30 April 2016

Review: Our Little Sister [2015]


Our Little Sister banyak mengingatkan saya pada Another Year, sebuah observasi dengan nada lembut terhadap karakter dalam konsep menyaksikan kehidupan sehari-hari yang sepintas tampak sepele namun menghasilkan berbagai isu tentang duka dan suka kehidupan yang dikemas dengan begitu menawan. Seperti itulah film ini, sebuah “petualangan” yang mungkin akan Studio Ghibli hasilkan jika mereka membuat film live-action, seperti sebuah pagelaran lukisan yang berisikan berbagai lukisan tentang hidup yang tidak sekedar memanjakan mata dan pikiran kamu saja namun juga menyentuh dan mempermainkan hati serta emosi. Hirokazu Koreeda best movie since Still Walking, Our Little Sister is an art from an artist, an exquisite drama.

Sachi Kōda (Haruka Ayase), Yoshino Kōda (Masami Nagasawa), dan Chika Kōda (Kaho) merupakan kakak beradik yang kini tinggal di sebuah rumah peninggalan nenek mereka di Kamakura. Sachi dan dua adik perempuannya itu hidup di dalam sistem yang “hangat”, Sachi mengambil peran sebagai pemimpin dan figure ibu bagi adik-adiknya, Yoshino merupakan wanita berjiwa bebas yang selalu bermasalah dalam hubungan percintaan, dan Chika adalah wanita muda yang masih kesulitan mengekspresikan suara hatinya. Suatu hari ayah yang telah lama meninggalkan mereka meninggal dunia, dan Sachi, Yoshino, serta Chika diminta untuk menghadiri acara pemakaman. Di sana mereka bertemu dengan Suzu (Suzu Hirose), gadis muda pemalu, saudara tiri mereka. 



Hirokazu Koreeda masih bermain di formula andalannya di sini, kembali bercerita tentang hidup dan manusia lewat sebuah presentasi sederhana namun meninggalkan penonton dengan dampak yang tidak sederhana. Our Little Sister adalah sebuah media di mana penonton tidak hanya sekedar mengamati dan memahami isu tentang hubungan antar manusia saja namun juga ikut merasakan. Seperti yang disebutkan tadi ini seperti sebuah pagelaran lukisan yang berisikan berbagai lukisan tentang hidup yang tidak sekedar memanjakan mata dan pikiran kamu saja namun juga menyentuh dan mempermainkan perasaan serta emosi kamu. Pada awalnya semua tampak biasa seolah kita hanya diajak untuk menyaksikan tiga saudara kandung mencoba beradaptasi dengan adik baru mereka, begitu pula sebaliknya, namun perlahan Koreeda bawa itu maju menuju observasi yang lebih mendalam.



Lebih mendalam di sini hadir dalam konteks yang halus dan lembut. Premis seperti yang dimiliki Our Little Sister punya potensi untuk jatuh kedalam presentasi yang mengarahkan penonton pada pandangan yang bersifat menghakimi tidak peduli seberapa sederhana isu yang ia bawa, namun Our Little Sister tidak pernah sekalipun bergerak mendekati kondisi tersebut. Ini seperti sebuah undangan kepada penonton untuk mengamati kehidupan empat saudara yang masing-masing memiliki masalah sendiri, dan usaha saling membantu di antara mereka membawa keluar berbagai hal menarik tentang manusia, terutama kasih sayang. Berawal dari hubungan orangtua, kemudian menyelidiki masalah individu, rasa hangat selalu hadir di dalam cerita, dan  ketika kamera bergerak mendekati karakter untuk membawa kamu merasakan apa yang mereka rasakan, boom, sukacita dan dukacita terasa begitu nyata.



Pukulan yang begitu memikat dari emosi yang terkandung di dalam cerita bukan satu-satunya hal menarik dari sektor cerita. Jika berbicara secara sepintas tidak banyak masalah yang terjadi di cerita dan sifat mereka yang tidak saling menyambung secara “frontal” di dalam alur cerita juga berpotensi menciptakan kesan “so what?” bagi beberapa penonton. Namun sesungguhnya di situ letak keindahan Our Little Sister, Koreeda menangani sebuah perputaran masalah seperti berada di dalam sebuah lingkaran namun dengan irama yang begitu tenang namun mengikat ia coba bawa kamu untuk tenggelam lebih jauh di dalam kehidupan Sachi dan adik-adiknya itu. Alasan dari keputusan tersebut sebenarnya juga mudah, karena masalah yang dialami mereka berisikan berbagai isu yang begitu mudah kita temukan di kehidupan sehari-hari sehingga Koreeda dorong agar kamu seolah merasa ikut menjadi anggota kelima di dalam cerita.



