22 August 2014

Movie Review: Detective Conan: Dimensional Sniper (2014)


Ia mungkin masih kalah populer jika harus dibandingkan dengan Doraemon di negeri asalnya Jepang, namun detektif yang selalu berupaya memecahkan masalah disekitarnya yang kebanyakan berasal dari detektif konyol bernama Kogoro Mouri dengan prosedur tipikal Sherlock Holmes ini punya fanbase kuat yang selalu terpesona dengan kerumitan yang ia berikan, dan kemudian tersenyum sederhana ketika semua masalah itu terpecahkan. Film ini berhasil memberikan hal tersebut dalam kuantitas dan kualitas yang pas, Detective Conan: Dimensional Sniper.

Conan Edogawa (Minami Takayama) dan anggota kelompok detektif ciliknya, Ai Haibara (Megumi Hayashibara), Genta Kojima (Wataru Takagi), Mitsuhiko Tsuburaya (Ikue Ohtani), Ayumi Yoshida (Yukiko Iwai), bersama Professor Hiroshi Agasa (Kenichi Ogata) serta wanita pujaannya, Ran Mouri (Wakana Yamazaki), sedang menghadiri acara peresmian Bell Tree Tower. Namun ketika sedang asyik menikmati pemandangan dari ketinggian situasi panik mendadak mengisi ruangan ketika seorang pria tewas setelah ditembak oleh seorang sniper, hal yang memaksa Conan langsung bergerak mengejar pelaku dimana ia kemudian bertemu dengan Masumi Sera (Noriko Hidaka).

Dari kerja sama dengan kepolisian serta FBI, penembak misterius tersebut diduga merupakan seorang mantan anggota SEAL bernama Timothy Hunter (Kazuya Nakai). Namun dengan semakin banyaknya pihak yang terlibat semakin banyak pula nama-nama yang diduga menjadi pelaku, ditambah dengan kemunculan mahasiswa misterius bernama Subaru Okiya, dan semakin kacau ketika Masumi Sera ikut menjadi sasaran, hal yang semakin menekan Conan untuk memecahkan kasus yang hanya meninggalkan sebuah peluru AK-11 serta sebuah dadu sebagai petunjuk.


Kisah yang ditulis oleh Kazunari Kouchi ini bukan hanya berhasil dibangun dengan baik oleh Kobun Shizuno, namun juga tepat sasaran. Ya, tepat sasaran, ia tentu saja punya niat untuk memiliki perkembangan dari kisah sebelumnya, tapi disisi lain ia juga paham apa yang menjadikan Conan menarik dan apa yang penonton cari dari Conan, dari kisah rumit yang berputar-putar dan mampu membuat penonton berpikir dan terlibat, lalu dikombinasi bersama aksi high school detective bernama Shinichi Kudo yang tubuhnya mengecil akibat racun APTX 4869 itu bersama dengan peralatan dan aksi canggihnya, serta sedikit bumbu asmara super implisit yang melibatkan Ran Mouri.

Datang tanpa ingat history film-film terdahulu Conan mana saja yang telah saya ditonton, hanya mengandalkan rasa kagum ketika dahulu membaca aksinya lewat komik, saya mendapatkan apa yang saya inginkan. Masih bermain-main dengan kasus pembunuhan, perjuangan yang kental dengan unsur thriller itu mampu dengan baik membungkus misteri serta menciptakan tahapan dalam proses pengungkapan. Tidak kuat memang, alur cerita juga sebenarnya tidak begitu kuat, namun kebenaran itu berhasil disembunyikan dengan cermat sehingga penonton terjebak dan ikut bingung dan menebak bersama, salah satu yang menjadi hal mengasyikkan serta ciri khas Conan.


Seimbang memang, dari segi cerita tidak special, namun dampak negatif berhasil di minimalisir dengan cara bercerita yang cekatan dari Kobun Shizuno. Ketika anda telah tenggelam dalam kerumitan investigasi penuh intrik dan gimmick dengan karakterisasi lemah itu ia kemudian dengan cepat menyambungnya bersama aksi pengejaran dengan tensi tinggi, menempatkan Conan seolah menjadi superhero dengan melakukan hal-hal impossible dengan ukuran tubuh mungilnya itu, masih dilengkapi dengan kacamata super canggihnya yang merupakan nenek moyang google glass, kita dibawa berseluncur keliling kota dengan lincahnya menggunakan skateboard, hingga menyaksikan aksi menendang bola dengan menggunakan kekuatan dari sepatunya.

Apakah ini istimewa? Tidak, tapi memenuhi ekspektasi dengan sangat kuat, apa yang ia sajikan mungkin tidak membawa sebuah revolusi baru yang super besar, masih bermain-main dengan formula dan materi yang menjadi andalannya, tapi cara ia disatukan berhasil memberikan hiburan yang diharapkan oleh penontonnya, bersenang-senang bersama sebuah kerumitan sembari menyaksikan tokoh favorit mereka berputar-putar bebas dengan teknologi miliknya. Kemudahan akses yang tercipta bagi penonton untuk masuk dan terlibat dalam cerita menjadi alasan mudahnya film ini untuk dinikmati penonton remaja dan juga dewasa, sehingga keberhasilan ia meraup ¥ 4 Milyar tidak menjadi sesuatu yang aneh, karena Conan memberikan apa yang penonton inginkan dari seorang Conan.


Overall, Detective Conan: Dimensional Sniper (Meitantei Conan Ijigen no Sniper) adalah film yang cukup memuaskan. Hadir sebuah dilema, saya ingin sesuatu yang lebih besar dari ini, tapi film berakhir ada senyum puas yang dihasilkan kekacauan hampir dua jam yang baru saja saya saksikan. Rumit, bahkan berpotensi besar untuk membingungkan, tapi karakterisasi yang seadanya, cerita yang tidak begitu standout, kelemahan tadi termaafkan karena keberhasilannya menghadirkan dinamika cerita yang cekatan untuk menciptakan ruang bagi penontonnya agar terlibat dalam sensasi aksi yang dilakukan tokoh animasi favorit mereka ini.







0 komentar :

Post a Comment