05 August 2016

Movie Review: Time Renegades (2016)


Terdapat kalimat yang mungkin telah sering kita temukan, bahwa “yesterday is history, tomorrow is a mystery, and today is a gift”. Semuanya telah punya siklus yang “tetap” di kehidupan normal oleh sebab itu kita manusia harus bertindak dengan “baik dan benar” untuk dapat menghasilkan situasi yang manis di tiga bagian tadi. So, bagaimana jika history tadi dapat “dimodifikasi” untuk menghasilkan gift yang lebih baik dari sebelumnya? Sutradara ‘My Sassy Girl’ dan ‘The Classic’ menggunakan pertanyaan tadi untuk mengajak penontonnya masuk ke dalam sebuah fantasi berisikan misteri, suka dan duka, dan tentu saja seperti film Korea pada umumnya, emosi dan cinta. Time Renegades (Siganitalja): an understated melo-thriller.

Ji-Hwan (Cho Jung-suk) yang merupakan seorang guru musik dan  akan segera menikahi pacarnya Yoon-Jung (Lim Soo-jung), mencoba melindungi Yoon-Jung yang sedang terlibat dalam sebuah kasus. Usaha tersebut celakanya berakhir buruk, Ji-Hwan menderita luka dan tak sadarkan diri di ruang gawat darurat. Hal yang sama juga dialami oleh rookie detektif bernama Gun-Woo (Lee Jin-wook) yang terluka ketika bertugas di perayaan malam pergantian tahun dan kini dalam kondisi tak sadarkan diri. Untung saja sebuah “kejutan” defibrillator berhasil membangunkan dua pria tersebut.

Tapi kejadian tersebut membawa Ji-Hwan dan Gun-Woo ke dalam situasi yang rumit. Ji-Hwan kini dapat melihat kehidupan sehari-hari dari Gun-Woo melalui mimpinya, begitupula sebaliknya. Gun-Woo yang bertemu dengan So-Eun (Lim Soo-Jung), wanita yang mirip dengan Yoon-Jung, pada akhirnya mempelajari tentang kasus yang menimpa Ji-Hwan lewat koneksi dan visibilitas yang mereka miliki kini. Misi dua pria itu adalah untuk menyelamatkan So-Eun yang ternyata kini berada dalam kondisi berbahaya. Yang menjadi masalah adalah Ji-Hwan dan Gun-Woo hidup di dua era yang berbeda, Ji-Hwan di tahun 1983, Gun-Woo di tahun 2015. 


Ya, terlepas dari potensi untuk meninggalkan “lubang” yang begitu tinggi kisah yang mengusung “time travel” dalam bentuk apapun selalu terasa menarik, at least dia punya premis yang menantang untuk diikuti. ‘Time Renegades’ memiliki konsep klasik yang dimodifikasi dengan cara yang menarik, menyajikan plot yang berpusat pada dua alur cerita ini terjalin dengan menggunakan cerita tentang pembunuhan, cinta, dan nasib di dalamnya. Pertanyaannya adalah apakah konsep tersebut berhasil diterjemahkan ke dalam presentasi yang menantang dan juga menarik? Cerita terasa cukup baik dalam menciptakan lingkaran masalah dan itu dimanfaatkan dengan cukup baik oleh sutradara Kwak Jae-yong (The Classic, My Sassy Girl) ketika membentuk kisah time travel menjadi sebuah petualangan dengan thrill yang menarik namun tetap memiliki pendekatan mellow andalannya.

Time Renegades’ terasa "liar" tapi memiliki keseimbangan yang terasa cukup manis antara konsep time travel, nafas thriller serta unsur drama dengan bumbu romance di dalamnya. Dari wanita yang karakter cintai hingga berbagai kenangan di dalamnya fokus ‘Time Renegades’ terasa cukup stabil hingga akhir, semacam mendorong isu sederhana dan klasik tentang seberapa jauh anda akan berusaha untuk menyelamatkan orang yang anda cintai dalam sebuah perjuangan hidup atau mati. Kita dibawa untuk menyaksikan hubungan antara dua orang asing dengan banyak ketegangan di sana-sini tapi ketika terus bolak-balik antar “zona” waktu itu konsep yang merupakan sebuah fantasi itu tetap terasa natural, masih memiliki “emosi” yang mumpuni sehingga tidak sepenuhnya terasa inhuman.


