06 December 2012

Movie Review: The Intouchables (2011)


Memang akan sedikit sulit jika anda ditanya apa hasil dari kombinasi musik klasik dengan RnB dan juga disko, karena dari cara menikmatinya sudah berbeda. Ya, sulit, tapi bukan berarti tidak bisa. The Intouchables menjadi sebuah buktinya, bagaimana ketika seorang jutawan tunadaksa, heteroseksual, dengan kehidupan yang sangat formal dapat jatuh hati pada seorang pria yang baru bebas dari penjara karena kasus pencurian.

Jangan salah paham dulu, makna jatuh hati diatas bukanlah cinta eros, tapi cinta philia. Philippe (François Cluzet), secara fisik memang sangat menyedihkan dimana bagian tubuhnya yang dapat merespon rasa hanya dari leher ke atas. Namun, Philippe punya semua materi yang pasti mayoritas para pria inginkan, rumah dan mobil mewah, assisten pribadi yang bertugas mencatat apa yang ia ucapkan, dan para pembantu dengan pengawas bernama Yvonne (Anne Le Ny). Semua punya tugasnya masing-masing, tapi Philippe ingin seseorang yang dapat mengasuh dia sehari-hari secara lebih detail, dari memandikannya hingga membawa dia berjalan-jalan.


Driss (Omar Sy), seorang pengangguran dan mantan kriminal yang baru saja di usir oleh ibunya, tumbuh besar dikeluarga miskin dipinggiran kota yang keras. Tujuan utama dia datang ke interview yang dilakukan oleh Philippe hanyalah untuk mendapatkan tanda tangan, menjadi bukti dia telah menghadiri sebuah interview, sehingga ia dapat memperoleh asuransi bagi pengangguran. Driss tampil apa adanya, masuk dengan cara yang tidak sopan, menggoda Magalie (Audrey Fleurot), asissten Philippe, dan berdebat tentang pengetahuan musik. Ya, terkadang anda harus tampil beda untuk menjadi yang terdepan.

Premisnya memang simple, terkesan sedikit cetek, dan mungkin akan menjadikan anda tidak menaruh ekpektasi yang begitu besar. Hal ini tampak seperti disengaja oleh Olivier Nakache dan Eric Toledano, karena di bagian awal saya langsung ditawarkan sebuah adegan yang berhasil merubah penilaian awal saya terhadap film ini. Philippe dan Driss sedang melaju di indahnya jalanan kota Paris dimalam hari, dikejar oleh polisi, saling bertaruh uang, dan berhasil lolos dengan alasan Philippe sedang terserang stroke.


Setelah dibuka dengan cara yang menyenangkan, mampu mengajak saya ikut bergoyang bersama lantunan lagu September dari Earth Wind & Fire, cerita berjalan mundur menuju proses bagaimana scene pembuka itu dapat terjadi. Ya, dengan sebuah konsep yang sempit, cerita yang tidak begitu dikembangkan dengan luas, film ini justru mampu menghibur dengan memanfaatkan secara maksimal elemen-elemen lainnya. Kunci suksesnya adalah Philippe dan Driss. Dengan semua kelemahan serta kelebihan yang masing-masing mereka miliki, Philippe dan Driss membentuk sebuah tim yang sangat kuat. Interaksi yang sangat menarik berhasil mereka ciptakan, terutama bagaimana Driss mengajarkan Philippe cara menikmati hidup yang sesungguhnya.

Fokus utama film ini adalah bahwa rasa nyaman merupakan kunci sukses dalam menjalin sebuah hubungan persahabatan. Tidak perduli anda siapa, atau seberapa kaya anda, jika anda sudah merasa klop dengan seseorang, maka anda akan merasa kehilangan ketika ia tidak ada disamping anda. Hal tersebut berhasil digambarkan dengan baik oleh Nakache dan Toledano.

Ya, terima kasih kepada Omar Sy, karena dia berhasil menjalankan semua tugasnya dengan baik, menjadikan cerita utama terus menarik, dan mampu membentuk beberapa konflik kecil yang juga berpusat padanya, berhasil mencuri perhatian sejenak dengan pesan yang mereka bawa. Begitupula François Cluzet, yang tampak sedikit mengalah, memberi ruang yang besar bagi Omar Sy untuk tampil didepan. Mereka berdua adalah sebuah tim dengan kombinasi yang sangat baik, dengan kekuatan utamanya terletak pada ekpresi yang mereka tampilkan, berhasil membentuk karakter yang hebat dan mempesona.


Overall, The Intouchables adalah film yang memuaskan. Tidak banyak hal teknis yang perlu dibahas secara dalam, karena kekuatan film ini terletak pada dua karakter utamanya yang menarik, berhasil dibentuk dengan indah oleh dua pemeran utamanya, dan terus tampil memikat hingga akhir berkat arahan yang rapi dari dua sutradaranya. Ya, premisnya simple, ceritanya sempit dan mudah ditebak, hanya memiliki beberapa konflik kecil, namun mampu tampil lucu, menyentuh, dan menyampaikan pesan yang mereka bawa dengan cara yang menyenangkan. 

Score: 8,25/10

0 komentar :

Post a Comment