07 February 2015

Movie Review: Cake (2014)


"Tell me a story where everything works out in the end for the evil witch."

Di akhir tahun 2014 yang lalu sosok yang mencuri perhatian bukan hanya berasal dari film-film yang seolah saling kejar dan saling sikut untuk meraih atensi agar semakin membuka peluang mereka menjadi terbaik dari yang terbaik, hal serupa juga terjadi di divisi akting, dan salah satu kejutan terbesar datang dari Jennifer Aniston. Ya, penampilan Aniston di film ini pernah berada didalam periode dimana ia memperoleh buzz yang cukup signifikan untuk masuk kedalam jajaran lima lead actress dengan penampilan terbaik tahun lalu. Well, that’s a good hype. Cake: the reason why a great sailor need at least good enough ship to look great. 

Seorang mantan pengacara bernama Claire Bennett (Jennifer Aniston) sedang berada dalam situasi dimana kehidupannya seperti tidak lagi tampak menarik. Setelah kecelakaan mobil yang merenggut nyawa anaknya yang ia alami Claire bukan hanya menderita sakit pada fisik namun juga pada mental yang ia miliki. Hanya seorang pembantu bernama Silvana (Adriana Barazza) yang dengan gigih mencoba membantu Claire untuk keluar dari kondisi kelam tersebut, situasi dimana ia harus mengkonsumsi obat penghilang rasa sakit karena sakit kronis didalam tubuhnya yang seolah melengkapi kehancuran yang menimpa Claire. 

Pernikahannya bersama Jason (Chris Messina) yang telah berantakan memaksa Claire untuk mengisolasi kehidupannya dari dunia luar. Tapi suatu ketika Claire diperkenalkan pada sebuah kelompok terapi yang kemudian mempertemukannya dengan wanita bernama Nina (Anna Kendrick), wanita yang ternyata menjadi sosok baru yang menarik bagi Claire. Nina merupakan wanita yang dahulu pernah berada dalam kondisi kelam seperti yang dialami oleh Claire kini, wanita yang dahulu pernah mencoba melakukan bunuh diri dengan melompat dari jembatan di jalan bebas hambatan, hal yang coba di eksplorasi oleh Claire untuk dapat meraih kesuksesan lepas dari penderitaannya. 


Mari bahas terlebih dahulu penampilan Jennifer Aniston yang menjadi sumber utama mengapa film ini mendadak mulai dilirik saat awards season menginjak akhir desember lalu dengan titik mula ketika ia mendapat nominasi Golden Globe Awards dan Screen Actors Guild Awards. Apakah penampilannya menarik? Jawabnya adalah ya, dan itu sangat terbantu dengan fakta bahwa selama ini kita telah sangat akrab dengan Aniston yang tampil konyol di berbagai film komedi standard, sehingga ketika ia tampil dengan karakter yang jauh lebih serius ada sebuah kejutan tersendiri yang ia hasilkan, seperti Steve Carrell di Foxcathcer mungkin. Tapi apakah penampilan tersebut berada di level outstanding? Tidak, Claire disini terlalu sering bermain tarik dan ulur bersama penonton, rasa simpati dan empati itu sering kali datang dan kemudian menghilang.

Nah, itu dia masalah utama film ini, dan juga alasan mengapa diawal tadi saya mengatakan seorang pelaut handal perlu kapal yang setidaknya cukup baik untuk dapat menjadikan dirinya tampak memukau. Usaha keras dari seorang Jennifer Aniston seperti tidak di bantu dengan baik oleh Daniel Barnz di bangku sutradara serta cerita yang ditulis oleh Patrick Tobin, dua sosok yang sentuhan mereka masing-masing terhitung gagal membangun Cake untuk mencapai potensi maksimal yang ia punya. Sangat goyah, meskipun dimulai dengan sangat baik dalam sekejap Cake mulai berubah menjadi  sebuah studi karakter yang terombang-ambing terbawa ombak yang besar, dan masalah utamanya mayoritas muncul dari upaya Daniel Barnz untuk melakukan push pada dramatisasi tapi seperti ada maksud terselubung untuk menjadikan itu tampak komikal, tampak lucu, dan itu adalah kombinasi yang salah.


