21 July 2013

Movie Review: Turbo (2013)

 

“No dream is too big, and no dreamer is too small.”

There can be miracles when you believe. DreamWorks kembali membuktikan makna dari nama yang mereka pakai, salah satu studio animasi yang mampu membawa para penontonnya untuk tidak pernah berhenti bermimpi. Kali ini mereka menggunakan para siput, hewan yang dikenal memiliki gerak yang sangat lambat, dan memasukkan mereka kedalam dunia balap mobil Indy 500. Sederhana, predictable, manis, dengan eksekusi yang tidak sebesar ambisi.

Theo (Ryan Reynolds), tidak seperti abangnya Chet (Paul Giamatti) dan kelompok siput lainnya yang hidup di sebuah kebun tomat, punya sebuah mimpi yang sangat besar dibalik kehidupannya yang menjemukan. Theo terobsesi dengan kecepatan, terinspirasi dari idolanya Guy Gagne (Bill Hader), juara Indy 500. Impiannya terwujud, terdampar di sebuah drag race, tersedot kedalam supercharger, menjadikan nitrogen oksida masuk kedalam DNA-nya, dan memperoleh apa yang ia inginkan. Celakanya hal tersebut justru membawa Theo dan Chet kedalam dunia baru.

Mereka bertemu Tito (Michael Peña), supir truk Taco “Dos Bros” yang ternyata juga punya ambisi besar dalam hidupnya, dan kemudian ingin membawa Theo ikut berkompetisi dalam balap mobil Indy 500. Tito berupaya untuk meyakinkan rekannya di komunitas bisnis lokal, Paz (Michelle Rodriguez), Bobby (Richard Jenkins), dan Kim-Ly (Ken Jeong) agar mau membantunya dalam pendanaan biaya masuk, meskipun rencana tersebut ditentang oleh abangnya Angelo (Luis Guzmán).


Seekor siput yang memperoleh kecepatan super, tentu belum pernah hadir di dunia animasi sebelumnya. Namun jika ditilik dengan seksama, Turbo merupakan sebuah penggabungan dari beberapa elemen cerita yang sebenarnya sudah pernah eksis. Seekor serangga yang tidak puas dengan hidupnya seperti A Bug's Life, sebuah ambisi besar yang impossible seperti Ratatouille, serta permasalahan lainnya dalam bentuk sebuah komunitas yang gagal seperti Cars. Tentu bukan hal yang tabu, jika ia mampu menjadi kemasan yang lebih baik, hal yang tidak dimiliki Turbo.

Jika berbicara nilai positif, Dreamworks masih memberikan apa yang anda harapkan dari mereka. Ini animasi yang indah dan proporsional dari tampilan visual, cerah dan detail, terutama ketika adegan balapan (ya, predictable, tidak perlu spoiler). Turbo juga beruntung karena memiliki karakter yang mampu tampil dengan identitas yang kuat serta tingkat kekonyolan yang tidak melampaui batas. David Soren, Robert Siegel, dan Darren Lemke juga mengambil sebuah keputusan yang tepat dan krusial, memberikan batas antara siput dan manusia, dan sukses menciptakan dua dunia dengan dua permasalahan yang cukup menarik.

Dibalik ide absurd yang ia miliki, Turbo justru mampu menjadi sebuah penggambaran dari pesan utama yang ingin ia sampaikan kepada kaum muda. Menggunakan mimpi sebagai gagasan utama, so far di tahun ini mungkin Theo adalah karakter yang paling berhasil menghantarkan misi yang ia emban. Theo berhasil dibentuk dengan baik oleh David Soren, inspiratif, imajinatif, serta punya power yang cukup untuk memicu ambisi dari kaum muda agar tidak berhenti mengejar impian mereka lewat perjuangan yang memang tidak dapat dipungkiri berada diluar batas logika.


Sayangnya diluar berbagai elemen tadi Turbo justru tampil sebagai sebuah paket yang datar. Visualnya keren, karakter punya identitas yang unik, pesan utamanya terbaca dengan baik, mereka menarik ketika dinilai terpisah, tidak ketika mereka bersatu. Cerita yang predictable mungkin dapat dimaafkan, namun materi yang membangun cerita tersebut terlalu dangkal. Tidak ada sebuah semangat yang energik dari perjuangan Theo dan Tito, mereka masuk dalam plot yang berbelit-belit untuk sebuah premis yang sederhana. Anda tahu apa yang akan terjadi selanjutnya dari cerita yang bergerak cepat, namun sayangnya mereka tidak hadir dalam bentuk yang menyenangkan.

Ketika pondasi cerita telah terbentuk, dan ia mulai hendak bergerak maju, dari sana mulai tampak bahwa Turbo ternyata punya tingkat kreatifitas yang minim. Hal yang paling mengganggu adalah pengulangan yang beberapa kali ia hadirkan tapi gagal menjalankan tugasnya, yang justru menjadikan apa yang ia berikan tampak annoying. Materi-materi yang ia coba suntikkan tidak sanggup menghadirkan sebuah pergerakan tensi cerita yang dinamis, bahkan ketika balapan berlangsung. Turbo juga semakin tampak datar saat joke-joke yang ia berikan telah terbaca oleh penontonnya.

Sedikit nafas segar hadir dari jajaran pengisi suara. Ryan Reynolds kembali mengulang apa yang ia berikan di The Croods, selalu mampu menjadikan karakter Theo terus menarik atensi dari penonton. Paul Giamatti adalah yang tampil paling efektif dibalik kesempatan minim yang ia miliki. Ken Jeong berhasil mencuri perhatian, sedangkan Michael Peña, Luis Guzmán, Samuel L. Jackson, Maya Rudolph, Snoop Dogg, Ben Schwartz, dan Michael Bell tidak tampil special karena porsi minim yang mereka miliki.


Overall, Turbo adalah film yang cukup memuaskan. Visualnya manis, karakternya unik, pesan utamanya kuat, Turbo punya tiga faktor kunci dari sebuah film animasi yang sebenarnya telah dibentuk dengan baik di bagian awal, namun tidak berhasil tampil menarik ketika mereka disatukan dan justru menciptakan sebuah petualangan yang terasa datar dan kurang bersemangat. Perjuangan siput itu mungkin akan kalah kuat jika harus dibandingkan dengan perpaduan antara Jump Around dan Eye of the Tiger.



0 komentar :

Post a Comment