guilty pleasure.












1 comment :