12 July 2014

Movie Review: Deliver Us from Evil (2014)


Mungkin manusia akan lebih mudah untuk berteman dengan kebahagiaan dalam hidupnya andai saja ada pilihan delete dimana kita dapat menghapus berbagai kenangan kelam yang tidak kita inginkan secara permanen, karena terkadang peristiwa hitam itu yang kerap menjadi momok “menjengkelkan”. Film ini berupaya membawa hal tadi dengan menciptakan kombinasi antara horror, thriller, dan juga crime, Deliver Us from Evil, a flat mash-up between crime and exorcism.

Seorang veteran di NYPD bernama Sersan Ralph Sarchie (Eric Bana) terpaksa harus sering meninggalkan putrinya, Christina (Lulu Wilson), dan istrinya, Jen Sarchie (Olivia Munn), karena tuntutan pekerjaannya untuk menyelesaikan berbagai kasus kriminal. Pria yang oleh rekannya Butler (Joel McHale) dijuluki sebagai “radar” ini pada akhirnya mulai kehilangan kontrol pada dirinya pada sebuah kasus yang berawal di kebun binatang, kasus yang membawa sebuah masalah besar kedalam hidupnya.

Sumbernya adalah seorang wanita yang dengan tingkah seperti sedang kerasukan membuat kehebohan dengan mencoba membunuh anak laki-lakinya. Namun masalahnya ternyata tidak sederhana karena apa yang terjadi pada wanita tersebut punya kaitan dengan peristiwa yang menimpa pasukan Amerika pada operasi di sebuah goa di Irak, membawa Ralph menuju seorang prajurit yang ikut serta dalam operasi tersebut bernama Santino (Sean Harris), serta bantuan dari seorang pastor, Mendoza (Edgar Ramirez).


Jika anda datang dengan harapan utama untuk memperoleh sebuah film horror yang mampu menakut-nakuti anda, maka bersiaplah untuk kecewa karena Deliver Us from Evil memang punya kemampuan namun tidak mampu melakukan hal itu. Sangat jauh malah, kita tahu ada iblis di tengah cerita sebagai fokus utama masalah yang diciptakan oleh sutradara Scott Derrickson bersama dengan Paul Harris Boardman, tapi bagaimana cara ia berjalan menuju titik akhir exorcism yang telah di set sejak awal itu tidak punya kesan horror yang kuat, sering terputus-putus dan melompat sesuka hati lengkap dengan perputaran yang monoton.

Imo Deliver Us from Evil lebih layak disebut sebagai sebuah film thriller dengan balutan crime lewat aksi prosedurial polisi yang meminjam topeng horror sebagai jualan utama tidak lupa dengan pernyataan “berdasarkan kisah nyata”. Akan menjadi sebuah kekecewaan bagi mereka yang punya ekspektasi untuk ditakuti-takuti oleh Scott Derrickson dengan cara yang sama sederhana seperti yang ia lakukan di Sinister, meskipun disini ia masih mampu bermain-main dengan baik bersama atmosfir tenang yang kemudian disusul oleh jump scare yang tidak begitu buruk. Masalahnya ia tidak mampu melakukan hal yang sama pada cerita, narasi penuh ambisi yang harus berakhir menjadi satu kesatuan yang berantakan.

Campur aduk, kekuatan iblis memang menjadi dasar utama tapi disamping itu hadir pula beberapa konflik kecil yang celakanya tidak mampu disatukan dengan baik. Terkesan dipaksakan, kasar, tindakan kriminal yang dimaksudkan untuk membawa penonton masuk kedalam masalah utama tidak dibentuk dengan menarik, sedikit sentuhan drama dengan unsur keluarga di dalamnya juga terkesan asal tempel dan mematikan potensinya, padahal ia dapat memberikan pengaruh yang cukup besar. Andai Scott Derrickson mau untuk menjadikan salah satu diantara mereka menjadi untuk memiliki kekuatan yang sedikit saja lebih besar ini dapat menjadi sebuah film crime, atau thriller, atau horror yang menarik.


Yap, atau, bukan ketiganya dalam kuantitas dan peran yang sama besar. Hasilnya tidak ada yang outstanding disini, anda sudah tahu dengan tema exorcism akan hadir konflik dan sebuah resolusi dengan formula yang sama, dan dalam perjalanan menuju bagian akhir anda akan ditemani dengan perputaran penuh sesak dalam susunan yang cukup berantakan. Ambisi besar tadi menyebabkan tiap elemen cerita tidak punya kesempatan untuk memperkuat perannya, kerasukan setan, gangguan yang diperoleh dari stres pasca trauma, berbagai ide menarik itu terkubur mati dalam alur yang seolah tidak peduli bahwa mereka gagal memberikan suguhan yang mumpuni untuk menjadikan penonton merasa peduli.

Tidak begitu menjadi masalah dengan materi yang standard dan terkesan “murahan”, tapi cara ia dibentuk dengan sama murahannya jelas terasa menjengkelkan. Kesannya ini hanya jualan momen jump scare, tanpa urgensi, tidak ada obsesi dan rasa takut pada karakter dari apa yang terjadi disekitarnya, penonton lebih sering dibuat menunggu bersama dengan karakter dan itu menjengkelkan ketika ia hadir bersama dinamika yang monoton serta durasi yang besar, 118 menit. Hasilnya sekuat apapun Eric Bana, Edgar Ramirez, dan Olivia Munn membentuk karakter mereka tidak adanya treat yang baik kepada penonton yang terkesan terus dipaksa takut dengan kejutan bersama musik yang keras, semua terasa kaku dan palsu.


Overall, Deliver Us from Evil adalah film yang kurang memuaskan. Ambisi yang ia miliki sangat besar, tapi sejak awal Scott Derrickson tidak mampu untuk mempertahankan identitas utama film ini sebagai film horror, dan ketika berbagai elemen cerita lain mulai menjalankan peran mereka dalam sebuah kesatuan yang juga tersusun dengan kurang baik, berbagai hal klise itu tidak mampu tampil menyenangkan dan menjadikan Deliver Us from Evil sebagai sebuah mash-up yang monoton dan membosankan.







2 comments :

  1. Salam kenal, tulisannya bagus bisa jadi referensi belajar nulis ane yg nyoba review film dan gadget di http://leonardfresly.blogspot.com/

    ReplyDelete