15 February 2015

Movie Review: Kingsman: The Secret Service (2015)


"Manners maketh man."

Dari impresi awal berdasarkan poster misalnya bahkan jika mengikutsertakan judul yang mengandung kata “secret” didalamnya mungkin akan membuat anda menilai film ini sebagai sebuah kemasan yang mengusung tema spy layaknya James Bond, suits, gadget, gagah dan perkasa. Penilaian awal yang bagus sebenarnya karena “rasa” Bond itu sendiri faktanya tidak pernah hilang dari film ini sejak awal hingga ketika ia berakhir, namun percayalah bagaimana cara ia tampil akan mengejutkan anda. Ini bukan sebuah film spy yang “serius”, ini adalah casual James Bond hustle. Kingsman: The Secret Service, a happy “spoof” meal.

Gary Unwin (Taron Egerton), atau yang lebih dikenal dengan panggilan Eggsy, merupakan remaja yang ketika sedang beranjak dewasa justru berada didalam lingkungan yang begitu “keras”. Eggsy seperti menjalani kehidupan sebagai rutinitas tanpa tujuan, dari melihat ibunya menjalin hubungan dengan pria yang tidak takut bertindak brutal, hal yang juga tidak takut ia lakukan yang kemudian menjadikan Eggsy tidak pernah jauh dari masalah. Namun suatu malam Eggsy tidak berhasil lepas dari masalah yang ia ciptakan sehingga harus terjebak didalam penjara, tapi anehnya ia kemudian dapat keluar dengan sangat mudah setelah melakukan panggilan telepon ke nomor yang tertera di sebuah pin yang telah ia simpan selama 17 tahun. 

Pin tersebut merupakan pemberian seorang pria bernama Harry Hart (Colin Firth) yang memiliki nama panggilan Galahad, pria yang kala itu selamat dari sebuah tragedi di medan perang berkat pertolongan ayah Eggsy yang sayangnya menjadi korban. Harry menilai Eggsy memiliki potensi seperti ayahnya dahulu, dan kemudian memberikan penawaran kepadanya untuk bergabung dengan Kingsman, sebuah organisasi mata-mata yang berada di posisi tertinggi, mereka bahkan memiliki afiliasi dengan pemerintah Inggris. Training yang mereka lakukan memang tampak menyenangkan namun ternyata di saat yang bersamaan telah eksis sebuah bahaya besar yang harus Kingsman hadapi, masalah besar dari kartu sim berukuran kecil ciptaan Richmond Valentine (Samuel L. Jackson).


Kingsman: The Secret Service merupakan contoh bagaimana tidak peduli berada di level mana kualitas cerita, kualitas akting, hingga kualitas dari sosok-sosok dibalik layar dalam menangani materi yang mereka miliki, pesona selalu menjadi kunci awal yang sangat penting bagi sebuah film untuk dapat membangun jalannya meraih kesuksesan. Ya, sangat penting, tidak peduli seberapa besar yang mampu ia hasilkan sebuah film setidaknya harus mampu menjadikan penonton merasa bahwa mereka merupakan sebuah hiburan yang memiliki sesuatu yang menarik sejak titik start. Nah, itu yang sukses dilakukan oleh film ini, sebuah perkenalan yang praktis namun taktis, dari tragedi utama yang menjadi dasar di awal, kemudian pemberian pin, hingga kemunculan valentine yang dikemas dengan stylish, narasi kemudian bergerak dengan cepat dan halus untuk secara bertahap membawa anda terjebak bersamanya, bersenang-senang bersamanya dengan cara yang sangat santai.

Ya, bersenang-senang dengan santai, dan itu sesuatu yang mengejutkan. Matthew Vaughn mencoba untuk menciptakan sebuah spy dengan pattern klasik namun ia warnai dengan berbagai elemen super ringan yang akan dengan mudah membuat Austin Powers untuk kemudian bermain-main di pikiran penontonnya. Seperti itu kira-kira Kingsman: The Secret Service, sebuah spy yang memiliki banyak topeng yang ia gunakan untuk memberikan kejutan, ia mencoba drama di awal, kemudian setelah itu kita menemukan rasa underground brit-teen dengan kebrutalan yang menarik, lalu perlahan ia mulai menyuntikkan rasa spy kedalam cerita namun diselingi dengan rasa lainnya, seperti komedi misalnya. Tidak hanya itu, kita juga diberikan sebuah proses layaknya Hunger Games yang dengan cerdik Matthew Vaughn gunakan untuk menyajikan thrill kepada penonton, hal-hal tersebut semakin lengkap dengan ditemani soundtrack yang menarik dalam gerak cepat yang terasa stabil. Heads + fireworks = awesome. 


