18 June 2016

Review: The Conjuring 2 [2016]


"This is my home. Get out now!"

Harapan dari semua penikmat film dari sebuah sekuel mayoritas sama, kita ingin sebuah kelanjutan yang lebih ambisius dari pendahulunya dan tentu saja menawarkan sesuatu yang lebih segar di dalamnya. Dua musim panas telah berlalu dan kali ini pria yang on-the-right-way to be master of modern horror, James Wan, mencoba untuk kembali “menghangatkan” summertime kita dengan jeritan dan paranoia. Ini tidak lebih ambisius dari The Conjuring, namun dengan cermat dalam menerapkan aturan dasar genre horror The Conjuring 2 berhasil memberikan pengalaman “mulanya biasa saja, akhirnya datang juga” seperti “haunted house" di taman bermain. Its good plays with your fears.

London, 1977, wanita bernama Peggy Hodgson (Frances O’Connor) bertemu dengan situasi yang semakin membuat dirinya frustasi. Berawal dari dua anak perempuannya, Janet (Madison Wolfe) dan Margaret (Lauren Esposito) yang mencoba bermain Ouija mereka menemukan fakta bahwa rumah yang mereka kini tempati masih diawasi oleh “penghuni” lamanya, dan hal-hal aneh kemudian terus berlanjut pada Janet. Hal tersebut yang membawa Ed Warren (Patrick Wilson) dan Lorraine Warren (Vera Farmiga) menuju London. Lorraine sendiri merasa khawatir dengan misi mereka ini karena sebelumnya ia telah mendapat visi bahwa sesuatu yang buruk akan menimpa Ed.

Bukan sinopsis dan konflik yang kembali memutar basis film pertama melainkan permainan atmosfer yang menjadi hal paling menarik dari The Conjuring 2. Sutradara James Wan, yang juga turut menulis screenplay bersama Carey Hayes, Chad Hayes, and David Leslie Johnson, melakukan pekerjaan yang kompeten di sini, ia membuat The Conjuring 2 seperti pengalaman haunted house di taman bermain. Sama persis, ketika kamu masuk kedalam haunted house kamu akan langsung merasakan atmosfir yang chilling, sikap kamu akan berubah menjadi siaga siapa tahu “hantu” akan muncul ketika kamu bergerak satu langkah ke depan. James Wan di sini seperti pengendali yang menonton kamu dari jarak jauh, ketika kamu lengah ia tekan tombol “Go” yang telah ia siapkan, dan “BOO!” muncul kejutan dengan suspense yang terasa manis dan kemudian memecah keheningan.



Hal tersebut sebenarnya klasik dan klise tapi bekerja dengan baik di sini karena penonton juga merasa terlibat di dalam cerita. Mood cerita terasa kuat dan mampu untuk membuat penonton terus merasa terikat. Sulit untuk menjauh dari paranoia melihat hal sederhana seperti toy zoetrope yang diiringi 'There Was a Crooked Man' dan mainan mobil pemadam kebakaran ketika kamu sudah merasa terikat dengan cerita. Di sini James Wan mencoba untuk menciptakan ketegangan dengan memanfaatkan entity yang menyeramkan, ia cermat dalam meletakkan dasar yang menakutkan lalu menuntun penonton ke proses mengamati yang dingin. Kita perlahan menemukan diri kita merasakan penderitaan yang dialami karakter, dari stress yang dialami oleh Peggy hingga vision yang diperoleh Lorraine Warren, mereka James Wan rakit dengan baik memanfaatkan atmosfir yang ditunjang dengan penggambaran visual yang impresif.



