15 March 2015

Review: Cinderella (2015)


"My name is...Cinderella."

Ada satu kalimat dari Lady Tremaine yang sepertinya sudah cukup untuk dapat mewakili cara film ini membawa kamu berpetualang kedalam kisah yang sangat familiar ini. Bunyinya adalah: this thing is so old-fashioned. Ya, semoga film ini dapat menjadi awal untuk membuat para filmmaker di Hollywood sana untuk berpikir ulang dalam mengubah sebuah dongeng klasik kedalam bentuk live-action, perlahan mengurangi modifikasi sana-sini yang lebih sering menciptakan kesan kurang impresif dan mulai mencoba membentuk kembali dongeng tersebut dengan treat yang lebih lembut untuk membawa penonton merasakan kekuatan utama dari sebuah dongeng: magic. Please welcome, Cinderella: Or (The Virtue of Have Courage And Be Kind).

Pertama ia harus ditinggal oleh ibunya yang meninggal dunia, dan berikutnya ia kembali harus kehilangan ayah tercintanya, namun sikap untuk memegan teguh pesan orangtunya untuk have courage and be kind justru membawa sebuah keajaiban menghampiri wanita muda bernama Ella (Lily James). Setelah kebahagiaannya di rebut oleh ibu tirinya, Lady Tremaine (Cate Blanchett), serta dua saudara tirinya, Ella bertemu dengan The Fairy Godmother (Helena Bonham Carter) yang kemudian membantunya menemukan kehidupan yang lebih baik yang sepatutnya ia peroleh dengan cara menghadiri pesta yang diselenggarakan oleh Prince "Kit" Charming (Richard Madden). 



Nilai positif paling besar dari film ini adalah keputusan sang sutradara Kenneth Branagh dan juga penulis naskah Chris Weitz untuk tidak mau mencoba melukai kisah yang sangat populer ini. Hal tersebut yang sangat saya sukai dari film ini, ketimbang mencoba membuat kamu terpesona dengan berbagai hal baru yang luar biasa kita lebih seperti di ajak untuk merayakan kembali apa yang kita cintai dari film animasi karya Disney: magic. That’s it, sederhana dan tidak mau tampil over-the-top nyatanya hasil yang Cinderella berikan justru berada di level top. Cinderella punya apa yang kita inginkan dari sebuah dongeng Disney, bukan modifikasi dengan bantuan CGI yang sudah biasa seperti Mirror Mirror dan Snow White and the Huntsman, bukan pula eksperimen berani seperti Once Upon a Time ataupun Maleficent, tapi sebuah dongeng yang menjadi dongeng dan kemudian meninggalkan penonton dengan pesan bersahaja.



Menyaksikan film ini seperti membaca buku dongeng Cinderella itu sendiri, saya sudah tahu apa yang akan hadir selanjutnya tapi ketika hadir mereka mampu menciptakan impresi yang memikat. Rasa terpukau kamu akan terbangun sedikit demi sedikit disini, dari tertarik hingga mencintai karakter, lalu mulai merasakan seolah berada disekitarnya, merasa sedih ketika sebuah kemalangan menimpanya tapi juga dapat tertawa atau setidaknya tersenyum lepas ketika hal-hal lucu seperti lelucon slapstick dari empat ekor tikus itu misalnya hadir kehadapan kamu. Disitu kita dapat melihat kehandalan Kenneth Branagh, dengan sedikit rasa Shakespeare ia tidak hanya berhasil menghadirkan ketulusan untuk eksis didalam cerita tapi juga membuat mereka bertahan bahkan bertumbuh, sehingga rasa tertarik penonton tidak pernah lepas dari cengkeramannya.



Tapi satu hal yang sangat menarik bagi saya dari film ini adalah bagaimana mereka bukan hanya berkali-kali mengingatkan kamu pada kalimat have courage and be kind itu tapi ia berhasil menciptakan sebuah semangat yang elegan bagi penontonnya terkait kehidupan, dan dalam hal saya tidak hanya berbicara tentang penonton dewasa namun juga penonton yang sangat muda. Ambil contoh pada isu terkait cinta dan kasih sayang yang disini diperlakukan dengan sangat hormat oleh Branagh, kamu bisa saja menilai Ella sebagai wanita yang hanya sedang beruntung saja tapi disini kita menilai keajaiban yang menghampiri Ella sebagai sebuah hadiah dari ketulusan dan semangat yang ia terapkan selama ini, begitupula dengan tentang cinta yang apa adanya, bukannya cinta yang ada karena harta dan tahta. Hal ini yang membuat Cinderella terasa sangat manis, ia mampu menggabungkan hal klasik dengan sedikit sentuhan modern tapi tanpa kehilangan dan merusak kekuatan dari pesan yang ingin ia sampaikan.


Memang masih terlalu awal tapi Cinderella seperti telah mencuri sebuah spot dalam daftar film favorit saya tahun ini. Departemen teknis berhasil mendukung cerita dan karakter untuk menyuguhkan pertunjukkan yang mengagumkan (Sandy Powell kembali ke Oscars tahun depan), begitupula dengan para pemeran yang memberikan kehidupan pada karakter mereka, HBC yang singkat namun memikat, Blanchett yang tidak pernah tenggelam dibalik pesona yang diberikan dengan sangat baik oleh Lily James bagi karakter Ella. Tapi dibalik itu keputusan yang sejak awal ingin tampil sederhana dan bersahaja dalam bercerita yang merupakan kunci kesuksesan Kenneth Branagh tim miliknya di film ini, membawa kembali kita kedalam sebuah dongeng yang bercerita tentang semangat dan ketulusan sebagai kunci sebuah kesuksesan lengkap dengan hal utama yang kita cari dari kisah animasi Disney: magic. Super enchanting!









0 komentar :

Post a Comment