22 February 2015

Review: The DUFF (2015)


"Every DUFF has their day."

Kamu pasti tahu dengan kalimat-kalimat berikut ini, dari “jika ingin terlihat atau menjadi pintar maka bertemanlah dengan orang-orang pintar” atau “jika ingin menjadi terkenal maka bertemanlah dengan orang-orang yang terkenal”. Tapi ada satu kata yang terhitung cukup sulit untuk dirangkai menggunakan pola tadi, yaitu cantik. Yang terjadi dengan kata cantik justru sebaliknya, “jika ingin terlihat cantik maka bertemanlah dengan orang-orang yang tidak cantik”, dan The Duff berhasil mengolah konsep tersebut menjadi sebuah komedi dangkal yang manis, dari The Breakfast Club, kemudian Mean Girls, hingga Easy A.

Bianca Piper (Mae Whitman) merasa sakit hati ketika ia mengetahui bahwa dirinya telah dilabeli sebagai The Duff oleh Casey (Bianca A. Santos) dan Jessica (Skyler Samuels), sebuah singkatan dari “designated ugly fat friend” yang secara otomatis memposisikan dirinya sebagai alat untuk menjadikan teman-temannya itu tampak cantik. Perlawanan yang coba Bianca berikan ternyata berbeda, ia tidak hanya mencoba berubah dengan bantuan Wesley (Robbie Amell) namun juga mencoba menggulingkan tindakan kejam yang dilakukan oleh Madison (Bella Thorne) dengan melakukan “kampanye” bahwa semua orang merupakan seorang duff. 



Awalnya saya sedikit menganggap remeh The Duff  karena dari presentasi awal seperti poster misalnya ataupun trailer kesan yang ia ciptakan tidak begitu menarik, dan itu pula yang jadi sumber dari hadirnya kejutan yang diberikan oleh film ini. Isu utama tentang teman buruk rupa itu sesungguhnya sejak awal akan dengan mudah menarik perhatian kamu, tapi anehnya disini hal tersebut seperti sebatas menjadi sebuah pusat cerita. Ya, The Duff ternyata punya kematangan yang jauh lebih menarik ketimbang premis utamanya yang standard highschool comedy, ia tidak hanya sebatas menggunakan “duff” itu untuk menjadi hiburan stereotip  yang kemudian menghadirkan aksi mencibir dimana si cantik semakin cantik dan si buruk rupa semakin buruk. Secara tersembunyi film ini akan menaklukan hati kamu.



Bagian awal memang terkesan biasa, sedikit referensi The Breakfast Club yang kemudian diteruskan dengan ambiguitas pada kemana film ini hendak melangkah, tapi setelah itu semua perlahan berubah menjadi lebih baik dan menarik. Diam-diam muncul emosi yang mumpuni dari masalah utama, dan ia tidak sendirian karena ditemani pula dengan pesona karakter yang semakin terbentuk hingga berhasil meraih empati penontonnya. Disini letak kesuksesan utama Ari Sandel (one Oscars btw ladies and gentlemen), ia memulai semuanya dengan ringan tapi setelah terbentuk ia tetap mampu menjaga rasa ringan dari presentasi yang ia hadirkan, kamu akan merasakan tajamnya pesan terkait intimidasi yang coba ia gambarkan tapi menariknya kamu tidak pernah sekalipun diberikan peringatan bahwa film ini akan mencoba menjadi sedikit lebih serius.



Beberapa karakter memang terasa satu dimensi, kemudian arahnya yang predictable juga berpotensi membuat beberapa penonton perlahan kehilangan ketertarikan, meskipun hal terakhir itu sebenarnya cukup sulit terjadi mengingat disamping ia tidak memberikan sesuatu yang membebani penonton The Duff pada dasarnya tampil dengan kombinasi dari berbagai film tipe serupa yang telah familiar, seperti Mean Girls dan Easy A. Sangat mudah untuk teringat dengan dua film tersebut ketika menyaksikan The Duff karena topik yang mereka gunakan juga kurang lebih sama, krisis sosial yang sepintas tampak sebagai lelucon tapi sebenarnya telah menjadi aksi bullying secara tidak langsung. Cara mereka bercerita juga tidak jauh berbeda, serangan tidak ditampilkan lewat aksi anarkis yang berlebihan namun kamu akan merasakan rasa sakit yang dialami oleh Bianca dan seperti menjadi supporter pada upaya pembuktian yang ia lakukan.



Pada akhirnya ia tidak dapat dikatakan berdiri sejajar dengan Mean Girls dan Easy A tapi dengan kelicikan yang ia tampilkan dalam membuat penonton terus menganggap ia sebuah kemasan yang ringan dan konyol dan kemudian memberikan mereka kritik sosial (termasuk teknologi) dan pesan tentang rasa percaya diri, The Duff berhasil menjadi sebuah kejutan yang menyenangkan di awal tahun ini. Formulaic dan predictable namun memiliki pesona yang oke dengan chemistry yang baik antar karakter yang dibangun dengan baik, Mae Whitman yang sukses menciptakan pusat cerita yang kuat, berhasil meninggalkan kesan thoughtful pada isu yang ia bawa, The Duff is a standard but poignant and funny teen comedy.






0 komentar :

Post a Comment