20 March 2013

Movie Review: A Werewolf Boy (2012)


Seiring berkembangnya zaman ke arah yang semakin modern, pola berpikir manusia juga ikut mengalami pergerakan yang cukup signifikan dimana dengan pola pikir modern yang terbuka mereka semakin dapat menerima sesuatu yang jika ditilik dalam sudut pandang normal adalah sebuah hal yang sangat aneh. Hal-hal yang dulu dianggap tidak mampu untuk menggambarkan hubungan romansa antara dua insan, kini seolah menjadi sebuah lahan empuk yang memiliki potensi untuk dieksplorasi. Kali ini, kisah cinta manusia normal dengan manusia serigala.

Kim Soon-Yi (Lee Young-lan), wanita tua yang kini tinggal di Amerika, menerima sebuah panggilan telepon dari Korea yang ternyata memberitahukan bahwa rumah miliknya akan dijual. Ia kembali, dengan niat untuk menuntaskan hal tersebut, namun ternyata justru terjerat dalam kisah masa lalunya. 47 tahun yang lalu, Soon-Yi (Park Bo-Young), seorang gadis pendiam yang karena penyakit paru-paru yang di deritanya menjadi sulit untuk bergaul, bahkan ibunya (Jang Yeong-Na), memutuskan agar Soon-Yi belajar sendiri di rumah, dan memilih untuk pindah ke sebuah rumah di desa terpencil yang dibelikan oleh Ji-Tae (Yoo Yeon-Seok), anak rekan dari almarhum suaminya, seorang pria yang ternyata menyukai Soon-Yi.

Rasa nyaman dan aman dari tempat baru mereka berubah seketika dengan kehadiran seorang pria yang bertingkah layaknya seekor serigala. Karena berbagai kendala pada masalah administrasi yang ribet (ya, ternyata Korea juga pernah mengalami apa yang Indonesia miliki saat ini), ibu Soon-Yi memutuskan untuk merawat pria yang awalnya dianggap sebagai salah satu dari 60.000 anak terlantar korban perang Korea itu, dan kemudian ia beri nama Chul-Soo (Song Joong-Ki). Soon-Yi, yang awalnya menganggap Chul-Soo sebagai "masalah", justru perlahan mulai berubah berkat kehadiran Chul-Sooyang bahkan membawa ia keluar dari rasa putus asa yang selama ini dideritanya.


Manusia dengan vampire, manusia dengan zombie, dan kali ini manusia dengan seekor serigala yang hidup dalam rupa seorang pria yang bahkan tidak bisa berbicara, dan akan menerima perintah layaknya seekor anjing peliharaan. Sebuah premis yang menarik dari Jo Sung-hee, dimana ia menaruh seorang wanita muda dengan berbagai permasalahan yang harus ia hadapi dan terima, dan memasukkan sebuah karakter yang cukup ekstrim untuk “menyelamatkan” kehidupan wanita tersebut. Ya, jujur memang tidak begitu megah dan terkesan sedikit mellow, namun script yang ditulis oleh Jo Sung-hee terasa solid. 

Ya, saya suka cara Jo Sung-hee memainkan tempo dari cerita, dimana ia mampu mengkontrol beberapa proses yang punya potensi untuk membosankan justru tampil menarik, salah satunya dengan menghadirkan dua shocking moment yang bekerja dengan sangat baik. Begitupula dengan beberapa sub plot yang digambarkan dengan singkat dan jelas, tidak menutupi konflik utama, namun berhasil terus menghadirkan pertanyaan sehingga menciptakan sebuah destinasi akhir. Contohnya seperti pertanyaan dari mana Chul-Soo berasal, bagaimana bisa ia menjadi seekor serigala, itu terus berputar di pikiran sembari ikut mempertanyakan bagaimana cara Jo Sung-hee akan mengakhiri semuanya.

