09 December 2020

Movie Review: Corpus Christi (2019)

“God speaks to us through various events in our life. But the most important thing is never to lose faith.”

Sangat mudah untuk mengernyitkan dahi saat membaca sinopsis film yang sukses menciptakan rekor baru di ajang Polish Film Awards ini, karena walaupun isu yang ia bawa terasa universal namun jalan yang ia gunakan untuk bercerita terasa unik, mungkin eksentrik. Bagaimana jika narapidana yang gemar menggunakan narkoba dan cinta dengan alkohol suatu saat diminta untuk menjadi Pastor, memimpin umat dan mungkin menjadi panutan bagi mereka. Ya, kita tahu fokusnya akan mengarah ke mana tapi bukan sesuatu yang mudah untuk melakukan tackle terhadap isu seperti itu, dapat menjadi alarm dan kritik tapi bisa juga jatuh menjadi “khotbah” yang tidak menarik. ‘Corpus Christi (Boże Ciało) : uplifting drama, speaks about love through one delicious "rotten egg."


Daniel (Bartosz Bielenia) merupakan seorang pria muda yang kini harus mendekam sebagai tahanan, ia dihukum karena kasus pembunuhan. Sikapnya sendiri tidak berbeda dari image para penghuni penjara yang liar dan brutal, aksi bullying telah menjadi makanan sehari-hari mereka. Tapi di sisi lain Daniel sebenarnya memiliki panggilan hati untuk mendekatkan diri dengan Tuhan, tidak heran ketika ia bebas Daniel kemudian memutuskan untuk datang ke sebuah gereja padahal tujuan utama Daniel pada awalnya untuk bekerja di sebuah pabrik penggergajian kayu.

Daniel melihat peluang dan ia tidak ingin menyianyiakan kesempatan itu. Berawal dari pertemuannya dengan wanita bernama Marta Sosińska (Eliza Rycembel) yang kemudian memperkenalkannya kepada pengurus gereja bernama Lidia (Aleksandra Konieczna), Daniel terkejut karena ia langsung menempati posisi penting di gereja barunya itu ketika Father Wojciech (Zdzisław Wardejn) harus menjalani perawatan medis. Daniel mulai menjalankan semua tugas seorang Pastor termasuk menangani sebuah kasus kematian yang masih memecah belah umatnya.

Pesona terbaik yang dimiliki ‘Corpus Christi’ adalah walaupun menggunakan gereja lengkap dengan berbagai acara keagamaan-nya itu, namun konflik yang berputar di sekitar karakter Daniel merupakan kumpulan berbagai isu yang terasa universal. Itu karena sedari awal Sutradara Jan Komasa bersama dengan Screenwriter Mateusz Pacewicz membentuk karakter utama kita itu sebagai seorang carrier. Yang saya maksud di sini adalah walaupun ada agama Katolik di dalam cerita tapi sosok Daniel tidak sepenuhnya terkunci pada agama Katolik, bukan image yang mewakili agama tersebut saja. Justru Daniel ditempatkan oleh Jan Komasa sebagai perwakilan dari para penonton yang mungkin merasakan hal serupa dengan Daniel.


Salah satu fokusnya adalah self-control. Kita bisa lihat dari Daniel bagaimana manusia dapat masuk ke dalam fase di mana mereka merasa ingin dekat dengan Tuhan tapi merasa kesulitan untuk berjuang meraih keinginannya tersebut. Di dalam hati dan pikirannya Daniel sadar bahwa ada perubahan ke arah yang jauh lebih positif ketika ia menjalankan aksi penyamarannya itu, memang tidak selalu membuatnya merasa tenang tapi jelas terlihat Daniel yang awalnya seperti domba yang kehilangan arah dan tujuan hidup perlahan mulai menemukan jalan yang mampu membawa damai masuk ke dalam hati dan pikirannya. Tapi di sekitar karakter utamanya mereka itu Jan Komasa dan Mateusz Pacewicz hadirkan pula narkoba dan alkohol.

