05 January 2019

Movie Review: Aquaman (2018)


“Atlantis has always had a king. Now it needs something more.”

Warner Bros. pada awalnya seolah merasa "gengsi" untuk membuat DC Extended Universe mereka keluar dari tone “dark” yang sedari awal diusung. Namun menariknya di ‘Wonder Woman’ justru hadir sedikit pergeseran tone yang membuahkan hasil sangat positif. Beban kemudian berpindah ke pundak Aquaman dengan tantangan utama yang masih sama: mampukah film selanjutnya di DC Extended Universe tidak hanya sekedar meneruskan kesuksesan ‘Wonder Woman’ meraih cinta dari penonton, namun juga menjadi an engaging superhero movie with more “good” fun? Aquaman: a wild and weird rollercoaster.

Pada tahun 1985, ketika badai melanda pesisir pantai kota Maine, penjaga mercusuar bernama Thomas Curry (Temuera Morrison) melihat seorang wanita terdampar tidak berdaya. Nama wanita tersebut adalah Atlanna (Nicole Kidman), sosok yang ketika terbangun dari kondisi pingsan justru membuat kekacauan di dalam rumah Thomas. Mereka berdua jatuh cinta, memiiki anak bernama Arthur Curry (Jason Momoa). Namun sayangnya belum sempat melihat Athur tumbuh dewasa Atlanna terpaksa pergi, kembali ke kerajaan bawah laut, Atlantis.

Tumbuh dewasa Arthur kini menjadi “pelindung” lautan dari aksi kejahatan manusia, hal yang kemudian membuatnya mendapat musuh baru yakni David Kane (Yahya Abdul-Mateen II), alias Black Manta. Namun itu tidak seberapa jika dibandingkan bahaya yang sedang tumbuh di kerajaan Atlantis. Saudara Arthur, Orm Marius (Patrick Wilson), alias Ocean Master, berusaha menyatukan kembali tujuh kerajaan untuk melakukan perang dengan dunia di atas laut. Hal tersebut memaksa Arthur menerima permintaan dari Mera (Amber Heard), untuk kembali ke bawah laut dan menyelamatkan Atlantis.


Setelah menjadi karakter yang sudah terlebih dahulu “menyapa” penonton lewat Justice League, ‘Aquaman’ mengikuti cara bermain yang sama dengan apa yang pernah dilakukan oleh ‘Wonder Woman’, secara garis besar. Kita dibawa mundur untuk melihat asal mula dari karakter superhero yang eksentrik ini, di tangan James Wan “dasar” dari karakter Arthur atau Aquaman itu terbentuk dengan cepat, efektif dan juga ringan. Dan sama pula seperti ‘Wonder Woman’, ‘Aquaman’ berhasil menjadi film kedua di dalam DC Extended Universe yang mampu menampilkan apa yang di tiga film lainnya tidak hadir, yaitu more “good” fun and engaging story.

Belum sempurna memang, namun di sini kita mendapatkan sebuah kisah epic yang berhasil “feels like an epic.” Mengusung kisah mitologi sutradara James Wan ('Saw', ‘The Conjuring’) berhasil membentuk dan juga memanfaatkan dengan baik kesan “aneh” yang dimiliki dunia bawah laut di dalam cerita, dari bentuk script yang disusun oleh David Leslie Johnson-McGoldrick dan Will Beall ke dalam presentasi visual yang kental dengan cita rasa kartun. Pada awalnya memang akan terasa absurd dan lucu, ada rasa berbeda dari film-film superhero pada umumnya, terasa segar dengan kuantitas dan kualitas seperti yang Deadpool dahulu berikan di film pertamanya.


Ya, di banyak bagian ‘Aquaman’ memang akan terasa aneh, terlebih dengan gerak cepat yang diterapkan oleh James Wan sehingga tidak ada eksplorasi yang terlalu dalam di sektor cerita. James Wan fokus pada “menghidupkan” berbagai ide dunia bawah laut menjadi visual, pakaian penuh warna-warni, senjata dan kendaraan perang “mewah” dan unik. Seolah mencoba membangun “underwater Game of Thrones”, it’s so crowded, script terasa sesak, muncul isu pada benang narasi dan juga resonansi emosi, James Wan berusaha membuat ‘Aquaman’ terasa flashy namun juga menyebabkan tone menjadi terasa tidak konsisten di beberapa area. 

Namun menariknya ‘Aquaman’ terasa unik justru karena hal-hal tadi hadir dengan kesan “di sengaja” oleh James Wan. Kisah kembalinya Arthur ke rumah asalnya ini sengaja terus dikemas oleh James Wan dengan cita rasa eksentrik, dan untuk mencapai itu ia berani mengambil resiko: style over substance namun tetap tidak sampai terasa meaningless. Jagoan utama dibentuk agar dengan cepat terasa dekat dengan penonton, kesan “awe” dari berbagai superhuman powers yang dimiliki Aquaman tetap terasa punchy ketika hadir, bersama dengan CGI dan juga elemen humor yang sama-sama terasa jenaka, James Wan menciptakan sebuah rollercoaster yang terasa flawed but fun.


Menonton ‘Aquaman’ terasa seperti menyaksikan sebuah B-Movie yang dibentuk dengan perencanaan dan eksekusi yang matang. Lewat ‘Aquaman’ James Wan kembali membuktikan bahwa dia seorang sutradara yang kreatif, strange material justru tanpa takut ia tampilkan ke dalam bentuk sebuah rollercoaster yang terasa bumpy dan messy namun tidak terasa menjengkelkan. Dari humor efektif yang bertebaran di banyak area hingga pertempuran yang terasa oke itu, James Wan sukses menjaga agar “charm” yang ia bentuk sedari awal secara konsisten terus mengikat atensi dan memenangkan kembali senyum dari penonton ketika berbagai isu di atas tadi muncul.

Hal positif tersebut berhasil James Wan raih juga tidak lepas dari peran dari jajaran cast. Sejak muncul di Justice League salah satu hal paling berkesan dari Aquaman adalah karakteristik corny yang ia punya, Jason Momoa tampilkan itu dengan sangat baik, kesan tangguh dan cool dari Aquaman terasa oke namun comic instincts juga terasa mumpuni. Amber Heard berhasil membuat Mera punya pesona bersinar, chemistry dengan Mamoa juga terasa oke jika menilik pergeseran tone yang kerap terjadi. Nicole Kidman berhasil menjalankan tugasnya untuk menjadi jangkar emotional depth dari cerita, sementara dengan “penjelasan” yang terasa simple pada karakter Orm apa yang ditampilkan Patrick Wilson di sini tidak terhitung buruk. 


Overall, ‘Aquaman’ adalah film yang cukup memuaskan. Sebelumnya DC Extended Universe dikenal dengan pendekatan nada “kelam” pada superhero mereka, dan ‘Aquaman’ melanjutkan upaya pergeseran tone tersebut sehingga menjadi lebih berwarna. Di tangan James Wan yang menghadirkan eksekusi “berani” ‘Aquaman’ hadir layaknya sebuah rollercoaster B-Movie yang terasa matang, dibantu dengan karisma yang oke dari karakter berhasil menyuguhkan sebuah petualangan bawah laut yang terasa eksentrik with engaging story and a lot of fun. ‘Aquaman’ isn't great, but surely it’s a well-done wildly and weird superhero movies. Segmented.










0 komentar :

Post a Comment