Siapa yang tidak suka dengan pertanyaan yang terus
tampil tersembunyi dalam sebuah film.
Hal tersebut bukan hanya menjadi pelengkap semata, ia punya peran yang jauh
lebih besar dalam kemampuan sebuah film untuk mempermainkan penontonnya,
asalkan ia tampil dalam kualitas yang baik dan mampu konsisten menarik. Film
ini menderita dari ketidakmampuannya dalam melakukan syarat tadi, For the Emperor, just style over substance
show-off arena.
Rasa frustasi mungkin sempat memberikan sedikit jalan
yang cerah bagi kehidupan Lee Hwan (Lee
Min-ki), tapi setelah itu ia justru masuk kedalam masalah lainnya. Pemain
bisbol yang dikeluarkan karena terlibat permasalahan terkait pengaturan
pertandingan ini tidak mendapatkan waktu luang yang begitu lama dalam
kehidupannya, karena setelah itu ia bergabung dengan Jung Sang-Ha (Park Sung-Woong), seorang pria yang menjalankan bisni
perjudian dan juga rentenir. Ada alasan mengapa Jung Sang-Ha tidak takut untuk
menggaet Lee Hwan, karena Lee Hwan punya karakter yang ia inginkan.
Lee Hwan adalah pria yang pemberani, dalam konteks
negatif tentu saja. Ia suka dengan hal-hal yang terkait dengan kekerasan pada
level mengerikan, ia juga punya rasa peduli yang sangat rendah, dan ia juga
tidak membenci narkoba. Namun ketika secara perlahan mulai merangkak naik dalam
bisnis yang ia lakukan tersebut, sebuah masalah baru menghampiri Lee Hwan.
Sumbernya adalah Yeon-Soo (Lee Tae-Im),
wanita pemilik bar yang membuatnya jatuh hati, yang kemudian menghancurkan
upayanya untuk meraih tahta yang selama ini ia inginkan.
Film ini saya saksikan setelah Monster, jadwal yang
memang sengaja di tempatkan berurutan mengingat pemeran utama di dua film
tersebut sama. Tapi setelah mendapatkan kekecewaan dari film pertama tadi,
kekecewaan lainnya ternyata kembali hadir dalam waktu yang tidak begitu jauh,
karena For the Emperor punya positif
dan negatif yang hampir sama persis dengan Monster. Mengusung action dengan
sedikit keterlibatan noir didalamnya, di bawah kendali Park Sang-Joon ini ternyata menjadi sebuah hiburan yang bukan
berupaya menghibur penontonnya, tapi seperti ingin menjebak mereka dengan
perputaran cerita yang diwarnai berbagai pengulangan tanpa makna, seperti
bermain tarik dan ulur bersama penonton yang terus menanti-nanti, dan mencoba
membuka semuanya dengan penuh gaya, style over substance.
Ya, For the
Emperor seperti film yang ingin pamer, ingin show-off bahwa ia merupakan
sebuah kemasan yang cerdas, pintar, apapun itu namanya, tapi celakanya
ketimbang menampilkan itu dengan baik dan membuat penontonnya terkesan yang
muncul justru sebaliknya, kesan konyol. Cerita yang ia berikan seperti dijaga
terus tertutup, seolah ada misteri besar dibalik sana, tapi ketika mereka dibuka dengan cara sombong itu
yang kita rasakan justru bukan terpesona, tapi lucu, karena upaya mereka untuk
tampil keren justru berakhir canggung. Mengecewakan, ketika ia memutar-mutar
penontonnya itu Park Sang-Joon tidak memberikan penceritaan yang stabil tampil
menarik, terkadang on tapi tidak sedikit pula momen dimana ia terasa off,
dinamika yang kurang menyenangkan sehingga ketika bagian akhir itu muncul rasa
jengkel berada di posisi terdepan.
Tidak heran For
the Emperor kemungkinan besar akan menjadi salah film potensial yang tampil
paling mengecewakan di tahun ini. Pembukaan yang ia berikan berhasil
menciptakan standard yang tepat, walaupun memang tidak begitu tinggi, nada
gelap yang ia miliki seketika terbentuk dengan kuat, dan perjuangan yang akan
terjadi juga seperti tampak menjanjikan. Tapi setelah itu ternyata film ini
hanya mondar-mandir dengan fokus dan motivasi yang lemah, perkembangan yang ia
tampilkan terasa miskin, ia tidak mampu untuk menjaga misteri yang ingin ia
tutupi tanpa harus melukai kenikmatan penonton dalam menyantap permainan yang
ia berikan. Sulit untuk merasa terlibat bersama karakter, yang juga berdampak
pada rasa sulit untuk menikmati style yang ia sajikan.
Tapi mungkin For
the Emperor masih punya power yang lebih kuat dalam menarik penonton
ketimbang Monster, karena ia punya beberapa elemen yang masih kuat untuk
dijual. Ya sebut saja adegan kekerasan, yang meskipun tidak dibekali dengan
materi yang mumpuni tetap mampu memberikan perkelahian gangster yang tidak
buruk. Konflik terkait bisnis juga ada beberapa yang menarik, meskipun cara ia
memberikan kesan “mengintai” itu terasa kurang menarik. Dan yang terkahir,
adegan seks, dan itu terhitung cukup frontal untuk ukuran film Korea, cukup
berhasil menjadi sebuah kejutan kecil dibalik pergerakan plot yang disengaja
itu, Akarakterisasi miskin, motivasi miskin, lebih sebagai arena untuk
menunjukkan kemampuan mereka meracik action noir pada hal teknis.
Divisi akting juga tampil sama mengecewakannya. Film
ini seperti melengkapi rasa kasihan saya pada Lee Min-ki, karena sebelum menjalankan wajib militer ia memilih
proyek yang kurang impresif, meskipun dari sisi box-office tidak buruk. Disini
ia seperti karakter tanpa karakterisasi yang benar-benar kuat, ia memang mampu
membuat rasa penasaran pada hal-hal yang ditutupi dengan sengaja pada cerita
itu untuk terus dinanti, tapi ia tidak mampu untuk membawa mereka tumbuh
semakin baik. Tidak masalah jika standard di awal telah tinggi, tapi film ini tidak
punya itu. Hal yang sama juga terjadi pada Park
Sung-Woong. Mungkin yang akan dikenang dari film ini adalah Lee Tae-Im, bukan karena aktingnya, tapi
karena adegan seks yang ia lakukan.
Overall, For the
Emperor (Hwangjereul Wihayeo) adalah film yang kurang memuaskan. Film ini
memberikan sebuah kejutan pada saya, karena selama ini sangat sedikit film dari
negeri gingseng itu yang mampu mengecewakan, Rough Play, Monster, dan kini For
the Emperor. Kekerasan, seks, narkoba, bisnis terkait perjudian, kombinasikan
mereka dengan drama gangster klise yang juga terbentuk kurang mumpuni, motivasi
yang juga tidak di jaga dengan tepat, ini adalah film yang tidak menempatkan
kepuasan penonton sebagai fokus utama mereka, yang terpenting bagaimana agar
apa yang mereka berikan tampak keren dan pintar, dan itu cukup menjengkelkan.
0 komentar :
Post a Comment