07 March 2015

Movie Review: Focus (2015)


“Congratulations, you’re a criminal.”

Tema yang ia bawa memang tidak begitu istimewa terlebih dengan sokongan sinopsis yang dapat dikatakan cukup sulit untuk dengan mudah menarik atensi penonton, namun dibalik itu justru ada fokus lain yang terasa lebih menarik dari film terkait dua bintang utamanya. Apakah Will Smith dapat kembali kedalam trek yang “sehat”? Apakah Margot Robbie berhasil memanfaatkan kesempatan yang ia miliki untuk terus bergerak maju setelah The Wolf of Wall Street? Uniknya fokus yang kurang fokus tadi ternyata tidak hanya menjadi sajian pembuka bagi film ini. Focus: an undynamic trick picnic.

Nicky Spurgeon (Will Smith) merupakan salah satu con-artist terkenal yang memiliki kemampuan dapat membuat siapapun jatuh kedalam perangkap tipuan yang ia miliki, tidak hanya dengan gerak cepat penuh kegesitan namun juga lewat rangkaian kata yang seolah memiliki daya hipnotis. Suatu ketika Nicky bertemu dengan seseorang berperawakan menggoda bernama Jess Barrett (Margot Robbie), wanita berambut pirang yang ternyata punya niat terselubung dibalik permintaan tolong pada Nicky, meskipun pada akhirnya ia harus menelan pil pahit karena gagal dalam menjalankan rencananya akibat kepiawaian sang target.

Yang menarik adalah meskipun gagal Jess ternyata berhasil menarik perhatian Nicky setelah insiden di kamar hotel tersebut, yang kemudian menjadi jalan masuk baginya untuk diterima dan bergabung bersama tim milik Nicky. Masalah lainnya adalah pertama tim Nicky tersebut bukan sebuah kelompok biasa, terdiri dari puluhan pencopet dan penipu yang mampu bekerja dalam gerak cepat dan rapi meskipun berada di tengah keramaian, dan kedua tidak ada loyalitas didalamnya, hal yang menjadikan Nicky dan Jess tiga tahun kemudian bertemu dalam kondisi berbeda di Buenos Aires lewat bantuan tidak langsung pria bernama Garriga (Rodrigo Santoro).


Focus sesungguhnya merupakan salah satu kejutan menarik di awal tahun ini jika menilik sebuah faktor yang sebenarnya diawal mampu menarik mundur ekpektasi para calon penontonnya, Will Smith, yang dua tahun lalu berhasil memberikan sebuah film yang sangat “menyakitkan” berjudul After Earth. Saya yakin anda akan terkejut dengan bagaimana tampilan di bagian pembuka hasil racikan Glenn Ficarra dan John Requa, kita mendapatkan karakter yang menarik dibalik konflik yang seolah mencoba menebar rasa misterius, dan yang terpenting ada pesona dibalik kesan seksi yang terus bergerak dengan gesit dan licin itu. Saya sangat suka dengan kesan angkuh dan sombong di bagian ini, arena show-off berisikan berbagai aksi pencurian jarak dekat yang mampu menghadirkan senyuman ketika menyaksikan Jess berputar-putar untuk bermain bersama keterampilannya yang dikemas dengan cerdik sehingga mampu membuat anda menilai mereka sebagai orang cerdik.

Ya, ini salah satu hal paling penting dari sebuah film caper dimana mereka harus mampu menjadikan penonton untuk menilai karakter sebagai sosok yang cerdik, dan Focus berhasil menjalankan kewajiban tersebut. Kecerdikan itu tidak berhenti sampai disana sebenarnya karena dengan setting yang sederhana Glenn Ficarra dan John Requa terhitung mampu mencampur segala macam senjata klasik komedi berbalut romance menjadi sebuah kemasan yang halus, dari mencoba bermain tarik ulur dengan menggunakan misteri pada kemana karakter akan melangkah selanjutnya kita yang perlahan telah tenggelam pada pesona karakter kemudian akan kembali dibawa masuk kedalam aksi “bersenang-senang” yang tadinya terdiri dari berbagai potongan kecil kini tampil dalam sebuah betting yang membawa karakter dari terang menuju gelap. Anda akan sadar setelah hal tersebut terungkap film ini mulai mencoba mempermainkan fokus anda, yang celakanya seperti boomerang yang menghasilkan hantaman keras bagi Focus sendiri. 


