06 August 2016

Movie Review: Suicide Squad (2016)


"I’m bored. Play with me!"

Akhirnya mereka tiba, salah satu dari sekian banyak highly anticipated film tahun ini, menilik teaser yang ia lempar juga menyandang status dan hype sebagai film pertama di DC Extended Universe yang mencoba sedikit menggeser serious stuff dari panggung utama untuk kemudian tampil a la sebuah pesta berisikan para kriminal “gila”. Lalu di mana pada akhirnya ia berdiri? Apakah ini tampil lebih baik dari “tawuran” yang inkoheren itu? Apakah ini menjadi sebuah “kekacauan” yang menghibur? Suicide Squad: a bumpy but catchy intro for DC anti-hero.   

Pejabat Intelijen USA bernama Amanda Waller (Viola Davis) menganggap bahwa negaranya kini harus mempersiapkan “tameng” yang lebih kuat dan lebih mampu untuk menghadang serta melawan jika kelak the “next Superman” muncul kembali. Waller kemudian mengusulkan agar pemerintah membentuk sebuah satuan tugas namun berisikan anggota yang tidak “biasa”, sebuah tim berisikan para meta-humans yang merupakan kriminal dengan berbagai kekuatan super. Ide tersebut dikabulkan karena dengan menaruh “deadly detector" di dalam tubuh para kriminal tadi maka setiap anggota tim yang kemudian bernama ‘Suicide Squad’ itu akan patuh karena status mereka yang nothing to lose.

Deadshot (Will Smith), Diablo (Jay Hernandez), Slipknot (Adam Beach), Killer Croc (Adewale Akinnuoye-Agbaje), Boomerang (Jai Courtney) dan Harley Quinn (Robbie) “dipaksa” untuk menjadi sebuah tim di bawah pengawasan Kolonel Rick Flag (Joel Kinnaman) dan Katana (Karen Fukuhara). Misi mereka adalah berusaha untuk menggagalkan sebuah rencana besar dan berbahaya yang sedang dilakukan oleh Dr. June Moone (Cara Delevingne) yang tubuhnya digunakan oleh roh penyihir jahat bernama 'Enchantress'. Celakanya itu bukan sebuah tugas yang mudah bagi Suicide Squad, otak kriminal mereka yang liar masih eksis walaupun berada di bawah kendali Waller, dan di sisi lain Joker (Jared Leto) juga punya rencana lain terhadap salah satu anggota Suicide Squad. 


Terasa menggelikan memang menggunakan kata “dipaksa” pada sinopsis di atas tadi, tapi begitulah fakta terbentuknya Suicide Squad di sini. Para penonton yang tidak mengenal latar belakang dari para anti-hero ini lewat comic dan animasi televisi di film ini tentu akan berkenalan dengan mayoritas karakter tim untuk pertama kali, tentu saja tidak termasuk Joker. Butuh proses yang sedikit lebih ekstra untuk menciptakan pondasi bagi masing-masing karakter, hal yang berhasil dilakukan dengan baik oleh David Ayer, make spectators “care” about them. Tapi yang menjadi daya tarik terbesar dari bagian pembuka adalah seperti yang disebutkan di awal tadi usaha untuk membuat ‘Suicide Squad’ menjadi film pertama di DC Extended Universe yang terasa “ringan” berhasil dilaksanakan dengan baik, tone down a bit that “dark thingy” lalu menonjolkan kesan “berpesta” lewat presentasi yang terasa berayun dan absurd.

Premis dengan ide yang aneh tadi membantu terbentuknya ruang untuk melakukan “pesta” tadi. Membawa kriminal untuk bertarung demi tercapainya sebuah kedamaian tentu menarik, layaknya film dengan karakter anti-hero penonton terus berayun bersama gesekan antara sisi baik dan sisi buruk karakter, tapi David Ayer cukup mampu memoles pesona karakter secara overall. Yang menjadi masalah adalah meskipun mampu menangani karakter lengkap dengan elemen teknis seperti action sequences ternyata David Ayer sedikit kedodoran ketika berurusan dengan cerita. Ketika tombol “pause” untuk elemen action ditekan film yang menggunakan sedikit rasa war movies ini menjadi terasa sedikit lebih longgar ketimbang bagian pembuka tadi. Ide yang aneh dan beresiko tadi menghasilkan berbagai boomerang bagi ‘Suicide Squad’, ambil contoh setelah origin stories hal selanjutnya yang tersaji tidak jauh lebih menarik, dan tentu saja cerita yang terasa cukup disjointed. 


