14 September 2014

Review: If I Stay (2014)


 "Live for Love"

If I Stay merupakan film dengan hype yang terbilang tinggi, terlebih bagi pembaca novelnya yang mampu membuat kamu menangis dan tertawa bersama kisah cinta dan juga keluarga. Dari trailer manis yang ia berikan, terpilihnya Chloë Grace Moretz sebagai pemeran utama, hingga poster menjanjikan yang ia miliki, harapan itu semakin besar untuk memperoleh sebuah kisah cinta yang memilukan hati. But hold on, If I Stay memang berhasil menjadi film yang akan dibanjiri oleh cinta, tapi oleh ajang penghargaan film yang dipilih oleh remaja.

Remaja yang mencintai cello miliknya sama besar seperti rasa cintanya pada teman dan keluarganya, Mia Hall (Chloë Grace Moretz), menaruh rasa tertarik pada anak laki-laki bernama Adam Wilde (Jamie Blackley), seorang vokalis band sekolah yang sangat terkenal. Tapi sebuah kecelakaan mobil menimpa Mia, sang ayah Denny (Joshua Leonard), ibunya Kat (Mireille Enos), dan saudaranya Teddy (Jakob Davies), Mia dipaksa untuk menghadapi gejolak antara hidup atau mati sebagai roh ketika ia berada dalam keadaan koma. 

Ditangan R. J. Cutler film ini sukses dalam menebar daya tariknya yang membuat penonton merasa langsung terlibat bersama karakter, bahkan untuk mereka yang non-reader saya yakin tidak akan kesulitan di tahap awal ini. Script yang ia punya oke, komposisinya juga terasa seimbang dan fokus juga tidak begitu lemah dalam menunjang kisah remaja konvensional, karakter dengan segala polemik yang ia punya terbangun dengan baik, dan itu dibantu dengan kinerja akting yang baik terutama dari Chloë Grace Moretz yang mampu menarik kita untuk merasakan apa yang karakternya alami. 

Tapi semua hal positif itu hanya hadir sesaat, karena ketika kita melangkah lebih jauh If I Stay ternyata berubah menjadi bukan hanya sekedar sebuah young-adult dengan upaya tearjerker konvensional, tapi juga drama percintaan yang tidak mampu menampilkan cinta itu dengan mempesona. Berantakan, alur cerita yang dangkal bukan menjadi masalah, tapi bagaimana segala kesibukan maju dan mundur dalam kecepatan konstan itu merusak semua koneksi yang seharusnya tampil menarik, baik itu koneksi dalam cerita dan koneksi antar karakter, yang lantas menghancurkan potensinya untuk tidak sekedar menjadi kisah remaja biasa dan justru jatuh sebagai percintaan manipulatif yang tidak menyenangkan, manipulatif yang menjengkelkan. 

Pemalas, ini adalah film yang pemalas, hanya menerapkan pattern klasik dari romance young adult dan seperti menolak untuk memberikan perlakuan yang layak pada unsur-unsur lain yang menjadikan If I Stay terasa menarik. Jika kamu merupakan penonton yang telah membaca novelnya terlebih dahulu, saya yakin kamu kesal dengan mudahnya pada film ini, karena unsur supranatural yang hadir terasa lemah bahkan terkesan terbuang percuma, dan titik-titik penting cerita tersusun dengan mengorbankan salah satu elemen menarik lain yang menurut saya juga menjadi kunci dari daya tarik novelnya, kisah tentang pengorbanan dan juga pentingnya keluarga. 

Ya, itu yang menyedihkan, ketika musik, keluarga, dan cinta itu ternyata tidak digunakan dengan baik dalam film ini. Memang sih tidak mengharapkan mereka diberikan porsi yang sama besarnya, tapi setidaknya tidak ada yang dibuang hanya karena ingin mendorong dramatisasi cinta dua anak muda itu ke panggung utama, hal yang bahkan mampu dilakukan dengan baik oleh The Fault In Our Stars. If I Stay seperti ingin agar kamu simpati dengan cerita dan karakter, merasakan perjuangan yang teguh dalam kemuraman, tapi ketimbang melemparkannya dan kemudian membiarkan kamu mulai merasakannya ia lebih seperti mengemis, penyebabnya itu tadi, miskin koneksi, termasuk didalamnya koneksi penonton dengan cerita dan juga karakter. 

Sensasi yang diberikan novelnya hadir dalam kualitas yang kurang memuaskan disini, semua karena ambisi dari R.J. Cutler yang seperti ingin agar hubungan asmara menjadi pemain utama, dan ketika sasarannya untuk menyatukan romance, drama, dan komedi itu meleset akibat eksplorasi dangkal baik dari cerita dan juga karakter yang perlahan kehilangan pesonanya itu, ia tidak punya alternatif lain yang sesungguhnya ada pada materi terkait keluarga yang tidak diberi kesempatan untuk berdiri disamping kisah cinta itu.






0 komentar :

Post a Comment