Bagaimana caranya sebuah film berjudul Focus dengan misi utama mencoba mempermainkan fokus dari penontonnya justru membuat penonton merasa bahwa pertunjukkan yang ia berikan perlahan mulai kehilangan fokus. Ya, sebuah ironi yang menggelikan karena ketika ia masih mondar-mandir bersama hal-hal kecil Focus terasa menarik, Focus terasa menawan, tapi ketika ia mulai mencoba melangkah maju untuk menjadi sebuah film caper ataupun heist dengan trik yang lebih besar, ia kehilangan daya tariknya. Dimana masalah utamanya? Dinamika cerita. Ia memang memiliki beberapa humor moment yang sukses memberikan hit menyenangkan, ia juga terhitung masih mampu memanfaatkan keunggulan dari karakter yang ia miliki untuk membuat penonton tersenyum di beberapa bagian, namun bukannya naik level menjadi sebuah presentasi yang kompleks di babak kedua perlahan Glenn Ficarra dan John Requa justru membawa Focus tenggelam menjadi sebuah piknik yang berantakan.

Benar, berantakan, anda bayangkan saja anda sedang duduk sendirian dibawah pohon rindang di sebuah taman bersama perlengkapan piknik yang telah anda set bersama kekasih anda untuk kemudian menyaksikan kekasih anda tadi sedang asyik berbincang dengan teman tidak jauh dari posisi anda berada. Menarik untuk disaksikan tapi mode menunggu yang kita alami tidak sama menyenangkannya jika dibandingkan dengan tarik ulur di bagian awal tadi, liku-liku dengan gerak yang tidak dinamis dan celakanya tampak seperti sebuah perpanjangan yang kekurangan energi. Ya, kurang energik, Glenn Ficarra dan John Requa tampak menaruh atensi yang lebih besar pada trik yang yang mereka miliki ketimbang pada plot utama yang kehilangan tajinya. Hasilnya, ekpektasi awal pada caper atau heist tenggelam dan kita dibawa piknik bersama kisah romansa dua karakter utama yang dibiarkan bergerak bebas, dan well terlalu santai! Ya, terlalu santai sehingga ketika ia moment dimana thrill itu muncul tidak ada punch yang memikat. 


Seandainya Focus berani untuk menaruh atensi sedikit lebih besar pada fokus utama yang ingin ia gunakan sebagai senjata andalan, mungkin ia akan berhasil menjadi sebuah kejutan besar di awal tahun ini secara keseluruhan kemasan, bukan hanya babak satu yang menawan untuk kemudian disambung dengan babak kedua yang “cukup berantakan”. Cukup disayangkan memang karena dapat dikatakan ketika ia mulai bertransisi menjadi dark comedy yang lebih rumit dan ketika cerita mulai tidak lagi menarik satu-satunya yang mampu menjaga atensi penonton adalah chemistry dua pemeran utamanya. Will Smith tampil santai tapi ia mampu menjaga agar Nicky terus mampu mengikat perhatian penonton, hal yang berhasil dilakukan dua  kali lebih besar oleh Margot Robbie. She’s a babe here, bukan hanya dari tampilan fisik tapi Margot Robbie berhasil menjalankan dua topeng dari karakter Jess: menjadi wanita lucu dan konyol, menjadi wanita seksi dan elegan. Scene stealer: Adrian Martinez

Overall, Focus adalah film yang cukup memuaskan. Kehilangan urgensi memberikan masalah besar bagi Focus yang sesungguhnya berhasil memberikan sebuah pertunjukkan licin bersama humor yang mengasyikkan di babak pertama, karena setelah itu ia terlalu sibuk berupaya menipu penonton dengan berbagai trik yang mencoba menebar kesan misterius namun celakanya tampil kurang dinamis, terlalu santai, sehingga perlahan kehilangan daya tarik dan yang paling mengejutkan kehilangan fokus. Penampilan dua pemeran utamanya memang berhasil menyelamatkan Focus dari kehancuran, tapi selain itu ia akan lebih menarik dikenang sebagai sebuah an undynamic trick picnic.









0 komentar :

Post a Comment