Hal tersebut yang saya suka dari Our Little Sister, ketimbang berisikan berbagai konflik dalam benang kusut dengan disertai ledakan di sana-sini Koreeda bentuk hubungan antara Sachi, Yoshino, Chika, dan Suzu seperti sebuah puzzle yang semakin jauh durasi berjalan semakin terbentuk. Secara perlahan mereka bersama-sama saling membantu, dari frustasi, "self error", hingga berusaha menjalani hidup tanpa mengulangi kesalahan yang telah dilakukan oleh pendahulu mereka. Dari awalnya tampak seperti usaha tiga wanita menerima saudara tiri mereka Our Little Sister perlahan berubah menjadi sebuah kisah tentang hidup dengan sensitifitas yang menawan. Hanya dengan hubungan antara aksi dan reaksi serta mengamati kelemahan setiap manusia kita dibawa menyaksikan manusia mencoba memahami ketidaksempurnaan manusia, mondar-mandir bersama tawa dan tangis tanpa pernah terasa dipaksa dan terlalu manipulatif. 



Namun di balik kemampuan Koreeda membentuk cerita dengan begitu lembut dan kuat eksekusi yang ia lakukan pada karakter juga memiliki peran penting bagi pencapaian Our Little Sister. Dirawat dengan sangat baik adalah penggambaran yang paling tepat pada apa yang Koreeda lakukan terhadap karakter yang ia punya. Dengan mengandalkan makanan sebagai “pemanis” kita dibawa menyaksikan karakter tumbuh mencari kehangatan di balik status keluarga disfungsional yang mereka peroleh, dan pertumbuhan itu terus terasa menarik berkat karakter yang penggambarannya begitu nyata. Sachi, Yoshino, Chika, Suzu, dan karakter lain terasa seperti manusia nyata di kehidupan nyata sehingga koneksi antara mereka dengan penonton juga menjadi sangat kuat. Meskipun tanpa disertai latar belakang yang rumit kamu dapat merasakan yang mereka rasakan dengan sangat mudah, mereka seperti sahabat baru yang menarik dan ingin kamu kenal jauh lebih dalam.


Aksi Koreeda "melukis" cerita dari sinopsis yang sederhana juga mendapat bantuan dari para pemeran yang tampil begitu padat, memberi eksekusi sesuai dengan tugas mereka masing-masing. Memilih aktris dengan kinerja terbaik dari empat pemeran utama merupakan sesuatu yang sulit, mereka seperti sebuah tim yang tidak dapat dipisahkan. Haruka Ayase tampil begitu kokoh sebagai pemimpin, kamu dapat merasakan aura leadership yang ia punya dan gejolak dari kisah asmara yang memiliki kaitan dengan masa lalu kelam juga ia tampilkan dengan begitu tajam. Kaho mungkin memiliki porsi yang paling sedikit dari empat pemeran utama namun ia sukses menjadi penyeimbang. Masami Nagasawa diberi beberapa konflik yang membuat ia sering mondar-mandir untuk “bergesekan” dengan berbagai karakter, dan itu Masami Nagasawa lakukan dengan baik. Suzu Hirose juga tidak tenggelam di balik tiga pemeran dewasa, ia dengan baik membentuk Suzu sebagai pembuka jalan bagi tiga karakter lain untuk berdamai dengan masalah mereka masing-masing.



Tanpa menampilkan sebuah gejolak besar disertai ledakan yang besar pula Our Little Sister (Umimachi Diary) berhasil meraih apa yang ingin dicapai oleh film-film dengan misi serupa. Banyak isu yang film ini bawa, dari pengampunan, pengorbanan, hingga kebahagiaan ditampilkan dengan pertumbuhan emosi yang lembut dalam bentuk episodik, tanpa mencoba tampil dengan oktan tinggi mencoba menyorot sebuah proses transformasi jiwa dari empat karakter termasuk kasih sayang di antara mereka yang membuat penonton tenggelam ke dalam irama dan kemudian menemukan diri mereka tersenyum bahagia. Tampil dengan ketenangan penuh harmoni tanpa lupa memancarkan pesona yang ia miliki, Our Little Sister merupakan sebuah potret serta lukisan tentang hidup yang begitu indah. Yeah, ini seperti menonton versi live-action dari film karya Studio Ghibli. Segmented. 




















Cowritten with rory pinem

0 komentar :

Post a Comment