Visual The Conjuring 2 ini terasa impresif, not like something you’ve never seen before tapi saya suka cara sinematografi turut menyokong energi film secara keseluruhan bersama dengan score yang juga manis. Tensi cerita perlahan meningkat, camerawork ditunjang dengan editing yang baik pula mampu “menangkap” energi dengan baik sehingga apa yang tampil di layar berhasil membuat imajinasi penonton mulai bermain dengan hal-hal liar. Apakah “dia” di sana? Apakah “dia” tidak ada di sana? Formula itu berulang kali dipakai James Wan dengan baik di sini termasuk menunjukkan kita sosok hantu secara sekilas. Cara main tarik dan ulur The Conjuring 2 ada di level baik, terkadang segala sesuatu digerakkan dengan cepat tapi ada pula momen lamban yang mencoba sedikit mengatur tempo dan memberi kesempatan bagi penonton untuk mengatur nafas dan posisi duduk mereka. Tapi cara tarik dan ulur itu juga menjadi sumber masalah yang dialami The Conjuring 2.



Segala kenikmatan tadi terasa maksimal di paruh pertama cerita, tapi paruh kedua dari kisah yang berjalan dengan durasi sebesar 134 menit ini terasa kurang maksimal. Sangat disayangkan ketika telah tampil dengan rasa The Exorcist (1973) sejak awal dan perlahan berhasil membawa penonton seperti menaiki tangga di paruh kedua kita bertemu dengan sebuah tanah lapang dengan ketinggian yang rata.  Bukan berarti The Conjuring 2 berubah jadi datar tapi tingkat tekanan supranatural cerita tidak lagi bergerak naik, kita masuk kedalam mode menunggu Lorraine “sadar” pada clue terkait Valak yang telah ia dapatkan sebelumnya. Semenjak mode tersebut muncul The Conjuring terasa sedikit kendur, semangat dan power tertindas yang dialami oleh karakter terasa sedikit kendur. Di bagian ini James Wan juga mencoba sedikit mengubah suasana dengan mood yang sedikit sentimental, terasa manis tapi berakhir kurang maksimal.



Untung saja James Wan sedari awal sudah berhasil mengikat penonton untuk merasa seperti berada di samping karakter sehingga kekurangan tadi tidak bersifat merusak skala besar. Keberhasilan itu juga berkat kinerja cast yang mumpuni. Seperti yang mereka lakukan di The ConjuringVera Farmiga dan Patrick Wilson kembali berhasil memberikan performa yang believable dengan chemistry yang kuat. Cast members selain Farmiga dan Wilson juga memberikan performa meyakinkan, Simon McBurney mampu memberikan sedikit sisi konyol, Franka Potente berhasil membuat Anita Gregory tampak menjengkelkan dengan pendiriannya yang teguh, dan Frances O'Connor berhasil memberikan emosi seorang ibu yang manis. Bintang muda Madison Wolfe adalah kekuatan utama film ini, cara ia menangani kewajiban membuat Janet sebagai karakter “bipolar” terasa kuat dan memikat.



Melalui The Conjuring 2 ia memang tidak membawa sesuatu yang benar-benar baru ke ranah hiburan horror, namun James Wan sekali lagi membuktikan bahwa ia merupakan seorang yang ahli dalam menciptakan dan membangun ketegangan pada sebuah petualangan sempit, gelap, dan dipenuhi suara aneh dengan baik, walaupun kini sayangnya terasa kurang maksimal. The Conjuring 2 selalu kompeten ketika bermain dengan paranoia penontonnya, there were effective moments to plays on your fears, namun ketika ia berakhir impresi yang tertinggal sama seperti ketika selesai menyaksikan film-film horror “normal” lainnya. It’s entertaining, it’s creepy, but it's less shocking.













Cowritten with rory pinem

3 comments :

  1. Conjuring memang film horror yang top, gak murahan. Untuk info meme valak conjuring silahkan kunjungi: http://memesegar.blogspot.co.id

    ReplyDelete
  2. Koq ada 2 review-nya? http://rorypnm.blogspot.co.id/2016/06/movie-review-conjuring-2-2016.html

    ReplyDelete
    Replies
    1. Beda penulis. Cek bagian bawah setiap review. :)

      Delete