25 February 2017

Review: Rings (2017)


"You’re not real!"

The Ring’ yang rilis tahun 2002 serta ‘The Ring Two’ yang hadir tiga tahun berikutnya sebenarnya telah “rampung” menceritakan kisah Samara Morgan, versi english dari Sadako, but “the brand” masih begitu menarik untuk diekploitasi maupun dieksplorasi. ‘Rings’ mencoba untuk melakukan dua hal tersebut, membawa kembali videotape bertuliskan “watch me” itu mengajak penonton bertemu dengan “kebangkitan” Samara 13 belas tahun pasca kejadian di film pertama. It’s a “mute” horror.

“Lingkaran” berisikan video misterius yang telah menelan banyak korban itu ternyata kembali berlanjut. Berawal dari tragedi di pesawat terbang sebuah video terkait kejadian tersebut jatuh ke tangan Professor Gabriel Brown (Johnny Galecki). Setelah menonton video tersebut Gabriel mendapat kabar yang mengatakan ia akan mati tujuh hari lagi. Gabriel bertindak cepat dan “melempar” videotape tersebut kepada pelajar bernama Holt (Alex Roe) dan pacarnya Julia (Matilda Anna Ingrid Lutz).  Ketika kutukan kemudian “menetap” di salah satu dari mereka Holt dan Julia mencoba menyelidiki video tersebut, membawa mereka ke sebuah kota dan bertemu Galen Burke (Vincent D'Onofrio), seorang penjaga pemakaman.  


Jujur saja saya dapat membuat sinopsis yang jauh lebih menarik dari apa yang saya tulis di atas tadi, tapi rasanya hal tersebut kurang “layak” untuk saya berikan kepada film yang selama 102 menit durasinya itu tergolong gagal memberikan apa yang saya harapkan dari film horror. ‘Rings’ dimulai dengan sebuah prologue yang mencoba mengingatkan kembali kamu pada kutukan dari Samara dan juga fakta bahwa kutukan tersebut kembali berlanjut. Sedikit terasa “strange” harus diakui tapi sampai di bagian tersebut ‘Rings’ sebenarnya tidak terlalu buruk. Setelah mencoba menciptakan kesan “hell” di bagian pembuka real story kemudian dimulai yang sayangnya langsung menunjukkan grafik menurun yang sangat drastis terkait daya tarik yang dimiliki cerita. 


Masalah pertama ‘Rings’ adalah script yang ditulis oleh David Loucka Jacob Aaron Estes, dan Akiva Goldsman (Academy Award winner for Best Adapted Screenplay). Cerita yang “doesn’t make sense” sebenarnya bukan sesuatu yang terlalu taboo dari film horror tapi dengan syarat mampu membuat penonton terus tertarik dan tidak menjadi terasa annoying. Yang pertama ‘Rings’ gagal lakukan sementara yang kedua berhasil film ini lakukan dengan sangat baik. Exploit kemarahan dari Samara cerita seperti bingung ingin menjadi apa, apakah ingin menjadi kelanjutan dari kisah Samara atau hanya sekedar menggunakan Samara untuk bermain dengan “cara” yang berbeda. Eksposisi terasa sangat forced dengan dipenuhi “gimmick” dan juga stupidity yang terasa stupid. 


Kekacauan itu semakin lengkap ketika feel horror yang dihadirkan bagian pembuka perlahan terasa semakin redup, ‘Rings’ terasa "dingin" dalam konteks yang negative. Melengkapi cerita yang terasa sangat lemah itu adalah pengarahan dari sutradara F. Javier GutiĆ©rrez yang tidak berhasil menciptakan “imagination” yang menarik terutama dalam hal membuat feel menyeramkan yang kuat. Terasa unik ketika pada sebuah film horror elemen horror justru menjadi bagian yang paling terasa underwhelming, terasa “kabur” dan gloomy. GutiĆ©rrez tidak berhasil menciptakan atmosfir yang terasa threatening untuk mempermainkan aura menakutkan yang dimiliki oleh Samara. Hasilnya fokus penonton tertuju pada karakter lain di luar Samara yang sayangnya juga tidak punya backgrounds yang menarik dan juga appealing. 


Dengan kesan horror atau menakutkan yang terasa terlalu ringan ‘Rings’ hanya menyisakan proses solve the mystery. Mereka kembali hadir dengan “sistem” yang sama seperti film-film ‘Rings’ sebelumnya, itu tidak akan jadi masalah kalau ada kesan “segar” yang ia berikan. Film ini tidak punya itu dan berhasil menjadi pelengkap dull adventure yang penonton jalani bersama karakter yang juga terasa “mengerikan” itu. Inkonsistensi yang hadir di cerita dan juga directing juga eksis di sektor akting, tentu saja kita tidak datang menyaksikan film horror untuk melihat performa akting yang super memukau tapi setidak dibutuhkan performa akting yang oke agar karakter terasa menarik, dampak domino dari sana cerita juga bisa jadi lebih menarik. Alex Roe, Johnny Galecki, Vincent D'Onofrio, dan Matilda Lutz tidak berhasil melakukan itu dengan nama terakhir terasa belum “siap” untuk mengembang lead role. 


Ada satu scene di film ini ketika karakter berada di dalam kegelapan untuk mencoba melihat tulisan, setelah itu ruangan tertutup dan kemudian karakter tersebut mengambil handphone untuk menggunakan flashlight. That’s some kind of stupidity yang sayangnya di sini justru terasa stupid dan annoying, sudah cukup untuk menjadi contoh kualitas ‘Rings’ secara keseluruhan. ‘Rings’ tidak mencoba memberikan sesuatu yang berbeda pada kisah tentang Samara, itu tidak masalah, yang menjadi masalah adalah itu datang dengan script yang medioker, karakter yang terasa dull, dan juga tanpa scares yang terasa memikat. Jangankan untuk mencoba mengejutkan dan “mengganggu” penontonnya untuk mampu menjaga atensi saja ‘Rings’ tidak berhasil dan itu terjadi selepas bagian pembuka hingga, well, bagian penutup. A “mute” horror, it's a torture.














Cowritten with rorypnm

2 comments :

  1. Kalo saya yang dapat kaset itu, akan saya pertontonkan kepada ribuan orang, atau jutaan orang lewat stasiun TV. Biar kita liat seberapa sibuknya samara mematikan jutaan orang sekaligus. ��

    ReplyDelete