24 August 2014

Review: Sin City: A Dame to Kill For (2014)


“Never let the monster out. Not for one second.”

Sin City itu adalah dunia neo-noir hitam yang juga digambarkan dalam rupa hitam-putih pada visual, dipenuhi kejahatan dan kekerasan, kombinasi antara live action dan animasi yang eksploitatif, dunia yang mengajak mata dan pikiran penontonnya bersenang-senang dalam petualangan nakal dan liar. Sembilan tahun telah berlalu dari film pertamanya, rasa itu masih dimiliki oleh Sin City: A Dame to Kill For, yummy hyper bang-bang-bang anthology. 

Terdapat empat cerita. Pertama, Marv (Mickey Rourke) yang harus terlibat dalam sebuah masalah akibat sebuah insiden dengan sekelompok punk. Kedua, kita punya Johnny (Joseph Gordon-Levitt), seorang pejudi yang tidak pernah kalah yang harus menerima masalah dari Senator Roark (Powers Boothe) akibat luck yang ia punya itu. Ketiga ada Dwight McCarthy (Josh Brolin), pria yang mencoba tobat tapi harus terlibat masalah dengan Joey (Ray Liotta) dan  Sally (Juno Temple) sebelum akhirnya jatuh kedalam cengkeraman mantannya Ava (Eva Green). Terakhir, stripper bernama Nancy Callahan (Jessica Alba) yang masih berusaha membalaskan dendam kematian John Hartigan (Bruce Willis)

Coba lihat kembali sinopsis diatas tadi, terasa rumit? Betul, rumit, apalagi mereka non-linear, tapi seperti yang saya singgung di paragraph pembuka tadi Sin City 2 bukanlah sebuah hiburan yang akan menawarkan sebuah drama berkualitas, cerita mereka pakai hanya untuk menciptakan dunia dimana Robert Rodriguez bermain-main dengan segala fantasi liar milik dan Frank Miller. Harus diakui ada sebuah upgrade yang cukup baik di sisi narasi, terasa padat dan cukup mampu menghantarkan kepekaan dari setiap masalah untuk membantu memperkuat tema kaum bawah melawan kekuasaan itu, ya meskipun beberapa karakter terasa terbuang, contohnya seperti Gail (Rosario Dawson). 

Tapi seperti yang pernah dilakukan oleh film pertamanya kekurangan itu tidak menciptakan masalah yang besar, karena mereka ditutup dengan sangat baik oleh pesta dari berbagai kenakalan visual dalam kesuraman ini. Manis, saya suka dengan eksploitasi yang seolah mengerti menggunakan intrik untuk membuat penontonnya tidak berhenti tersenyum menyaksikan kegilaan mereka, sensasi segar itu seperti lahir kembali dari petualangan gerak cepat, bermain dengan kekejaman, sentuhan seksi yang menggoda dan tidak terasa murahan kelas ekstrim, ketelanjangan serta siluet yang artistik, kesombongan yang mereka tampilkan membuat penonton tidak merasa rugi telah memutuskan untuk memaafkan kualitas penceritaan mereka sejak awal. 

Ya, setiap film jelas harus diperlakukan sama rata atau sejajar ketika diberikan penilaian, tapi inti yang terpenting adalah apakah kamu puas atau tidak puas dengan apa yang mereka berikan. Dan film ini berhasil membawa saya bersenang-senang bersama berbagai masalah dengan karakter yang terasa lebih menarik berkat kinerja yang baik dari beberapa pemain baru. Ada dua yang mencuri perhatian dengan mudahnya, Joseph Gordon-Levitt lewat tampang dingin serta dialog halus yang mumpuni, dan Eva Green, yang untuk kedua kalinya setelah 300: Rise of an Empire berhasil menjadi scene stealer kelas berat, telanjang ataupun berpakaian, perhatian kamu akan sulit untuk lepas darinya. 

Jika kamu (masih) mampu memaafkan sektor cerita dengan beberapa dialog kusam miliknya, lalu bersedia untuk ditangkap, dijebak, dan kemudian diacak-acak oleh manipulasi pesta visual hitam-putih dengan tumpahan darah disertai sinematografi dan karakter yang berkeliaran dari atap hingga jalanan, kamu akan (kembali) menikmati kesombongan visual yang badass dan jenaka dari Sin City: A Dame to Kill For. 







4 comments :

  1. permisi admin rorypnm
    saya donny aliyanto ,ingin menawar blog mas,jika mas berminat silahkan mas hub saya di 087849625084 atau di https://www.facebook.com/donny.aliyanto
    saya tunggu konfirmasinya mas :)

    ReplyDelete
  2. Waduh bahasanya gan terlalu vickinisasi..bikin puyeng ane gk paham..coba yg lbh sederhana ataw santai

    ReplyDelete
    Replies
    1. Menurut saya tulisan riringina (penulis) sangat sederhana dan santai lho, jadi tidak perlu melakukan downgrade dari kualitas miliknya sekarang. Supaya berimbang mungkin pembaca bisa mencoba melakukan hal sebaliknya. Thanks. :)

      Delete
  3. Iya reviewnya detail, penulisnya betul-betul tenggelam pas nonton film ini kayaknya, maklum Sin City: A Dame to Kill For kan memang disetting pake efek visual yang beda dari yang lain, kental dan dramatis. Mantap. mampir dong ke AcaraTipi

    ReplyDelete