24 September 2013

Movie Review: Insidious: Chapter 2 (2013)


"In my line of work things tend to happen when it gets dark."

Berhasil meraih pendapatan 60 kali lipat dari budget yang ia miliki, hanya orang bodoh dalam dunia industri perfilman yang tidak mau meneruskan film tersebut, dengan opsi lain ia mungkin sudah kehilangan cinta. Yap, mungkin ini adalah alasan dimana Paranormal Activity series yang selalu sukses melakukan sulap tersebut memutuskan absen tahun ini, mereka sudah mulai kehilangan cinta dari penonton, memberikan ruang atau mungkin menyerahkan tongkat estafet kepada Insidious: Chapter 2, another financial success, tidak berhasil mengulangi apa yang pendahulunya pernah lakukan dalam hal kualitas.

Pada tahun 1986, Lorraine Lambert menemukan ada sesuatu yang aneh pada anaknya, Josh, dan kemudian meminta bantuan kepada ahli paranormal untuk menyelidiki penyebabnya. Tanpa sebuah proses observasi yang terlalu lama sang ahli memutuskan bahwa di dalam rumah yang keluarga mereka huni terdapat makhluk lain yang kerap menemani Josh, hal yang kemudian terbukti setelah mencoba metode pencarian hot and cold. Tapi celakanya meskipun kemampuan astral projection miliknya telah di hapus, Josh masih tetap diikuti makhluk tadi.

Dua puluh lima tahun kemudian, setelah interogasi atas peristiwa terbunuhnya Elise, Renai (Rose Byrne) kembali bergabung dengan suaminya Josh Lambert (Patrick Wilson) dan kedua anak mereka yang kini menetap dirumah Lorraine Lambert (Barbara Hershey). Tapi hal-hal aneh mulai menghampiri Renai yang masih, dari suara tangisan bayi, wanita berbaju putih, hingga anak mereka Dalton (Ty Simpkins) yang melihat sosok tak dikenal. Hal tersebut memaksanya meminta bantuan pada rekan Elise, Specs (Leigh Whannell) dan Tucker (Angus Sampson), karena Renai sadar itu semua bukan karena rumah, melainkan keluarga mereka.


Bukan hanya horror, namun juga dalam semua genre film, menciptakan sebuah sekuel bukan merupakan sebuah pekerjaan yang mudah. Penonton berharap ada perkembangan positif, intensitas terror yang tidak menurun namun dengan materi yang segar, disisi lain juga terikat bagaimana agar warna dan ciri yang telah ada tidak hilang begitu saja. Yap, apalagi ketika masuk ke ranah horror dimana opsi yang tersedia tidak luas seperti genre lainnya, menjadi beda sembari berupaya terhindar dari kegagalan yang memalukan. Insidious: Chapter 2 berhasil di tugas ini, ini tidak standard, ini juga segar dibalik materi klasik seperti derit pintu, kemunculan mengejutkan, hingga suara-suara "mengganggu", sayangnya ia kaku, terlalu sesak, cukup berantakan, dan akhirnya, tidak menakutkan.

Insidious: Chapter 2 seperti sebuah eksperimen baru dari seorang James Wan dalam upaya untuk menambah variasi warna dalam karya yang ia miliki. Yap, mungkin James Wan ingin mencoba membuka arena bermain baru, kali ini dengan mencoba menghadirkan kisah yang sedikit kompleks, membangun premis sederhana itu menjadi sebuah perputaran cerita yang punya potensi besar untuk menjadikan penontonnya sedikit menguras fokus mereka dalam memecahkan misteri yang di beberapa titik sejujurnya tampak cerdas. Tapi semua orang juga tahu, bahkan anak kecil sekalipun, kunci dari sebuah film horror adalah mampu menakuti anda, dan rasa takut itu akan muncul dengan berbagai kejutan, hal yang sayangnya terasa sangat lemah di film ini.

