08 March 2015

Review: The Second Best Exotic Marigold Hotel (2015)


The Best Exotic Marigold Hotel dapat dikatakan merupakan sebuah kejutan ketika ia muncul tahun 2012 yang lalu, di prediksi hanya akan menjadi ajang kumpul bagi aktor dan aktris kawakan British namun pada akhirnya berhasil menciptakan hit dengan pencapaian box-office 13 kali lipat dari budget awal dan berujung meraih nominasi Golden Globes kategori Best Picture dan Best Actress. Tapi salah satu hal yang kala itu saya rasakan ketika film tersebut berakhir adalah ia tidak akan memperoleh sekuel karena komposisi dan hasil akhir yang ia hasilkan telah sangat tepat. Well, please welcome The Second Best Exotic Marigold Hotel.

Meskipun sedang mempersiapkan pernikahannya dengan Sunaina (Tina Desai), bisnis masih menguasai pikiran Sonny Kapoor (Dev Patel) yang bersama Muriel Donnelly (Maggie Smith) berencana untuk memperluas jaringan dengan membangun hotel kedua. Keinginan mereka menarik perhatian investor asal Amerika yang kemudian mengatakan bahwa mereka berencana untuk mengirimkan seorang tamu anonim. Hal tersebut yang membuat Sonny kemudian menaruh curiga pada pria bernama Guy Chambers (Richard Gere), seorang tamu yang mengatakan bahwa dirinya seorang penulis namun di nilai oleh Sonny sebagai seorang penyidik yang sedang menyamar. 



Sebenarnya sinopsis yang dimiliki oleh film ini tidak sesederhana itu, cerita yang ditulis oleh Ol Parker masih akan membawa kamu bertemu dengan karakter-karakter di film pertamanya dahulu. Evelyn (Judi Dench) dan Douglas (Bill Nighy) misalnya masih berjuang dalam hubungan romantic mereka, begitupula dengan Norman (Ronald Pickup), Carol (Diana Hardcastle), Jean (Penelope Wilton), hingga Madge (Celia Imrie), masing-masing punya masalah yang harus mereka hadapi. Nah, dari situ muncul masalah bagi film ini karena ternyata yang baru darinya hanya masalah bagi masing-masing karakter tapi cara mereka disajikan masih mengikuti template yang dimiliki film pertamanya, bahkan saya sering merasa bahwa eksekusi yang dilakukan oleh John Madden seperti hanya ingin mencoba meniru film pertamanya yang sukses itu.



Mengecewakan? Sebenarnya tidak, tapi dengan status sekuel yang ia miliki seharusnya film ini juga punya niat untuk tampil lebih baik dari film pertamanya, bukannya justru memilih bermain aman dengan sebatas mengulang kesuksesan. Sangat disayangkan karena karakter yang sudah terbentuk dengan kuat hanya diputar-putar pada rute yang sama seperti film pertama, narasi yang terasa tambal dan sulam dengan kesan episodik, banyak karakter dan banyak isu yang ia coba bawa dan hasilnya adalah alur yang terlalu santai dan kerap lemah di fokus. Tidak ada sesuatu yang baru dan super menarik disini, konflik di film pertama di putar kembali disini dan hasilnya tetap berada di titik start. Narasi yang lemah jadi masalah utama bagi The Second Best Exotic Marigold Hotel, strukturnya memang rapi tapi didalamnya tidak ada excitement yang kuat dari tiap-tiap konflik.



Ya, seperti sebuah tur bersama aktor dan aktris yang kamu kagumi, mungkin seperti itu The Second Best Exotic Marigold Hotel ini. Jika film pertama  mencoba menggambarkan bagaimana perjalanan mampu memberikan sesuatu yang lebih segar bagi kehidupan disini kita bergelut bersama perlunya inspirasi bagi karakter untuk kemudian bergerak maju didalam kehidupan mereka, dan sayangnya dengan begitu banyak subplot intimitas yang dihasilkan film ini jauh berbeda dengan pendahulunya itu, mereka kerap terasa seperti potongan kecil yang terasa canggung ketika berkombinasi. Hal positif berasal dari visual yang oke dan tentu saja kualitas penampilan dari para cast. Aktor seperti sudah tahu apa yang harus mereka lakukan karena telh nyaman dengan karakter yang mereka mainkan, dan karena itu pula Richard Gere kurang berhasil menjadi senjata mengejutkan disini.



Dengan berusaha menjaga "image" yang telah ia miliki pada akhirnya The Second Best Exotic Marigold Hotel tentu saja berhasil duduk pada level yang dicapai film pertamanya, meskipun secara kualitas dibeberapa bagian ia mengalami penurunan. Humor masih bekerja dengan baik, chemistry dan charm juga masih sangat oke, tapi dengan tidak memiliki tantangan besar seperti film pertama yang mencoba membawa para lansia ini menuju awal yang baru dalam kehidupan mereka film ini cukup lemah di fokus, di beberapa bagian terasa canggung, dan tidak jarang ia kehilangan intimitas yang ia miliki dengan penontonnya. Tidak jatuh drastis memang tapi dengan pondasi dari film pertama yang sudah sangat kokoh seharusnya film ini mampu meraih pencapaian yang jauh lebih tinggi dari sekedar daur ulang dalam level oke.








0 komentar :

Post a Comment