27 December 2016

Review: Fences (2016)


"I gave you your life!"

Kita tahu bahwa salah satu hal yang sulit untuk dilepaskan dari awards seasons di setiap penghujung tahun adalah film-film yang coba dibentuk sedemikian rupa dengan tujuan utama untuk meraih kemenangan di berbagai penghargaan pada awards seasons tadi. Banyak di antara mereka yang berhasil namun tidak sedikit pula yang gagal, mereka mungkin punya kualitas yang berbeda tapi sangat mudah untuk “merasakan” aroma yang mereka punya dan memberikan label sebagai Oscar bait kepada mereka. ‘Fences’ merupakan film yang dapat dikatakan dibentuk khusus untuk berbagai penghargaan film, sebuah adaptasi dari play dengan judul sama karya August Wilson. Pertanyaannya adalah bearkhir di kelas mana Fences di antara Oscar bait lainnya di tahun ini?

Troy Maxson (Denzel Washington) merupakan seorang tukang sampah yang hyper-talkative, di pekerjaannya ia mungkin invisible di antara white society tapi tidak ketika ia berada di rumah yang ia tempati bersama wanita bernama Rose (Viola Davis). Kegemaran Troy adalah berkumpul bersama temannya salah satunya bernama Jim Bono (Stephen McKinley Henderson) di halaman belakang rumahnya. Di sana ia berbagi kisah tentang dark stories, perjuangannya menghadapi hal terkait ras di masa lalunya, sebuah kisah bitterness termasuk dua anaknya Cory (Jovan Adepo) dan Lyons (Russell Hornsby). 


Mayoritas durasi film ini akan mengajak kamu menyaksikan Troy bercerita tentang kisah pahit yang ia miliki di dalam kehidupannya, dari rasa trauma yang ia peroleh dari sang ayah hingga perasaan terpinggirkan dari dunia di sekitarnya. Dari sana kamu akan melangkah maju untuk menyaksikan Troy kemudian “berdamai” dengan masalahnya tadi lengkap dengan berbagai pertanyaan tentang kehidupan dan menjadi manusia di dalam cerita. Troy sendiri dapat dikatakan merupakan contoh terbaru dari karakter yang semakin sering menjadi materi empuk bagi filmmaker yang menaruh awards season sebagai target  utamanya, seorang African-American yang kemudian disandingkan bersama masalah terkait keadilan terhadap black people. Hope selalu menjadi fokus utama di film ini dan di tangan Denzel Washington karakter Troy konsisten menjadi sosok yang menarik untuk diamati. 


Troy punya semacam hook yang oke di dalam dirinya dan hal itu Denzel Washington tampilkan dengan baik terutama sebagai dalam posisi sebagai aktor. Screenplay yang ditulis langsung oleh August Wilson itu tidak mencoba menghindari dari sisi sulit yang dimiliki oleh berbagai pertanyaan yang berada di dalam pikiran Troy serta karakter di sekitarnya, terutama Rose, dari human lives hingga yang sederhana seperti krisis di dalam keluarga, di sini Fences seperti mencoba memadukan past and present untuk menyokong isu tentang batasan yang tercipta dalam hal race di kehidupan manusia. Cerita Fences terasa composed sejak awal bahkan ketika ia telah berakhir tapi mari kembali ke pertanyaan di awal tadi, di mana posisi film ini jika dibandingkan dengan film-film "Oscar bait" yang lain? It’s good namun tidak memancarkan sinar yang sangat terang dan mampu membuat penonton berkata wow



Ibarat pisau Fences merupakan pisau yang dapat digunakan dengan mudah untuk menguliti seekor ayam tapi ia tidak mampu memotong daging sapi ukuran sangat tebal. Penonton dapat merasakan apa yang film ini coba gambarkan, sesuatu yang sesungguhnya bukan lagi merupakan hal yang baru karena selalu menjadi senjata potensial di setiap awards seasons, namun berbagai isu dan pesan itu tidak berakhir di posisi tertinggi. Materi yang ia punya seperti tidak memberi kesempatan yang besar bagi Washington untuk mengeksplorasi konflik dari halaman belakang rumah Troy serta di dalam rumah. Script Fences terasa seperti mencoba agar dapat tampil efektif serta tepat sasaran, tidak ada ruang atau celah yang dapat Washington gunakan untuk “membakar” materi sedikit lebih dalam sehingga meninggalkan bekas dalam bentuk kesan yang lebih mendalam. 


Alhasil Fences terkesan seperti hanya mencoba datang lalu meninggalkan penonton dengan berbagai pertanyaan yang terkesan sulit. Seandainya script memberi kesempatan bagi Denzel Washington untuk membuat dramatisasi menjadi lebih “juicy” saja mungkin Fences akan berhasil menjadi sebuah penggambaran tentang liberties yang berada di satu tingkat lebih tinggi dari apa yang ia capai di sini. Bukan berarti buruk, apa yang Fences hadirkan terasa engaging for me namun saya hanya menyayangkan kualitas “bite” yang ia hadirkan tidak sesuai dengan ekspektasi karena back again after all it’s an Oscar bait. Performa akting berhasil menjadi spotlight di balik cerita yang bermain “tenang” itu dengan Washington berhasil menjadi karakter utama yang terus mengunci atensi dengan masculinity yang Troy miliki. Tapi jika harus memilih bintang di sini adalah Viola Davis, Rose ia tampilkan sebagai wanita yang quiet namun memiliki grace dan gravitas yang memikat. 


Bermain seperti layaknya sebuah play di dalam layar lebar ‘Fences’ berhasil menjadi sebuah penggambaran efektif tentang berbagai isu yang dihadapi oleh black people, berhasil bercerita tentang humanity dengan cara yang subtle. Apa yang membuat ‘Fences’ kurang berhasil bersanding sejajar dengan film-film "Oscar bait" lainnya adalah meskipun terasa composed sayangnya ia terasa kurang menggigit, terasa kurang nendang and lacked nuance. Seperti yang disebutkan di awal tadi bahwa banyak di antara film Oscar bait yang berhasil namun tidak sedikit pula yang gagal, dan ‘Fences’ duduk manis di antara dua bagian tersebut, sebuah drama yang terasa engaging but less bite. Segmented.











0 komentar :

Post a Comment