15 October 2013

Movie Review: Cloudy with a Chance of Meatballs 2 (2013)


Sedikit membingungkan untuk memulai bagian pembuka ini, karena meskipun punya beberapa pesan dalam skala kecil yang sesungguhnya masih berada pada level cukup baik, faktanya Cloudy with a Chance of Meatballs 2 tidak memiliki satu hal yang kuat dan kokoh dari cerita yang ia tampilkan, sebuah pelajaran bermakna yang kerap saya gunakan sebagai materi pada bagian ini. Cloudy with a Chance of Meatballs 2, murni sebuah pertunjukan visual.   

Setelah menyelamatkan dunia dari ancaman badai makanan, kebahagiaan Flint Lockwood (Bill Hader) ternyata masih berlanjut ketika idolanya sejak masa kecil, Chester V (Will Forte), menghampirinya dan menawarkan tawaran atas nama perusahaan Live Corp untuk membantu membersihkan pulau yang saat itu sudah dalam kondisi sangat berantakan. Ada satu syarat yang harus dipenuhi, seluruh warga Swallow Falls pindah sementara San Franjose, California, termasuk tawaran bagi Flint untuk dapat menjadi seorang penemu jika mampu menciptakan sebuah karya dalam waktu enam bulan. Tapi tanpa mereka sadari sesuatu masih hidup di Swallow Falls.    

FLDSMDFR (Flint Lockwood's Diatonic Super Mutating Dynamic Food), alat itu masih aktif, dan kini justru merubah makanan menjadi bintang buas yang berbahaya. Chester V memutuskan untuk mengirim Flint kembali ke pulau untuk mematikan sistem tersebut, yang celakanya berubah menjadi sebuah petualangan karena kehadiran Sam Sparks (Anna Faris), Manny (Benjamin Bratt), Brent McHale (Andy Samberg), Earl Devereaux (Terry Crews), Steve (Neil Patrick Harris), dan ayahnya , Tim Lockwood (James Caan).


Ia memang kalah bersaing dari kepungan Up, Coraline, Fantastic Mr. Fox, namun empat tahun lalu Cloudy with a Chance of Meatballs berhasil menjadi sebuah hit dalam konteks kemampuannya ia untuk bertahan di ingatan para penontonnya berkat kegemilangan Phil Lord dan Chris Miller menghadirkan fantasi bagaimana berbagai jenis makanan jatuh dari langit yang mereka adaptasi dari komik dengan judul yang sama itu kedalam sebuah petualangan sederhana yang menyenangkan, ketika seorang anak yang sangat terobsesi pada ilmu pengetahuan dan sedang menyandang status dikucilkan oleh masyarakat sekitarnya berhasil membuktikan diri bahwa ia juga sosok yang penting dalam lingkungan tersebut.   

Pertanyaannya adalah apa yang anda harapkan dari film kedua ini? Masih sama seperti pendahulunya, penuh warna-warni menyenangkan, atau justru berharap ada perkembangan ke arah positif. Jika jawabannya adalah yang pertama, maka Cloudy with a Chance of Meatballs 2 akan memuaskan anda, karena film ini akan memberikan anda sebuah sajian berdurasi 95 menit yang halus dan terasa dalam pada tampilan visual, namun jika jawaban ada pada pilihan kedua makan bersiaplah sedikit kecewa, karena ia kurang mumpuni dalam menerapkan hal serupa pada elemen cerita.

Cloudy with a Chance of Meatballs 2 lebih tampak seperti upaya dari Cody Cameron dan Kris Pearn untuk menghidupkan kembali karakter yang telah absen empat tahun itu agar kembali mencuri atensi ketimbang sebuah penggambaran dari perkembangan cerita itu sendiri. Memang banyak karakter dan visual yang kreatif dan imajinatif, tapi itu justru satu-satunya keunggulan yang film ini punya, selebihnya dengan mengandalkan pola yang sama seperti pendahulunya Cloudy 2 lebih terasa seperti pertunjukan visual belaka tanpa sokongan cerita yang sama menariknya. Plot yang ia miliki kurang matang untuk level yang sudah cukup dangkal itu, dengan cerita yang tidak melewati batas toleransi kebodohan, namun tidak mampu tampil lucu, tidak mampu menginspirasi dengan dasar utama betapa pentingnya kesetiaan dan persahabatan, serta ilmu pengetahuan bagi kehidupan.


Kasarnya, ini datar, dalam konteks cerita, ibarat langit dan bumi jika dibandingkan dengan visual yang ia berikan. Dari senjata utamanya, humor, banyak lelucon tunggal yang konsisten diterapkan oleh Cody Cameron dan Kris Pearn, sebut saja itu hidung yang tersangkut, N-zoo, Saspa, hingga Steve dengan satu kata berbeda makna yang kerap menyelinap masuk kedalam dialog. Sayangnya, tidak sampai setengah dari mereka yang berhasil bekerja dengan baik. Humornya terasa pemalas, script yang tidak padat untuk ukuran sebuah film animasi sekalipun, menghadirkan permainan kata untuk menunjang tampilan visual yang berisikan banyak Foodanimal menarik, Tacodile dan Cheesespider, Shrimpanse, hingga burung unta dalam wujud pisang.

Kesampingkan dahulu plot konyol dan logika yang memang tidak layak untuk hadir dalam menilai sebuah film seperti ini, ambil sisi paling sederhana, karakter, tidak berkembang. Tidak mengharapkan sesuatu yang begitu kompleks, tapi untuk secara perlahan membawa penontonnya kedalam dinamika cerita yang semakin lama semakin menarik dan akhirnya terus tertarik pada cerita saja para karakter tidak mampu. Ya, bahkan kisah cinta Flint dan Sam yang dahulu masih mampu menjadi warna pemanis kini hilang, semua akibat keputusan awal tadi, hanya berupaya menjadikan Cloudy with a Chance of Meatballs 2 agar hidup kembali dengan cara termudah, menghipnotis penontonnya dengan tampilan visual yang menakjubkan.

Ya, ini glossy. Warna-warni yang cerah masih mendominasi, detail yang memikat, memasukkan buah-buahan hingga sayuran kedalam bentuk makhluk-makhluk lucu untuk mengisi taman bermain layaknya Jurassic Park. Hal ini yang kemudian akan memecah opini, apakah hal tersebut saja sudah cukup bagi penontonnya untuk merasa puas? Karena akan sangat mudah mengatakan film ini merupakan sebuah penurunan dari pendahulunya, walaupun dari divisi pengisi suara tidak banyak mengalami degradasi sekalipun masih sama dalam hal dominasi, merata.


Overall, Cloudy with a Chance of Meatballs 2 adalah film yang cukup memuaskan. Ini memikat, ini imajinatif, dibalut dengan daya hipnotis yang begitu besar, tapi itu hanya anda dapatkan dari tampilan visual yang cerah dan memikat. Sebaliknya terjadi pada cerita, terlalu lemah untuk kategori sebuah animasi, materi klise tidak mampu tampil memikat, kurang lucu, datar dan kurang bernyawa. Itu dia, dimana anda berada, terjebak pada tampilan visual, atau mampu tersadar akibat cerita yang hampir menyentuh titik membosankan.



0 komentar :

Post a Comment