Tidak begitu mempermasalahkan keputusan James Wan yang dengan percaya diri langsung mengumbar sosok tersebut tidak jauh dari titik start, namun masalahnya adalah setelah itu ternyata Insidious: Chapter 2 minim kejutan. Ia seperti tidak lagi membawa anda bermain-main di arena horror, lebih tampak seperti menuntun penonton menuju konklusi dari misteri yang tampak rumit yang telah ia ciptakan. It's oke jika Wan ingin membagi dua elemen tersebut sama besar, namun jangan lupakan tujuan penonton untuk menyaksikan Insidious: Chapter 2, kejutkan kami dengan cara yang tidak murahan, dan buat kami merasakan tekanan yang mampu sesekali menjadikan kami menahan nafas dan berujung. Dua elemen tadi dapat tidak saling membunuh, yang celakanya tidak dapat dihindari oleh film ini.


James Wan memang mampu dan cerdik dalam membangun cerita, melanjutkan film pertama dengan manis disertai referensi dari momen-momen menakutkan yang dimiliki pendahulunya, beberapa materi seperti hot and cold, telepon kaleng, dan berbicara dengan roh lewat dadu, kemudian membagi Insidious: Chapter 2 kedalam dua bagian dalam bentuk dunia nyata dan dunia roh dan menjadi dua komponen yang saling mengisi satu sama lain, namun sayangnya kurang mumpuni dalam hal menjalankan dua dunia tersebut secara bersamaan. Mereka tidak kuat, mereka samar-samar seperti mencoba melihat dari sebuah kaca yang ditutupi embun. Hasilnya, tidak ada jalur utama cerita yang mampu membuat anda kembali lagi setelah sejenak masuk ke dalam konflik pendukung, semua punya porsi dan tugas yang sama.

Insidious mampu membentuk premisnya yang simple itu untuk menjadikan anda merasa gelisah dan cemas di paruh pertamanya. Sedangkan Insidious: Chapter 2, jangankan mencoba untuk melakukan hal tadi lewat beberapa pengulangan kejutan klasik yang tidak bekerja dengan baik, untuk menjadikan anda tetap teguh menilai bahwa ia tetap menaruh horror sebagai materi utama saja ia kerap kali kesulitan akibat blunder James Wan yang sulit di mengerti dengan memasukkan karakter berwajah konyol yang tidak menyeramkan tapi justru mudah untuk menjadikan anda tertawa. Ini belum ditambah dengan score yang apik namun sering merusak suasana, menghancurkan keheningan dan mematikan dengan seketika "gotcha moment" yang ia akan hadirkan.

Bagaimana menggambarkan Insidious: Chapter 2? 80% rasa ingin tahu, dan sisanya untuk nafas horror. Kesalahan utama mungkin terletak pada backstories yang kuantitas terlalu besar, beberapa adegan yang kurang penting, serta lelucon-lelucon yang menjemukan. Yap, sedikit humor memang tidak salah untuk memainkan tempo dan tensi dengan menurunkan tingkat ketegangan, tapi celakanya Insidious: Chapter 2 tidak berhasil menaikkan kembali tempo dan tensi tadi, meskipun Specs dan Tucker berhasil mencuri perhatian ditengah divisi akting yang berdiri sejajar, baik dari kualitas hingga motivasi yang hambar.


Overall, Insidious: Chapter 2 adalah film yang kurang memuaskan. Ketika Back To The Future bertemu dengan Poltergeist dan The Shining, ini tentu saja lebih segar, namun tidak lebih baik dari film pertamanya, even it's pretty funny, honestly. Jangankan untuk menyamai The Conjuring, untuk berdiri sejajar dengan Mama atau bahkan mungkin Evil Dead, Insidious: Chapter 2 masih kurang layak. Yap, horror yang ia miliki kurang, lebih didominasi misteri, dan itu menjengkelkan. Eksperimen anda yang overconfident ini gagal, Mr. James Wan. 








PS: This time special for men. This movie maybe far from the standard of scary, and probably will damage "the other purpose" you watch it with your lover. But please don't use other method with trying to act smart-ass, explains the story throughout the film to your lover, with a voice that can be heard from two rows exactly in front of you. It was disturbing!!! Please, there are many elegant and easy way to try to impress your lover. Don't be a cheap guy. :)

0 komentar :

Post a Comment