07 December 2014

Review: Force Majeure (Turist) (2014)


Perwakilan dari negara Swedia pada ajang Oscar di kategori Best Foreign Language ini dapat dikatakan adalah contoh paling baru bagaimana sikap sabar pada apa yang mereka dapatkan dari sebuah film akan sangat membantu penonton untuk mendapatkan kepuasan dari yang baru saja mereka saksikan. Tenang cenderung perlahan, tampak luarnya terkesan sedikit serius, tapi Force Majuere justru berhasil memainkan isu pernikahan yang ia bawa itu tidak kalah menyenangkannya seperti apa yang dilakukan oleh Gone Girl, bahkan terasa lebih ringan dan mudah untuk menjangkau penonton yang lebih luas. What a bleak and funny avalanche!

Tomas (Johannes Kuhnke) dan istri Ebba (Lisa Loven Kongsil) sedang membawa dua anak mereka Vera (Clara Wettergren) dan Harry (Vincent Wettergren) untuk berlibur di Pegunungan Alpen, Perancis, liburan selama lima hari di sebuah resor ski dengan dikelilingi pemandangan indah yang semakin tentu saja akan semakin memudahkan keluarga asal Swedia ini untuk mendapatkan quality time yang mereka inginkan. Namun suatu ketika longsoran dari gunung es yang juga menjadi objek menarik bagi para turis justru hadir dalam keadaan yang jauh lebih buruk, dan peristiwa yang hanya berlangsung beberapa detik itu justru mengancam pernikahan keluarga ini, ketika Tomas panik saat sedang menyelamatkan diri sendiri. 



Film yang berjudul asli Turist ini pintar sekali bermain tarik dan ulur dengan penontonnya, ibarat teasing kita terus menerus dibuat gregetan dengan apa yang akan terjadi selanjutnya pada keluarga itu, dan itu semua tidak menjadi menjengkelkan dikarenakan Ruben Östlund terampil dalam merangkai cerita, ia pintar memainkan momen. Terkadang kita diajak untuk bergerak tenang dan stabil meskipun kesan misterius yang seolah-olah terus mengintai juga ada disamping kita, berasal dari pernikahan dan kemudian menyebar kearah psikologis, tapi ia juga punya momen yang membuat kita merasa liar, mungkin ada yang menilai berantakan tapi ledakan-ledakan kecil digunakan oleh Ruben Östlund dengan tepat, terkendali, ia menjadikan bagian itu memberikan sesuatu yang segar tapi tidak secar frontal.



Itu yang menarik dari Force Majuere, kita seperti di goda olehnya, ada saat-saat intim dimana kita menyaksikan karakter berhadapan dengan masalah komitmen tapi tetap dikemas secara bertahap sehingga terus menerus terasa sederhana dengan berpatokan pada konflik besarnya saja, tapi emosi yang juga terbakar dengan lambat itu juga diberikan kejutan-kejutan yang terasa licik, ia tidak menghancurkan fokus kita pada masalah utama sekalipun is sukses membuat kita tertawa besar. Iya, tertawa, saya juga merasa terkejut karena sejak awal ini tampak sangat serius, karakter dengan rutinitas sehari-hari yang seolah mengatakan kepada kita kalau ada sesuatu yang tidak beres sedang terjadi diantara mereka, tapi setelah itu gesekan itu tidak hanya dicampur dengan pemandangan indah tapi juga komedi yang lucu.



Bisa dibilang Force Majuere juga mendapatkan keuntungan dari konsep yang digunakan, sesuatu yang buruk yang terjadi tiba-tiba. Longsoran dari gunung es itu juga menjadi contoh yang sederhana tapi tajam banget, pemandangan yang indah yang tiba-tiba dihampiri sebuah longsor mengejutkan. Sangat sederhana, terasa kurang dalam malah, tapi itu akan memberikan kamu pukulan yang cukup kuat karena hal-hal seperti sering kali kita temukan dalam kehidupan sehari-hari. Ketika hal tersebut sudah klik dengan kamu, saya yakin pemandangan yang luas dan indah itu tidak lagi akan terasa sama, tidak lagi terasa lega dan ringan untuk dinikmati, bahkan rasa sesak semakin mudah untuk hadir, karena isu tersebut bukan hanya terbatas pada penikahan tapi juga dapat berkembang lebih luas, ia punya kekuatan untuk menghantui meskipun tetap memberikan kamu sesuatu yang ringan dan lucu.



Itu yang saya rasakan dari Force Majuere, bleak, haunting, sharp, tapi juga terasa funny. Memang ia menuntut kesabaran di bagian awal meskipun karakter dan cerita sendiri sebenarnya sangat mudah untuk membuat penonton merasa terikat dengannya, dan kekurangan lain mungkin ada di bagian akhir yang akan sulit memuaskan banyak penonton, tapi diantara itu kita akan mendapatkan sebuah kombinasi antara drama dan komedi yang masing-masing bekerja dengan cekatan, efektif, dan tajam, mereka saling membantu, drama pernikahan terasa natural dan membuat kita merasakan cengkeraman yang ia berikan, tapi berbagai hal lucu akan menggoyahkan kamu yang telah merasa nyaman di bagian drama tadi, menjadikan ini terasa liar namun terkendali sembari terus menggoda penontonnya.









0 komentar :

Post a Comment