17 August 2014

Review: A Most Wanted Man (2014)


"To make the world a safer place. Isn't that enough?"

Salah satu pengalaman menonton yang paling menyenangkan adalah ketika kamu di ajak bermain tarik dan ulur oleh cerita, mondar-mandir bersama pertanyaan yang hadir dalam petualangan dingin didalam labirin penuh ketenangan yang anehnya sesekali mampu memancarkan suhu panas di dalamnya. A Most Wanted Man punya itu dalam kuantitas dan kualitas yang memikat, it takes a minnow to catch a barracuda, and a barracuda to catch a shark. Manis!!

Seorang imigran Chechen bernama Issa Karpov (Grigoriy Dobrygin) berhasil masuk ke Hamburg setelah melarikan diri dari negaranya. Celakanya ia ternyata telah diberikan label sebagai anggota teroris oleh Interpol. Hal tersebut sampai ketangan Günther Bachmann (Philip Seymour Hoffman), agen spionase Jerman yang selain berupaya melindungi Issa juga berusaha memecahkan masalah yang ikut melibatkan seorang pengacara bernama Annabel Richter (Rachel McAdams), banker Tommy Brue (Willem Dafoe), hingga Martha Sullivan (Robin Wright), agen asal Amerika. 

Menjelaskan kenikmatan yang diberikan oleh A Most Wanted Man saya rasa akan terasa lebih mudah jika sedikit menyinggung Tinker Tailor Soldier Spy sebagai pembuka, gaya yang mereka tampilkan kurang lebih sama karena sumber dari kisah yang ditulis ulang oleh Andrew Bovell ini juga lahir dari sosok yang sama, novel karya John le Carré. Ini adalah thriller yang mencoba membawa penontonnya bukan menyaksikan aksi spy dengan saling gesek yang panas, ia hadir dengan cara lainnya, berjalan tenang bahkan terasa sedikit lambat seperti Kapringen, mempermainkan ambiguitas bersama score dan sinematografi yang terus memertebal misteri sembari mengintimidasi. 

Ya, halus, tercipta rasa tidak nyaman yang terbakar dengan penuh kesabaran disini, membungkus cerita yang hadir dan menuju banyak arah, mengganti aksi kejar kecepatan tinggi dengan berjalan kaki tanpa harus kehilangan kekuatan untuk menghantui. Banyak lika-liku dalam cerita, itu jelas, tapi ditangan Anton Corbijn menariknya narasi yang flat itu tidak menjadi monoton dan membosankan, ia memang tenang tapi kita sebagai penonton tetap tidak kehilangan rasa waspada pada cerita, semua berkat hadirnya sensasi dibalik gerak mondar-mandir yang terus menari-nari membawa kisah terkait kebohongan dan sikap tidak percaya yang dikemas dengan efisien. 

A Most Wanted Man adalah sebuah hiburan yang menghibur penontonnya seolah mereka telah “dipermainkan” dengan cara yang positif. Ruangan kantor yang kusam, wiski dan rokok menemani udara dingin, mereka memberikan tarik ulur yang kuat sehingga membuat materi yang awalnya sangat berpotensi membosankan itu secara mengejutkan bisa menarik dan terasa intens, dari dialog, intrik, bahkan saya juga suka bagaimana emosi dari para karakter tidak begitu sederhana, mereka tersusun dan terbentuk dengan komposisi yang pas sehingga sangat mudah bagi penonton yang menikmati diselimuti oleh kebingungan yang tangkas itu untuk lalu hanyut dan tenggelam bersama arus yang ia ciptakan. 

Secara personal A Most Wanted Man adalah salah satu film terbaik di tahun ini, sebuah thriller spionase dengan pendekatan dan komposisi yang cerdik, cerdas, dan cermat menggunakan isu terorisme standard yang diputar dengan rasa modern dan penuh gaya. Pusat cerita berhasil ia jaga dengan kuat, namun dengan percaya diri ia juga bisa bermain-main dengan konflik pendukung lain yang terus menyerang penontonnya pertanyaan umum yang kompleks dan menakutkan, mempermainkan gairah dan ketegangan mereka dalam ketenangan yang diwarnai kualitas mumpuni dari para aktor, terutama Philip Seymour Hoffman yang memukau, dan menenggelamkan penontonnya dalam permainan thriller sensitif yang melankolis. Manis.







0 komentar :

Post a Comment