Itu yang membuat perjuangan Daniel menjadi menarik, usaha untuk berubah namun “luka” dari sikap nakalnya di masa lalu menjadi penghalang. Tidak hanya karakter Pinczer (Tomasz Ziętek) saja tapi juga dari gejolak emosi yang tersimpan di dalam diri Daniel, pria ini belum mampu untuk mengatakan tidak pada hal-hal duniawi yang selalu menggoda dirinya. Situasi tersebut menciptakan dua sisi pada narasi yang berjalan beriringan di mana Daniel berada di titik tengah, Daniel ditarik secara terus menerus oleh malaikat dan setan yang berdiri di masing-masing sisi cerita. Jan Komasa terus dorong situasi itu agar menjadi spotlight sehingga saat ia mendorong masuk berbagai isu dan pesan kemunculan mereka terasa slick and smooth.


Salah satunya adalah pesan tentang betapa penting untuk tetap percaya pada God's plan. Daniel jatuh dan mencoba bangkit, ia menjalani begitu banyak “event” di dalam hidupnya dan lewat peristiwa-peristiwa itu Tuhan berbicara pada Daniel, walapun ada tragedi di antaranya. Seberapa jauh Daniel berjalan menjauh dari Tuhan dalam kehidupannya? Saya rasa cukup jauh, namun dia punya keinginan untuk kembali ke jalan yang positif, ia menari, bernyanyi, dan berdoa, mencoba membangun kembali komunikasi dengan Tuhan. Ada punch yang sangat kuat di sana dari Jan Komasa, ia hadirkan hal itu secara implisit tapi setelah berlalu ada kesan mencolok dan kontras terutama pada isu tentang kasih dan memaafkan, forgive doesn't mean forget, forgive means love.

Tidak heran jika ‘Corpus Christi’ ini seperti sebuah alarm yang mengguyur penonton dengan air yang menyegarkan, mengingatkan kembali pentingnya sikap kasih sayang kepada sesama manusia. Itu sangat universal dan berhasil disampaikan dengan cara yang menyenangkan karena Jan Komasa sajikan lewat perantaraan manusia yang ibarat sebuah telur maka telah masuk ke dalam kategori hampir busuk. Daniel adalah sosok yang sangat mencolok karena Jan Komasa memberi keleluasaan agar ia bergerak bebas menjadi “dirinya sendiri”, lengkap dengan ketidakmampuannya dalam menolak godaan buruk. Jan Komasa siapkan jalan yang “rapi” bagi Daniel, cara ia membentuk cerita juga oke terutama membuat narasi konsisten terasa lincah.


Alhasil tidak ada momen di mana energi Daniel yang sedang berkobar itu menjadi redup, ia terus dipoles bersama rasa cemas penonton, cinematography menangkap kecemasan yang ia rasakan sedangkan kualitas editing membuat cerita punya irama yang oke. Jajaran aktor juga punya andil besar terutama Bartosz Bielenia, ia seperti terlahir untuk memerankan Daniel, emosi yang tidak stabil yang diselimuti keraguan berhasil ia tampilkan dengan baik bersama progres Daniel menuju sisi positif. Lidia adalah karakter lain yang paling mencuri perhatian, Aleksandra Konieczna buat dia bergejolak di dalam diam, ada pula Eliza Rycembel dan Łukasz Simlat (Father Tomasz) yang memanfaatkan dengan baik kesempatan yang dimiliki karakternya untuk sesaat mencuri perhatian penonton dari sosok Daniel.

Overall, ‘Corpus Christi (Boże Ciało) adalah film yang memuaskan. Selalu ada rasa unik ketika merasa uplifting setelah menyaksikan sebuah film yang bersuara lewat karakter utama yang “rotten” seperti Daniel. Tapi itu membuahkan hasil yang sangat baik terutama untuk berbicara tentang hubungan antara manusia dan Tuhan, bahwa selalu ada jalan bagi orang-orang yang mau percaya pada-Nya. Daniel contohnya, ia menemukan jalan to do good things in his life meskipun ia memiliki sejarah yang kurang baik pada hubungannya dengan Sang Pencipta. But, doesn't matter where you're coming from, all that matters is where you are going.







1 comment :

  1. “They tell you to pray. What does "pray" mean? It means: "Talk to God." Tell him something important, personal. Tell him about your feelings, anger, fear, hurt, even about your guilt. He will understand that. Sing to him about it!”

    ReplyDelete