Akibatnya yang ditemukan oleh penonton setelah itu adalah sebuah formulaic superhero yang terasa setengah matang di sektor cerita. Memang cukup kentara efek yang dihasilkan rating yang turun dari R menjadi PG-13 tapi David Ayer (End of Watch, Sabotage, Fury) tetap mampu menciptakan elemen action yang exciting, meskipun sayangnya tidak dengan narasi. Seandainya ‘Suicide Squad’ murni tampil sebagai sebuah action movie mungkin hasilnya akan jauh lebih baik itu karena momen ketika Suicide Squad’ terasa goyah muncul pada bagian di mana karakter tidak berpesta bersama peluru dan senjata. Bagian di mana David Ayer mencoba mendorong maju “isi” dari konflik dan karakter terasa kurang exciting, dari berjalan bersama hingga berbincang di bar, tidak membosankan namun sedikit mengganggu irama cerita. Hasilnya motivasi dari misi utama terasa ambigu dengan pressure yang terasa kurang kuat, penyampaian beberapa poin penting termasuk yang berkaitan dengan DCEU serta proses pengungkapan juga terasa cukup kasar.

Hal tersebut menjadi bukti bahwa tim di balik produksi DC Extended Universe masih belum mampu menyatukan cerita dan teknis dalam komposisi yang pas bagi superhero mereka, termasuk menciptakan petualangan yang tampil serius dan santai secara bersamaan serta seimbang. ‘Suicide Squad’ terasa condong ke arah menjadi sajian yang santai di mana cerita hanya menjadi jalan bagi proses perkenalan karakter anti-hero. 'DC Extended Universe' masih mengusung sikap total, totally dark atau menjadi totally light, ketika sadar akan hal tersebut saya segera melakukan reset ekspektasi awal, boom, hasilnya menjadi lebih baik. ‘Suicide Squad’ memiliki presentasi yang bergelombang dengan nada yang terasa kurang kohesif tapi energi yang karakter tampilkan di layar terasa catchy. Ini memiliki semacam craziness yang nasty tapi catchy, tampil berani menjadi sajian superhero yang tampak tidak penting tapi manis ketika menampilkan berbagai slaying, dari pistol, baseball bat, boomerang, hingga api dan samurai, termasuk beberapa tik-tok antar karakter. 


Itu mengapa ‘Suicide Squad’ is a weird movie, cukup kacau ketika bertugas mendongeng tapi di dalam kekacauan tadi eksis berbagai fun yang terasa segar. Ya, segar, ini merupakan kombinasi yang aneh antara cerita, tones, moods, dan pacing yang mampu konsisten membuat karakter miliknya terasa menarik meskipun mereka terasa kurang memikat sebagai sebuah tim. ‘Suicide Squad’ tidak ragu untuk “menghajar” penonton dengan berbagai disjointed moments bersama irama offbeat, terasa semrawut bahkan mungkin membingungkan tapi juga terasa "oddly humorous" yang pada akhirnya akan to be loved or hated by its spectators. Feel tersebut tadi juga banyak terbantu oleh kinerja elemen teknis seperti score gubahan Steven Price yang di sini dipadupadankan bersama soundtrack yang oke, dari classic rock hingga modern hip-hop, too many but well chosen to lighten the load tanpa mengganggu craziness yang ingin ditampilkan. Dan hal-hal positif tadi menjadi lengkap ketika ditambah dengan kinerja beberapa cast terhadap karakter mereka masing-masing.

