29 July 2014

Review: Third Person (2014)


"Life can change at the turn of a page."

Paul Haggis adalah salah satu pria bertalenta di industri perfilman, punya lima nominasi Oscar, tiga di sektor screenplay (Letters from Iwo Jima, Million Dollar Baby, Crash), dan dua kemenangan. Ia juga menjadi tim dalam dua film terkahir James Bond sebelum Skyfall, Quantum of Solace dan Casino Royale, dan film terbarunya ini kembali menunjukkan ambisi besar yang ia miliki, Third Person, dari Paris, New York, hingga ke Roma

Terdapat tiga buah kisah cinta disini. Di Paris seorang pria bernama Michael (Liam Neeson) yang baru saja meninggalkan istrinya terlibat gejolak cinta dengan sesame penulis bernama Anna (Olivia Wilde). Di New York wanita bernama Julia (Mila Kunis) berupaya untuk lepas dari tuduhan dan memperoleh hak asuh anaknya dari pria bernama Rick (James Franco). Sedangkan di Roma, pria Amerika bernama Sean (Adrien Brody) jatuh cinta dengan wanita Rumania bernama Monika (Moran Atias), hal yang memaksa masuk keterlibatan Russian gangster. 

Coba perhatikan kembali sinopsis singkat tadi, sangat ambisius, tiga kisah dengan tiga lokasi berbeda yang bahkan dikatakan memiliki keterkaitan satu sama lain. Dan potensi itu tidak bisa kamu tolak mengingat sejarah Paul Haggis sendiri di sektor screenplay seperti yang telah disinggung di bagian awal tadi. Yang menjadi masalah disini adalah ketimbang menjadi karya terbaru yang menambah sisi positif Paul Haggis (In the Valley of Elah, The Next Three Days, mereka cukup bagus) sebagai sutradara setelah Crash, Third Person dapat menjadi bukti bagaimana semua pekerja seni punya momen kelam yang menghalangi ide mereka bersinar. 

Potensi jelas ada, apalagi dengan jajaran cast yang menjanjikan itu, tapi sayangnya tiga bagian itu seperti terbentuk tanpa sebuah nyawa dan pesona yang menarik. Bahkan menurut saya ini lebih ambisius ketimbang Crash, tapi sikap itu pula yang seperti menjadikan Paul Haggis tampak keras dengan sikapnya untuk bermain-main dengan ambiguitas pada cerita, berupaya tampil dengan style dan tidak mau memperdalam sektor substance. Hasilnya ya buruk, temanya sudah umum, ceritanya muram, intimitas dengan karakter tidak terbangun dengan baik, dan berpuncak pada kekacauan di dalam konsep tiga kisah cinta itu, tumpukan plot yang kurang menyenangkan. 

Dapat dikatakan menyebalkan memang, berputar-putar seperti tanpa tujuan dan tanpa diajak untuk menelusuri lebih jauh kerumitan dari masalah masing-masing karakter, hasilnya Third Person terasa palsu. Humor yang ia punya terasa minim, dramatisasi terasa canggung, dialog dan emosi minim gairah cinta didalamnya. Third Person akan menjadi film dimana penonton wajar merasa bingung karena film itu sendiri tampak bingung dalam bercerita, akibat materi yang kurang di eksplorasi lebih jauh dan terkesan dangkal potensi untuk menjadi sebuah aksi meneliti cinta dengan berbagai isu klasik seperti pengkhianatan dan kegagalan ini menjadi dua jam mendengarkan pendongeng yang telah mengantuk dan kekurangan semangat. 

Sebenarnya bukan serta merta tidak ada yang menarik dari Third Person, saya cukup suka dengan kisah di Roma yang punya keseimbangan yang lebih baik ketimbang dua lainnya, tapi mereka tetap tidak mampu menyelamatkan film ini dari statusnya sebagai tontonan yang kurang mampu memberikan kepuasan. Idenya menarik, tapi Paul Haggis tidak berhasil mengurai ide-ide tadi kedalam narasi yang menarik, tidak menyertakan keseimbangan dalam ambisi yang ia punya. Hasilnya, ketika materi-materi yang kurang tajam itu mulai menumpuk, tidak ada petualangan menyenangkan dalam mengamati cinta, hanya rasa jenuh yang tiba.








4 comments :

  1. Please care to share ending film ini. Saya masih nggak mengerti arti ending film ini...apakah sebenarnya tidak ada katakter nyata sean-monika dan julia-rick. Apakah semua itu hanyalah kisah di buku michael yang tercekik lantaran kematian anaknya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pernyataan yang kedua benar, semua itu hanya imajinasi dari si penulis, Michael, usaha untuk melupakan atau keluar dari tragedi terkait anaknya. :)

      Delete
  2. Yang bisa saya tangkap dari ketiga cerita yang diangkat yaitu memiliki kesamaan yaitu rasa cinta orang tua terhadap anaknya, yang tidak bisa diterjemahkan kedalam bahasa apapun, tidak bisa digambarkan kedalam bentuk apapun dan kadang diluar nalar yang sulit dimengerti..

    ReplyDelete
  3. Oke, tentang anna dan ayahnya ada hubungan khusus itu nyata atau hanya imajinasi? Dan julia yang seperti sehotel dengan anna apakah memang sehotel? Karena ada secarik kertas dan ditambah bunga dari michael

    ReplyDelete