31 January 2015

Movie Review: Whiplash (2014)


"There are no two words in the English language more harmful than good job."

Sebagai pria yang tiga tahun lalu memutuskan untuk “conscious uncoupling” dengan instrumen favoritnya, drum, Whiplash berada di posisi teratas daftar film yang paling saya nantikan tahun lalu, bahkan ketika masuk ke periode akhir di tahun lalu masih menjadi salah satu dari empat film yang kala itu sangat saya yakini dapat menggusur posisi Boyhood yang sudah nyaman berada di posisi teratas. Dan boom, itu terjadi, ketika film ini ternyata bukan hanya berhasil menjadi sebuah film tentang musik, menjadi film tentang drama, namun menjadi sebuah kemasan lengkap yang sederhana tentang kehidupan. It’ll give you an electrifying whip, it’ll give you an exhilarating splash. It’s Whiplash.

Pria muda berusia 19 tahun bernama Andrew Neimann (Miles Teller) mengambil sebuah keputusan berani dalam hidupnya, ia tidak ingin menjadi pria dengan profesi seperti ayahnya, Jim Neimann (Paul Reiser), ia ingin menjadi sosok yang besar di dunia musik. Instrument favoritnya adalah drum, dan sosok idolanya merupakan Buddy Rich, drummer jazz. Untuk meraih impian besarnya itu Andrew memutuskan masuk ke sekolah musik Shaffer Conservatory, sekolah yang pada awalnya seperti tempat penuh keberuntungan baginya ketika ia bertemu dengan Terence Fletcher (J. K. Simmons). 

Ketika sedang berlatih seorang diri tanpa ia ketahui Andrew sedang di amati oleh Fletcher, seorang konduktor yang secara mengejutkan setelah itu kemudian “mengundang” Andrew untuk bergabung bersama kelas musik yang ia pimpin sebagai drummer alternatif. Yang mengejutkan Andrew adalah meskipun ia masih berada di posisi yang sama sebagai altenatif sistem yang ia peroleh di kelas barunya tersebut jauh berbeda, bukan hanya posisinya yang berubah secara periodik namun juga menyaksikan atmosfir layaknya para tentara yang berdiri tegap dan kaku saat jenderal mereka tiba, nada draggy level kecil menjadi masalah besar, ia masuk kedalam kelas yang bersenang-senang dengan cara yang berbeda cenderung “unik”.


Mungkin sedikit berbeda untuk membuka review dengan sesuatu yang personal, namun saya merupakan penonton yang terhitung cukup sulit untuk tenggelam dalam hype yang di ciptakan pada penikmat film lainnya, bahkan tidak jarang ulasan mereka terhadap sebuah film saya kalikan dengan nol dan baru saya baca kembali ketika selesai menyaksikan film tersebut. So, itu yang menimbulkan rasa jengkel pada Whiplash pada awalnya karena meskipun berada di puncak wishlist film yang ingin ditonton berbagai kalimat penuh pujaan yang tercantum pada poster miliknya itu menimbulkan iritasi yang mengganggu, hal yang juga terjadi pada film Boyhood. Tapi menariknya ternyata hasil yang mereka berikan berada di level yang sama, meskipun berada di posisi ketiga pada awards yang lalu bagi saya Whiplash berada di posisi yang sama dengan Boyhood, ia berhasil memberikan pengalaman menonton yang sama memuaskannya dengan perjalanan 12 tahun itu.

So, apa yang menjadikan film ini begitu memukau? Sebenarnya ini sangat sederhana dimana ia hanya bercerita tentang seorang anak muda, kemudian menyelipkan mimpi didalamnya, dan setelah dua hal tersebut menyatu dengan baik maka hadir masalah yang menghalanginya. Tampak sangat simple tapi ditangan Damien Chazelle mereka berhasil di olah bukan hanya menjadi sebuah film yang bercerita kepada penontonnya dengan narasi melainkan juga menjadi sebuah pertunjukkan karakter utama, menjadi sebuah show berisikan perjuangan dan rintangan yang menariknya berisikan materi yang akan membuat anda klik dengannya, dan kemudian jatuh hati padanya, tapi disisi lain juga membuat anda waspada pada apa yang akan terjadi selanjutnya. Begitulah Whiplash, sama seperti kisah cinta kecil namun dewasa yang ia selipkan didalam cerita, Whiplash seperti cinta yang masih berada di tahap malu-malu, penuh misteri, ada permainan tarik dan ulur yang sanggup membuat anda suka dan duka di saat yang sama serta dalam kuantitas dan kualitas yang sama.