Film yang mengangkat tema romance dengan menggunakan dua karakter yang salah satunya tidak “normal” punya peluang untuk menjadi hancur di akhir cerita. Ya, anda tentu tidak ingin menerima sebuah ending yang konyol dan bodoh sebagai ganjaran atas kesempatan dan toleransi yang anda berikan kepada mereka untuk menampilkan kisah yang kurang masuk akal. Hebatnya, A Werewolf Boy tidak memiliki hal tersebut. Memang ia tidak punya “magic” dan tidak berakhir sesuai ekspektasi mayoritas penonton seperti apa yang diberikan oleh Warm Bodies, namun A Werewolf Boy justru punya sebuah ending yang pintar, dalam artian dia tetap mampu membuat anda merasakan kekuatan cinta dari dua karakter utamanya, dan tidak dipaksa yang mungkin akan menjadikannya tampak bodoh.


A Werewolf Boy adalah film yang memberikan berbagai elemen ceritanya dalam kapasitas yang tepat. Kuncinya terletak pada keputusan Jo Sung-hee untuk menjadikan karakter Chul-Soo nyaris tidak berbicara sepanjang film. Lebih banyak diam, dan memanfaatkan gerak tubuh serta ekspresi wajah untuk menggambarkan maksud yang ingin ia sampaikan, justru menjadikan cerita yang berputar disekitar Chul-Soo menjadi hidup. Momen lucu dan menyenangkan dihantarkan dengan baik dan manis, kisah cinta malu-malu mampu membuat saya ikut tersenyum, serta tensi dari pertikaian sengit di paruh akhir cerita dapat terasa dengan baik dan tetap stabil, semua dibalut oleh cinematography yang apik dengan palet warna yang terasa lembut di mata.

Kelemahan film ini, dan kekecewaan yang saya rasakan, adalah keputusannya untuk bermain dalam lingkup yang aman. Ada beberapa bagian yang sebenarnya dapat di tekan lebih kuat dan dalam sehingga mungkin mampu tampil memukau, namun justru dihadirkan sesuai pattern yang telah ia bangun sejak awal. Ya, mungkin jika dua shocking moment itu tidak hadir, atau bahkan jika mereka tidak bekerja dengan baik, film ini akan berakhir datar, karena meskipun punya tempo cerita yang relatif stabil, mereka punya potensi untuk membosankan bagi beberapa kalangan penonton. Mungkin itu adalah semacam pertaruhan yang dilakukan oleh Jo Sung-hee, dan untungnya hal tersebut mampu menutupi kekurangan minor tadi.

Dua pemeran utama mampu menghadirkan performa yang (lagi) berada dalam level yang aman. Mereka mampu menaikkan tensi cerita yang diawal sedikit membosankan itu, lewat kisah-kisah yang mereka punya secara individu dan juga tim. Song Joong-ki memang tampil apik lewat ekspresi wajah dan gerak tubuhnya yang menghidupkan karakter manusia serigala tersebut, membuat saya sedikit tidak percaya bahwa pria yang dahulu saya saksikan berlari kesana kemari di variety Running Man itu ternyata punya kualitas akting yang tidak dapat dianggap remeh. Ya, saya tidak menyaksikan drama Korea, dan di A Frozen Flower kesempatan yang ia punya juga terbatas. Tapi, bukan karena saya pria, justru bagi saya Park Bo-Young punya kontribusi yang sedikit lebih banyak dibandingkan Joong-ki, karena perannya yang seolah menjadi jembatan pemersatu berbagai konflik yang film ini miliki, meskipun tidak sekeren ketika ia bermain di Speedy Scandal.


Overall, A Werewolf Boy (Neukdae Sonyeon) adalah film yang menyenangkan. Ini adalah film yang berada dalam level aman, sejak awal tampak memilih untuk bermain aman dan ternyata itu terus berlanjut hingga akhir. Jelas sebuah keputusan yang tepat, lagipula ia juga punya dua pemeran utama yang memiliki daya tarik yang baik serta cerita juga terasa cukup menarik. Meskipun kurang memiliki emosi yang kuat film ini tetap berhasil menyajikan sebuah kisah tentang kekuatan cinta dengan cara yang menghibur dan menyenangkan.


0 komentar :

Post a Comment