Meskipun merupakan film dengan basis utama thriller tapi ‘Time Renegades’ tidak sepenuhnya thriller, ia lebih terasa seperti melo-thriller. Mellow di sini tidak membuat ‘Time Renegades’ terasa “rapuh” seperti melodrama pada umumnya yang mengandalkan air mata untuk menyokong unsur drama, penonton "diikat" dengan thrill yang cukup oke tapi di sisi lain kita dapat merasakan gejolak emosi dan asmara dengan bobot yang manis di dalamnya. Sebuah kisah tentang bagaimana karakter mendapatkan kembali kebahagiaannya dengan cara mengubah resolusi akibat pengaruh lingkungan di sekitarnya, itu dipresentasikan dengan manis di sini. Walaupun plot bergerak sebagai sebuah thriller kita tetap tidak kehilangan “grip” atau panas dari unsur romance dan drama, tidak memiliki “ledakan” yang luar biasa tapi semua elemen berhasil diorganisir dengan cukup baik sehingga tercipta sebuah konvergensi yang manis.

Ya, selain disebabkan script yang cukup oke pencapaian tadi juga berkat pendekatan yang diterapkan Kwak Jae-yong pada materi yang ia punya, menggunakan mereka untuk menciptakan petualangan dengan banyak warna namun memiliki beat atau irama yang padat. Meskipun bukan merupakan sebuah time-slip melempar penonton masuk ke kombinasi masalah di dalam dua buah waktu dan ruang yang berbeda menciptakan rasa bingung di bagian awal, tapi cara Kwak Jae-yong membangun ruang dan mempermainkan perspektif karakter serta konflik membuat apa yang terjadi setelah bagian pembuka tadi perlahan berubah menjadi sebuah jalan yang tidak terasa "kasar". Kwak Jae-yong mampu mempertahankan fokus utama dari visi yang ia bawa, seperti judul yang digunakan kita dibawa kedalam petualangan rumit namun sederhana dengan menyaksikan karakter mencoba “melawan” waktu.


Walaupun kerap terasa “terlalu aman” at least pada akhirnya film ini mampu mencapai berbagai tujuan yang ia bawa sejak awal, seperti menjadi thriller dengan thrill yang cukup oke serta menjadi melodrama dengan isu tentang kehidupan yang umum, sederhana dan ringan di dalamnya. Kwak Jae-yong mampu membuat pondasi yang baik pada konflik dan karakter, berhasil meminimalisir dampak “merugikan” terhadap film secara keseluruhan dari konsekuensi mengubah masa lalu yang dilakukan karakter, menciptakan rintangan yang oke termasuk karakter lain yang juga tampak seperti memiliki potensi menjadi troublemaker mematikan, dan bungkus mereka dengan melodrama yang tampil sentimental tapi tidak berlebihan. Memang terdapat beberapa bagian yang terasa kasar seperti subplot terkait balas dendam itu misalnya tapi itu tidak membawa ‘Time Renegades’ jatuh terlalu jauh dari jalur yang ia punya.

Time Renegades’ juga punya elemen teknis dan kinerja akting yang mumpuni. Perbedaan dua era terasa kontras secara visual, elemen action tersusun manis sehingga terasa enak diikuti, score rasa orchestra mampu menyokong tensi dan emosi, serta editing mampu menyatukan itu semua menjadi sebuah presentasi yang terasa padat. Kinerja akting juga sama baiknya, tidak luar biasa tapi understated. Chemistry di antara para pemain terasa oke, Lee Jin-wook (Nine: Nine Times Time Travel) berhasil menampilkan “lapisan” yang menarik ketika Gun-Woo belajar tentang apa yang terjadi di masa lalu, sementara Cho Jung-suk berhasil mempermainkan emosi karakternya lewat ekspresi yang oke setiap kali ia muncul di layar. Lim Soo-Jung tampil baik dalam menampilkan kepribadian dua karakter meskipun sayangnya sedikit tenggelam di balik dua karakter utama pria. Beberapa pemeran karakter sekunder juga menampilkan kinerja yang menarik.


Overall, Time Renegades (Siganitalja) adalah film yang cukup memuaskan. Tampil sebagai sebuah melo-thriller ‘Time Renegades’ berhasil memanfaatkan 107 menit durasi yang ia miliki untuk menyajikan sebuah petualangan fantasy dan romance yang menghibur. Tidak pernah mencapai posisi yang begitu tinggi memang namun perpaduan past and present dengan menggunakan misteri ini berhasil membuat penonton berinvestasi pada konflik dan karakter, liar dan penuh liku namun kisah tentang bagaimana tindakan di masa lalu memberi pengaruh pada masa depan ini meskipun tidak mencengkeram namun mampu mengikat penonton untuk merasa ikut terlibat di dalamnya. Dibantu pula oleh elemen teknis dan kinerja akting yang mumpuni Kwak Jae-yong berhasil menyampaikan kisah tentang suka dan duka kehidupan dalam bentuk sebuah melo-thriller yang understated. Segmented.














0 komentar :

Post a Comment