23 October 2013

Movie Review: The Flu (Gamgi) (2013)


Hal utama yang paling penting dari menciptakan sebuah film sebenarnya sederhana, bukan pemeran yang mumpuni, bukan pula naskah dan screenplay yang berkualitas, namun identitas utama. Film itu ingin menjadi apa? Sebuah petualangan action yang intens, atau sebuah kemasan mellowdrama yang lembut dan menyentuh, karena walaupun mereka dapat berdiri sejajar tetap saja harus ada warna utama yang berdiri tunggal. The Flu (Gamgi), manis di bagian pertama, kacau di paruh kedua.

Kim In-hae (Soo-Ae), seorang wanita yang berprofesi sebagai dokter, berhasil diselamatkan dari maut kecelakaan mobil oleh Kang Ji-goo (Jang Hyuk), yang bersama Bae Kyung-ub (Yoo Hae-Jin) menyebut tugas mereka sebagai petugas pemadam kebakaran sebagai profesi yang sulit untuk mendapatkan ucapan terima kasih. Berawal dari tas milik In-hae yang tertinggal, Ji-goo kemudian bertemu dengan Kim Mi-reu (Park Min-Ha), yang ternyata telah bertemu dengan seorang bocah sumber kehebohan yang kemudian mengguncang Bundang.

Bocah tersebut berhasil lolos dari sebuah kontainer selundupan yang berisikan imigran illegal dari Hong Kong, namun ternyata telah terjangkit virus H5N1. Hanya melalui batuk dan perantaraan udara virus tersebut menyebar dengan cepat, melahirkan laporan-laporan yang kuantitasnya terus berkembang pesat, namun celakanya berdiri sejajar dengan tingkat kematian yang terjadi. Hal tersebut kemudian memaksa pemerintah untuk melakukan karantina, menutup akses keluar sembari terus berupaya mencari solusi dari virus tersebut.


Deranged (Yeongasi) sebelumnya telah melakukan hal ini tahun lalu, menyajikan disaster film yang menaruh fokus pada infeksi epidemik yang kala itu bersumber dari Sungai Han dengan memanfaatkan air sebagai media utama, tampil baik dengan sentuhan thrill yang terjaga, tekanan horror yang cukup asyik, tapi tahu cara bermain bersama hal wajib dari film Korea dengan elemen mellow yang tidak begitu berlebihan. The Flu (Gamgi) punya hal dasar yang serupa, bahkan jika harus berbicara potensi ia terasa sedikit lebih besar, tidak ada permainan kontrol pada otak manusia yang diganti dengan hal sederhana lewat influenza, namun kurang berhasil bersinar akibat ambisi yang begitu besar pada salah satu elemen cerita.

Punya script yang sempit, pada paruh pertama The Flu berhasil melaksanakan kewajibannya, mampu membuat anda merasakan tekanan dari konflik utama, ketegangan yang baik, bahkan berhasil menyuntikkan sedikit unsur horror pada cerita lewat rasa cemas dari hal sederhana tersebut. Ya, walaupun anda sudah dapat menduga bagaimana ia akan berakhir namun pada bagian ini The Flu seperti sebuah kemasan yang misterius, secara bertahap ia telah membawa penontonnya kedalam sebuah kepanikan yang sebenarnya terasa manis dari konteks cerita. Tapi The Flu (Gamgi) sepertinya punya ambisi berbeda dari film dengan tema yang sama, belokan scenario yang justru mengganggu.

Untuk film dengan tipe seperti ini fokus anda pada cerita akan di pecah menjadi tiga bagian, cemas pada eksistensi karakter utama, cemas pada penyebaran masalah, dan cemas pada proses menemukan atau menciptakan solusi dari masalah tersebut. The Flu hanya berhasil pada satu bagian, menciptakan kondisi yang mampu menjadikan penontonnya dengan mudah merasakan tekanan dari penyebaran flu yang bergerak semakin cepat, semakin berbahaya, penuh gambar yang secara bertahap berhasil meyakinkan anda bahwa mereka adalah sesuatu yang sangat mematikan. Tapi pada dua bagian lainnya ia tidak berhasil.


Tidak begitu mempermasalahkan kualitas visual yang terasa miskin, hal utama yang mengganggu adalah keputusan Kim Sung-Su dalam memilih fokus cerita. Setelah di bentuk dengan baik pada bagian pembuka, bencana penuh kepanikan tadi ternyata tidak menjadi fokus dari Kim Sung-Su, ia lebih memilih bermain di unsur drama penuh karakter yang sayangnya tidak berhasil mempermainkan emosi penontonnya dengan cara yang baik, karena sejak awal tidak diletakkan dengan kokoh sehingga kehadirannya di sepanjang film terasa lemah, datar, dan biasa, tidak istimewa.

The Flu dapat menjadi sebuah kemasan yang cantik andai saja ia tetap menaruh fokusnya pada tekanan konflik utama yang tidak dapat dipungkiri meskipun kerap kali kehilangan momentum dan perlahan mulai kehabisan power itu masih mampu untuk bertahan hidup hingga akhir. Ya, fokus, bukannya justru mencoba menarik simpati dengan cara standard, formula paling mudah untuk mencuri atensi lewat unsur keluarga yang sejak awal kurang kokoh, bahkan mencoba tampil heroik namun terkesan dipaksakan pada unsur politis yang bersumber pada perbedaan visi. Motivasi utama film ini kurang kuat akibat terlalu sibuk berupaya menjadikan tiap elemen cerita tampil sejajar.

Dari divisi akting justru hanya Park Min-ha yang tampil bersinar, ia berhasil mencuri perhatian dengan porsi yang kecil namun fokus. Hal tersebut yang tidak dimiliki oleh Jang Hyuk dan Soo-Ae, mereka punya tugas masing-masing namun harus bekerja sama pada unsur asmara yang sayangnya terasa biasa tanpa chemistry yang mumpuni. Ya, selain Mi-reu sulit untuk menaruh peduli pada karakter lain, termasuk didalamnya para politisi dan dokter yang sibuk dengan masalah birokrasi.


Overall, The Flu (Gamgi) adalah film yang cukup memuaskan. Ketika ia masih bermain pada bencana, ini adalah hiburan yang menyenangkan, tegang dan cukup intens, namun ketika masuk ke unsur mellow, dia kurang memikat. Ini mungkin cukup mampu untuk menyadarkan kembali penontonnya pada hal sederhana yang kerap kali mereka anggap biasa, terbukti dengan kecemasan beberapa penonton di dalam studio ketika ada beberapa diantara penonton lain yang batuk ketika film masih berputar.



2 comments :

  1. Bang udah pernah nonton koren movie Bleak night ? Itu keren bang filmnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Belum nih, masuk daftar tonton deh, sepertinya menarik. Thanks. :)

      Delete