Ya, salah, karena sejak awal kita telah di set pada sebuah fokus bahwa ini merupakan perjuangan karakter Claire untuk lepas dari masalah serius dalam kehidupannya, dan itu tampil sangat besar berkat kepiawaian mereka di bagian awal dalam menjadikan kasus Claire sebagai sesuatu yang menarik untuk ditelisik, studi tentang depresi. Celakanya yang terjadi setelah itu ternyata berbeda, ada eksekusi yang berlebihan dalam hal dramatisasi, dan itu semakin kacau ketika cerita sendiri seperti bingung harus bergerak kearah mana, mondar-mandir antara drama berat namun sesekali mencoba terlalu kuat sehingga alur cerita yang muram itu justru tampak campur aduk. Tidak ada fokus yang kuat setelah bagian pembuka, kombinasi antara kemarahan, kesedihan, dan perjuangan justru tampak seperti sebuah gimmick murahan dalam upaya meraih emosi penonton untuk merasakan apa yang karakter yang rasakan, perlahan semua terasa palsu.

Benar, palsu, dan itu merupakan sesuatu yang sangat tabu dalam sebuah studi karakter. Anda akan dengan mudah menangkap maksud Daniel Barnz untuk menciptakan intimitas antara anda dan Claire, tapi realisme yang ia ciptakan terasa mentah, dan dengan progress sedikit demi sedikit yang dialami oleh Claire kita juga akan sedikit demi sedikit kehilangan rasa peduli pada yang ia lakukan. Bukan berarti penampilan Anniston buruk karena ia tidak mampu menjaga atensi penonton pada Claire, justru hingga akhir kita akan tetap rooting berkat performa Anniston, tapi apa yang terjadi di sekitarnya itu yang terasa mengganggu. Narasi yang sering salah langkah, momen-momen kecil berisikan interaksi dengan orang-orang sekitar tidak meninggalkan impact yang berarti, bahkan saya rasa ini akan lebih menarik jika sedari awal fokus di letakkan pada pada hubungan antara Claire dan Silvana, pada perjuangan mereka lakukan bersama. 


Yap, andai saja beberapa subplot itu di buang karena mereka juga tidak menyuntikkan sesuatu yang menarik kedalam cerita, maka Cake dapat meraih potensi terbaik yang ia ciptakan di bagian awal. Bukan hanya akan memperkuat fokus dan arah cerita namun juga akan menjadikan elemen lain pada cerita di luar Claire meraih kualitas yang lebih baik, menciptakan sebuah hubungan yang lebih dalam dan bermakna ketimbang halusinasi berlebihan yang akhirnya menjadikan cerita terasa terputus-putus. Tidak hanya itu jika fokus dapat di sebar dan di tempatkan dengan lebih baik bukan tidak mungkin pemeran pendukung dapat berfungsi dengan maksimal ketimbang sebatas menjadi tempelan yang memalukan, seperti misalnya Adriana Barazza misalnya yang jika diamati punya fungsi serupa dengan Jacki Weaver di Silver Linings Playbook, penampilan yang ia berikan tidak buruk namun tidak mampu mencuri perhatian karena pesona karakter miliknya yang tidak pernah mendapat support lebih jauh.


Overall, Cake adalah film yang kurang memuaskan. Dibuka dengan manis lewat impresi menarik bahwa ini dapat menjadi sebuah studi tentang depresi, sayangnya Daniel Barnz justru gagal mengolah potensi tadi sehingga pertunjukkan yang ia berikan terasa seperti sebuah dramatisasi tanpa urgensi yang terasa mentah dan tidak jarang terkesan berlebihan. Terlalu berusaha keras dalam menjadikan perputaran cerita tampak rumit untuk menghantarkan rasa kehancuran kepada penontonnya, Cake justru berakhir sebagai sebuah drama yang terombang-ambing antara drama serius dan drama komikal tanpa meninggalkan sebuah impact yang kuat pada masalah yang coba ia gambarkan. Ada momen didalam film ketika saya memandang ini sebagai sebuah komedi. That's it. 








2 comments :

  1. Pas lagi cek filmografinya Jennifer ngeliat film ini. Nggak nyangka juga, karena tidak terdengar wah-wahnya film ini untuk artis sekelas dia :)

    Dari reviewnya sprtnya film seleraku, nanti mau nonton deh :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Masih tipikal Anniston, tapi mencoba sedikit lebih serius. :)

      Delete