Di sektor ini David Ayer juga kurang mampu menciptakan keseimbangan, tapi bagi karakter yang mendapat porsi lebih besar mereka berhasil tampil memikat. Will Smith tampil cukup baik sebagai Deadshot, karakter yang memiliki paling banyak backstory, punya cukup banyak kesempatan yang mampu dimanfaatkan dengan baik. Yang kedua adalah Harley Quinn, dibentuk dengan manis oleh Margot Robbie lewat sexy, crazy, and memorable performance terutama pada sifat unpredictable yang Harley Quinn miliki. Dan terakhir Joker, yang di sini membawa masalahnya sendiri. Eksekusi Jared Leto tidak luar biasa terlebih kehadiran Joker di sini terasa kurang kuat tapi “feel” dari Joker mampu ia tampilkan dengan baik, crazy and scary. Karakter lainnya juga terasa menarik tapi tidak coba dieksplorasi sedikit lebih dalam sehingga di beberapa moment yang mereka punya kerap terasa one-dimensional, meskipun peran Cara Delevingne terasa cukup mengecewakan, 'Enchantress' punya potensi untuk menjadi main villain yang menarik tapi cerita yang ia bawa terasa underwritten. 


Overall, ‘Suicide Squad’ adalah film yang cukup memuaskan. ‘Suicide Squad’ is a weird movie, a jarring mix of genres yang terasa bumpy tapi catchy. Tampil menggunakan rasa B-movie David Ayer punya banyak tugas yang tidak semua berhasil ia laksanakan dengan baik terutama pada sektor cerita yang terasa kurang kohesif. Tapi David Ayer mampu menggabungkan elemen action bersama momen individual yang punya hooks oke bersama dengan humor dalam sebuah kombinasi yang seimbang, and keep it all as straight as possible. Perlu waktu untuk merasa terikat pada cerita dan karakter terlebih karena dramatisasi tidak semuanya terasa mumpuni, namun ketika itu telah tercapai muncul sebuah "pesta" absurd yang terasa aneh namun menarik. Segmented. 










11 comments :

  1. "bumpy tapi catchy" , ini pointnya, coba tak tonton sekali lg..

    ReplyDelete
  2. Maaf nih bang, apa gw yang salah, review civil war emng kaga ada ya ?

    ReplyDelete
  3. Salah satu dari sedikit review yang agak positif yg saya baca,
    Agak kecewa dengan suicide squad ini, plotnya agak keteteran di pertengahan dan banyak karakter terbuang percuma macam boomerang (yang kalo menurut saya ga ada kontribusinya sama sekali 😅) dan juga slipknot yg numpang lewat dan scott eastwood yang hanya jadi a random soldier.
    Ada atau tidaknya film suicide squad ini menurut saya sih tidak ada pengaruhnya di timeline dceu. Semoga wonder woman tahun depan bisa lebih baik dari ini
    Btw, nice nice review bang!

    ReplyDelete
    Replies
    1. SS punya “pengaruh” terhadap timeline DCEU, muncul di mid-credits scene. Ya, semoga, semoga dengan terbentuknya DC Films visi DCEU akan semakin matang, pondasi mereka sudah bagus. Masih "salah" wajar, mereka masih belajar. :)

      Imo Boomerang punya kontribusi kok. Menggoda Katana. Thanks ya. :)

      Delete
  4. Penasaran gimana screen junkies (honest trailer) sama HISHE (how it should ended) ngebahas ni film wkwkwk.

    ReplyDelete
  5. Untungnya Margot robbie (Harley queen) yang paling gue tunggu2, masih sangat menarik perhatian 😜

    ReplyDelete
  6. Baru nonton ini tadi. Menurut aku oke, memenuhi ekspektasi yg udh di set semenjak selesai nonton BvS. :)

    ReplyDelete
  7. setuju ceritanya lebih ringan dan humor nya lebih banyak.usaha ngelawan main villain lumayan. tapi rasanya gak bisa ngilangin pikiran buat gak bandingin ama marvel..hehe

    ReplyDelete
  8. Enjoy aja ntnya, terlepas dr banyaknya hal yg membuat boring ketika menntnya. yg jelas, SS ttp jadi awal yg baik bagi JL..

    ReplyDelete