29 February 2016

Review: Hail, Caesar! (2016)


"Would that it were so simple?"

Hail, Caesar! merupakan sebuah usaha dari Coen Brothers menggabungkan dua keahlian mereka dalam tampilan yang lebih kearah style. Keahlian Coen Brothers bukan hanya menciptakan kisah yang terasa “manusia” dengan menggunakan kesan nihil yang konsisten, mereka juga ahli dalam membuat yang sederhana tampak kompleks, dan yang kompleks tampak sederhana. Berikan sebuah kisah kejahatan di panggung utama, temani dengan berbagai warna lain termasuk lelucon tepat guna, Hail, Caesar! merupakan komedi, melodrama, noir, epic, serta sebuah showbiz yang cepat dan cerdas, nakal dan sinting.

Hollywood, 1951, pria bernama Eddie Mannix (Josh Brolin) yang berprofesi sebagai seorang fixer dihadapkan pada sebuah situasi yang berat. Pekerjaan Mannix adalah menjaga agar skandal yang dialami oleh seorang selebriti tidak sampai ke ranah publik, dari aktris DeeAnna Moran (Scarlett Johansson) hingga kakak beradik Thora Thacker (Tilda Swinton) dan Thessaly Thacker (Tilda Swinton) telah menggunakan jasanya. Baird Whitlock (George Clooney) adalah klien Mannix selanjutnya. Whitlock yang merupakan pemeran dari sebuah project besar berjudul "Hail, Caesar!" diculik oleh grup yang menyebut diri mereka “The Future” dan menuntut tebusan uang sebesar $ 100.000. 



Hail, Caesar! adalah sebuah bukti kalau Joel Coen dan Ethan Coen seolah memiliki banyak ide besar dan brilian yang nakal di dalam pikiran mereka. Perjalanan anak mencari pembunuh sang ayah berhasil menjadi petualangan western yang solid, kisah pria yang kehilangan arah hidup justru menjadi penggambaran tentang hidup yang begitu intim dan menyentuh, dan di sini dengan sinopsis yang tampak simple itu mereka bermain di arena besar namun kembali memainkan dua keahlian mereka, membuat yang sederhana tampak kompleks dan yang kompleks tampak sederhana. Ya, Coen Brothers tetap berpegang teguh pada cara bercerita mereka yang unik itu, menggunakan proses pencarian seorang aktor untuk memberikan sebuah penghormatan kepada industri film terutama terhadap proses menciptakan film dan nilai penting dari sebuah film itu sendiri.



Sebenarnya tidak ada yang baru dari Coen Brothers di film ini tapi sebuah “sistem” yang merupakan keunggulan mereka berhasil ditampilkan dengan manis. Pertama, seperti biasa kamu akan dibuat seolah menjadi bagian dari cerita, you trapped with them, dan itu menarik karena di sektor ini Hail, Caesar! sesungguhnya terasa sederhana. Materi Hail, Caesar! tidak gemuk di mana cerita lebih mengarah pada aksi kejar dengan perputaran episodik yang tampak sengaja sebagai upaya menunjukkan sisi lemah dari Hollywood, di awal saja plot terasa samar hingga aksi penculikan muncul, tapi menariknya konflik di dalam cerita seolah menunjukkan bahwa ada sesuatu yang begitu menarik yang akan terjadi. Ya, sama seperti ketika kamu diajak mengikuti keseharian hidup Llewyn Davis, dan mereka tidak bohong, memang ada hal menarik yang menanti.



Berangkat dari situ masuk ke bagian kedua, yaitu karakter. Coen Brothers kembali berhasil membuat bagaimana agar karakterisasi dari tokoh di dalam cerita bisa klik dengan manis bersama misi yang cerita miliki. Pesona dari karakter terbangun dengan mudah dan cepat jadi penonton langsung peduli pada masalah dan krisis yang karakter hadapi, dari rasa percaya dan eksistensi. Betul, lagi-lagi masih sama, Coen Brothers ingin kamu membangun koneksi dengan masalah karakter, mereka ingin penonton menertawakan masalah karakter bersama rasa simpati dan empati. Menariknya itu terjadi dengan sangat mudah. Mengapa? Bukan hanya karena potensi menjanjikan tadi di mana tampak ada pesan menarik dari masalah mereka tapi juga karena koneksi antara penonton dan karakter yang terbentuk begitu natural.



Kesuksesan itu tadi berkat kinerja bagian ketiga, koneksi terasa friendly karena konflik juga diisi dengan komedi. Salah satu keahlian dari Coen Brothers adalah mereka tidak memisahkan tragedy dan komedi, dua hal itu mereka gabung, tragedy dan komedi ada dalam satu frame, dan Hail, Caesar! dipenuhi dengan frame tipe tersebut. Cara push humor juga manis, konteks lelucon luas tapi impact dari kehadirannya tidak sederhana, sama seperti lompatan cerita yang digunakan. Coen Brothers gunakan trik lompatan cerita di sini berisikan tindakan gila-gilaan yang memang akan menghasilkan impresi beragam dari penonton, tapi entah mengapa berbagai “tabrakan” yang muncul itu terasa padat dan menyenangkan. Ya, bagian keempat, ritme cerita yang liar tapi memiliki keseimbangan yang manis. Hail, Caesar! tidak selalu cepat, ia punya momen tenang yang ganjil namun semakin menambah kesan lucu ciri khas Coen Brothers.



Dan bagian kelima dan keenam adalah kinerja cast serta elemen teknis. Misi menjadi satir dengan  kadar kegilaan yang besar berhasil diwujudkan oleh ensemble cast dengan kinerja yang tajam dan menawan. Josh Brolin tentu saja bintang utamanya, berhasil menjaga daya tarik dari masalah Mannix yang datang dari banyak arah itu agar tidak ada yang mati, namun kinerja pemeran lain tidak kalah maksimal dalam hal komitmen, karakter mereka memang terkadang terasa berlebihan tapi tidak membuat kamu benci dan ingin menendangnya dari cerita. Elemen teknis juga sama baiknya, shot and reverse shot, permainan aspek ratio, lensa arahan Roger Deakins berhasil membawa penonton mereplikasi kembali Hollywood rasa kontemporer yang digunakan untuk membawa sisi gila dan absurd yang dimiliki oleh industri perfilman.



Memang tidak ada gebrakan baru dari Coen Brothers di sini, tapi bukankah hal itu tidak terlalu penting jika melihat visi mereka membuat sebuah film bercerita dengan “cara mereka” sudah terasa menarik. Hail, Caesar! hadir dengan “cara” Coen Brothers, sebuah kisah kejahatan berisikan sandiwara yang halus dan lelucon yang sinting, sebuah satir nakal yang coba mengejek bisnis Hollywood jaman dahulu namun di sisi lain juga ikut mendorong fokus pada alasan mengapa film merupakan sesuatu yang penting. Oh, juga masih sama, studi karakter dengan isu moralitas dalam cerita yang penuh obsesi dan absurditas. Hail, Caesar! merupakan sebuah misteri komedi rasa meta yang serius, santai, lucu, manis, cepat, dan tentu saja, cerdas. Lucu! Segmented.













Thanks to: rory pinem

2 comments :

  1. ehm, mau tanya. nonton film kek gini dimana sih? kan gatayang di indo?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hallo Genbi. :)
      rorypnm memiliki dua kontributor, satu berdomisili di Jakarta, dan satu berdomisili di New Jersey, USA. :)

      Delete