Kombinasi banyak elemen tadi memang akan menimbulkan kesan negatif, “murahan” misalnya karena ia secara tidak langsung hanya memasukkan hal-hal klise dari sebuah film spy kedalam cerita, tapi justru kombinasi tersebut yang menjadi perhatian utama paling menarik dari Kingsman: The Secret Service. Karena apa? Karena ia berhasil di susun menjadi sebuah struktur yang menyenangkan untuk di ikuti, kekacauan berisikan materi klise yang sesekali tidak takut menggunakan slo-mo dan berhasil memberikan sukacita kepada penonton untuk mengikutinya. Tidak ada yang special dari plot, klise malah dan tidak jarang di beberapa bagian terasa sangat kartun, tapi dengan pendekatan tadi Matthew Vaughn berhasil menciptakan taman bermain dengan beberapa kejutan-kejutan menarik bagi penontonnya, ia punya sebuah jalan utama yang kokoh tapi ia juga mampu menyelipkan beberapa tikungan kecil dan singkat yang menyenangkan untuk kemudian membawa anda kembali kedalam jalan utama.

Itu mengapa saya menggunakan kata hustle dan spoof di bagian awal tadi, karena Kingsman: The Secret Service seperti sebuah parodi yang berhasil menciptakan berbagai keramaian meriah dan menarik dengan meninggalkan Bond sebatas sebagai pondasi utama. Sulit untuk menampik pengaruh dari Bond di film ini, bahkan ia sendiri tidak malu-malu membahas Bond di dalam narasi, tapi menariknya Vaughn mampu untuk menjaga agar ini tetap berada di fokus utama mereka di awal, menjadi sebuah komedi yang sederhana, menjadi film spy yang kurang ajar dengan menebar “ketidaksopanan” yang menyenangkan. Sayangnya fokus tersebut ternyata tidak berdiri kokoh hingga akhir. Babak akhir seperti kehilangan kesan atau rasa cheeky yang menjadikan babak awal penuh lelucon hit terasa sangat menarik, namun sesungguhnya degradasi kecil telah tampak ketika cerita mulai mondar-mandir terutama pada sesi pelatihan yang menjadikan Kingsman: The Secret Service terasa sedikit longgar.


Dan sayangnya bukan hanya itu nilai negatif yang dimiliki oleh Kingsman: The Secret Service dimana interaksi diantara dua karakter utama menjadi sumbernya. Ketika Harry dan Eggsy berbagi layar dan berada di dalam satu scene yang sama mereka terasa sangat sangat menarik, tapi ketika mereka terpisah daya tarik mereka tidak sama besar. Bukan berarti performa Colin Firth dan Taron Egerton buruk secara individual, Colin Firth sukses menampilkan kesan classy layaknya spy dari British, dan Taron Egerton berhasil menyuntikkan semangat jiwa muda kedalam Eggsy, tapi mereka benar-benar tampak menarik hanya ketika mereka bersama. Minus lain adalah Valentine yang pada akhirnya kehadirannya bukan hanya terasa seperti sebuah gimmick belaka tapi juga menimbulkan kontradiksi pada salah satu dialog ketika mereka membahas Bond menarik karena musuhnya juga menarik. Valentine tidak menghasilkan bahaya sedikitpun, ia justru tampak seperti rapper hip-hop kurang kerjaan karena bingung bagaimana cara menghabiskan uang yang ia miliki.


Overall, Kingsman: The Secret Service adalah film yang memuaskan. Sebuah pendekatan yang bukan hanya berani namun juga sangat efektif dan cermat, menggunakan pattern klasik sebuah film spy dan menggabungkannya dengan berbagai referensi budaya pop, Matthew Vaughn berhasil menggabungkan Kick-Ass dengan teknologi layaknya X-Men untuk menyajikan sebuah petualangan gerak cepat dengan energi tinggi yang mempesona penonton dengan aksi “kurang ajar” yang ia miliki. Ya, mempesona memang namun sayangnya tidak luar biasa, kehilangan power dari fokus yang menjadikan babak akhir terasa sedikit macet. Tapi apakah ini worthed? Absolutely yes. 





1 comment :