14 May 2013

Movie Review: Quartet (2012)


Mungkin terkesan klise dan bahkan akan ada beberapa yang menganggap hal ini begitu cheesy, namun sesungguhnya tidak ada yang mampu menghalangi kekuatan yang dimiliki oleh cinta selama nafas anda masih berhembus, bahkan usia sekalipun. Yak, mungkin itu yang ingin disampaikan oleh Quartet, film yang juga menjadi debut Dustin Hoffman sebagai sutradara, mengangkat tema musisi di usia senja.

Beecham House, bukanlah sebuah rumah yang masuk kategori biasa. Di rumah tersebut kini tinggal banyak musisi usia senja yang telah pensiun yang ketika muda pernah berjaya di dunia musik. Beberapa sosok fenomenal yang kini tinggal dirumah yang dikelola oleh seorang mantan sutradara yang diktator bernama Cedric Livingston (Michael Gambon) dan dibawah kontrol Dr. Lucy Cogan (Sheridan Smith) ini adalah Reginald Paget (Tom Courtenay), Wilf Bond (Billy Connolly), dan Cissy Robson (Pauline Collins), tiga anggota dari Quartet yang telah melegenda, The Rigoletto.

Dalam rangka memperingati ulang tahun mendiang Giuseppe Verdi, akan diselenggarakan sebuah annual concert yang juga mengusung sebuah misi untuk menggalang dana dalan upaya mempertahankan eksistensi Beecham House. Polemic itu muncul ketika Jean Horton (Maggie Smith), leader The Rigoletto, memutuskan untuk pindah ke Beecham House. Sebuah kebetulan yang menarik, karena dengan begitu The Rigoletto dapat tampil dalam konser, namun harus terbentur pada sebuah permasalahan personal antara Jean dan Reginald.


Film ini punya salah satu adegan pembuka paling menarik di tahun ini. Meskipun berisikan karakter-karakter yang sudah sangat tua dengan kulit yang sudah kurang menarik, Quartet justru berhasil memberikan impresi yang sangat menarik dibagian awal dengan menampilkan kegiatan singkat dari para musisi yang telah pensiun tadi, sebuah latihan paduan suara yang dibalut dengan berbagai joke menggelitik nan cerdas hingga joke naughty yang sanggup menghadirkan senyum dengan rasa asam.

Namun satu hal yang harus anda ingat adalah Quartet merupakan sebuah drama komedi, bukan film yang mengusung musik yang juga menjadi bagian darinya dibaris terdepan. Hal tersebut pula yang menjadi awal dari sebuah pertanyaan yang timbul ketika ia perlahan masuk ke bagian tengah film, “apa yang ingin mereka sampaikan?” seiring semakin dominannya unsur drama dalam cerita. Cerita yang diangkat dari karya Ronald Harwood ini mulai kehilangan daya tariknya karena fokus utama cerita yang sejak awal seolah menjanjikan sebuah cerita tentang musik mulai memudar.

Sejujurnya jika  menilik dari premis yang ia tawarkan Quartet memang menarik, namun tidak menjanjikan sebuah kemasan yang megah, dan faktor utama yang ia jual sebenarnya terletak pada Maggie Smith, dan debut Dustin Hoffman sebagai sutradara. Hasilnya, film ini terlalu bertumpu pada Maggie Smith, dimana ia menjadi menarik ketika Smith hadir, namun justru tidak mampu tampil sama menariknya ketika Smith tidak ada dilayar. Sebuah kisah personal yang berpusat pada Reginald tidak hidup ketika ia berjalan sendirian, dan hanya beberapa joke dari Wilf yang bekerja dengan baik sedangkan Cissy terasa seperti beban tanpa kontribusi yang menarik.


Begitupula dari sisi teknis, dimana sebenarnya apa yang diberikan Hoffman berada dalam posisi yang sangat aman. Terdapat beberapa shoot cantik, namun sayangnya tidak punya kekuatan untuk menjadi sesuatu yang memorable. Yang justru menarik adalah cara Hoffman mengolah script yang ia miliki, sehingga dialog-dialog tersebut berhasil bekerja dengan baik dan efektif, dan juga ikut memberikan dampak pada para aktor yang tampak sangat bebas memainkan perannya. Ini yang saya suka, menyaksikan kualitas akting yang memikat dimana tiap karakter terasa hidup tanpa terasa dipaksakan, menjadikan suasana dari masa tua yang tenang dan damai ikut dirasakan oleh penontonnya, dari cara mereka bergembira hingga menyelesaikan masalah.

Namun apa yang menjadikan Quartet cukup mengecewakan adalah kurang mampunya Hoffman menjaga tensi dari cerita. Ini sama seperti penggambaran dari para karakter dalam cerita, menyaksikan bagaimana manusia mulai kehilangan power dan daya tariknya seiring berjalannya waktu. Diawal ia menarik, mulai sedikit kehilangan fokus, dan jujur saja sedikit membosankan di sepertiga bagian akhir cerita. Tidak ada momen yang mampu memberikan kejutan, mulai tampil datar, dan ketika ia berakhir tidak ada sebuah klimaks yang memuaskan. Celakanya lagi, film ini seperti kehilangan beberapa bagian dari cerita.

Seperti yang saya singgung sebelumnya, film ini punya kualitas akting yang bekerja dengan baik.  Maggie Smith sukses menjaga karakternya Jean sebagai pusat cerita yang menarik, namun tampak seperti kurang nyaman dengan statusnya sebagai karakter utama. Yang mencuri perhatian setiap ia hadir adalah Billy Connolly, bersama dengan perawakannya yang naughty sanggup menghidupkan suasana dengan joke-joke yang ia berikan.


Overall, Quartet adalah film yang cukup memuaskan. Mungkin cara terbaik untuk dapat menikmati film ini adalah dengan tidak begitu mengharapkan sebuah sajian musik yang dominan, karena hal itu hanya dipakai sebagai jalan untuk menyampaikan pesan utama yang justru lebih bernuansa drama. Premisnya menarik, punya kualitas akting yang baik, sayang harus kehilangan fokus dan tidak mampu menjaga tensi cerita. Menarik untuk sesaat, namun tidak memorable.



0 komentar :

Post a Comment