Mengapa begitu rumit? Sebenarnya tidak, karena pada dasarnya ini di didominasi pria muda bermain drum yang mengiringi sebuah band yang sedang berlatih Caravan untuk pertunjukkan utama, ketika ia tampil ia bahkan tampak sangat sederhana sehingga tidak dapat dipungkiri akan ada yang menilainya sebagai sebuah drama yang mentah, namun jika anda bersedia menelisik sedikit saja lebih dalam ketimbang hanya menikmati lantunan irama yang ia berikan maka banyak whip dan splash yang akan anda dapatkan. Ya, anda akan tertawa geli ketika sadar bahwa Whiplash punya kompleksitas yang mengasyikkan dan bukan hanya sebatas kisah seorang drummer yang ingin sukses kemudian di selimuti dengan soundtrack yang memukau. Whiplash adalah presentasi sederhana dari seorang manusia, memiliki obsesi atau ambisi yang sangat tinggi, kemudian hadir masalah yang menghasilkan frustasi hingga menyerang psikologi, namun terus tidak pernah menyerah dan terus berjuang bersama determinasi yang sama tingginya. Lengkap.

Betul, lengkap, dan semakin menarik ketika ia tidak hanya ditampilkan bersama cerita dan karakter yang penuh pesona sehingga mampu mengundang simpati dan empati dari penontonnya, namun cara ia ditampilkan layaknya music jazz itu yang semakin menambah sensasi yang ia hasilkan. Benar, itu mengapa pada review pertama ada kalimat a fantastic crescendo disana karena Whiplash bergerak layaknya music jazz. Awal perlahan, membuat anda bergoyang kecil untuk meresapi iramanya yang lembut, kemudian naik satu tingkat yang berhasil membuat anda menutup mata untuk semakin meresapi irama, itu hadir secara bertahap hingga mencapai puncaknya ketika seluruh tubuh anda sudah ikut bergoyang bersama irama. Ya, kira-kira begitulah gambaran paling sederhana dari eksekusi Damien Chazelle di film ini, konflik utama di pusat berdiri kuat, narasi yang simple namun sangat efektif, editing yang manis dalam menjadikan penonton seperti berada di sekitar karakter, dan itu dilengkapi dengan ledakan-ledakan yang bukan hanya akan membuat anda kaget namun juga tersenyum bahagia.


Mungkin minus yang dihasilkan oleh Whiplash bagaimana ketika akhirnya posisi Miles Teller seperti tertutup bayangan J. K. Simmons yang tampil lebih memukau. Teller berhasil menjadi sosok sentral, ia berhasil membuat perjuangannya tampak menarik bukan hanya mencuri atensi tapi kemudian meraih simpati dan empati dari penontonnya, tapi alasan utama mengapa Whiplash sukses menjadi sebuah drama musik dengan thrill yang intens dan memikat adalah performa memukau dari J. K. Simmons. Fletcher dibentuk menjadi karakter anti-hero dengan sangat kuat oleh Simmons, anda akan merasa seperti ingin memberi pukulan yang telak di wajahnya namun ketika itu hendak terjadi anda akan teringat pada tujuan utama mengapa ia menerapkan sistem yang sangat ekstrim itu. Chemistry diantara dua karakter utama tadi juga terasa manis, berhasil memberikan dramatisasi dan manipulasi yang tidak terasa membodohi penontonnya, itu mereka gunakan untuk memoles sinar dari masing-masing karakter sehingga “soul” dari musik dan musisi dapat penonton nikmati bersama energi di level yang tinggi.


Overall, Whiplash adalah film yang memuaskan. Whiplash seperti sebuah perang tanpa menggunakan senjata yang mematikan namun tetap menampilkan sensasi penuh ketegangan yang mengagumkan. Damien Chazelle punya bom yang dapat memberikan ledakan penuh sensasi mengasyikkan, ia juga punya peluru dalam bentuk emosi dan psikologi yang dapat mematikan, dari awalnya kisah tentang seorang anak muda dengan mimpi dan obsesi sederhana menjadi sebuah thriller yang memakai topeng sebagai sebuah drama dan akan membuat penontonnya tersenyum bahagia ketika meninggalkannya, karena mereka telah puas merasakan cambukan panasnya yang menggemparkan tapi kemudian di guyur dengan air dingin yang menyegarkan. It’ll whip and splash you.








6 comments :

  1. penampilan J.K. Simmons berhasil membuat saya merasakan tekanan serta ketegangan yang dialami oleh Miles Teller.... keren sekali
    film ini tetap meninggal sesuatu yg samar dalam ceritanya, apakah yg dilakukan oleh terrence fletcher itu adalah sesuatu yang benar atau salah? *twist

    ReplyDelete
  2. kira2 pesan apa yang bisa di ambil dari film ini ???

    ReplyDelete
    Replies
    1. Paragraf enam, baris sembilan. :)

      Delete
    2. ok deh min, rencana mau tak angkat buat judul skripsi anee,,, hehe

      Delete
    3. terimakasih min,,, goodluck juga buat ripiw filmnya, soalnya blog mimin ini salah satu blog langganan ane, buat liat ratting film yang mau ane tonton,, :D

      Delete