13 July 2014

Movie Review: Dawn of the Planet of the Apes (2014)


"Apes do not want war!"

Dawn of the Planet of the Apes menjadi bukti terbaru bagaimana sebuah film dengan status blockbuster yang hadir di periode summertime tetap mampu atau dapat memberikan hiburan yang menyenangkan tanpa harus secara total mengesampingkan substance demi style, tanpa perlu mengorbankan dirinya untuk tampil kelewat “bodoh” agar dapat menyenangkan penontonnya.  Tidak perlu penjelasan panjang lebar di paragraf pembuka ini, it’s surely this year one of the best so far. Welcome to “modern” blockbuster era btw. Dawn of the Planet of the Apes, a very good humanity message from simple friction between humans and speaking monkeys. Engaging.

Virus yang dicanangkan oleh boss Will (James Franco) itu ternyata benar-benar terwujud, peradaban manusia kemudian rusak akibat virus ALZ-113 yang juga membawa dampak buruk yang jauh lebih besar. Kini kekuasaan manusia mulai digantikan oleh para Apes yang di kota San Fransisco dibawah komando simpanse karismatik, Caesar (Andy Serkis), telah memperkuat habitat dan juga wilayah kekuasaan mereka di Muir Woods, lokasi yang celakanya juga menjadi tempat dimana bendungan yang dapat menjadi sumber daya bagi jaringan listrik seluruh kota berada.

Hal tersebut yang menjadi kendala bagi Malcolm (Jason Clarke), yang bersama Ellie (Keri Russell), Alexander (Kodi Smit-McPhee) serta beberapa rekan lainnya ditugaskan oleh pria bernama Dreyfus (Gary Oldman) untuk masuk kedalam hutan dan kemudian mengaktifkan kembali bendungan tersebut. Caesar, Koba (Toby Kebbell), dan beberapa sosok penting kawanan Apes lainnya pada dasarnya juga ingin menjaga perdamaian, namun sayangnya hadirnya faksi lain dengan tujuan yang berbeda membawa cobaan bagi komitmen terhadap perdamaian yang mereka ciptakan sebelumnya itu. 


Dawn of the Planet of the Apes adalah film bunglon, ia punya berbagai warna cerita yang berhasil ditampikan dengan baik dan seimbang di dalam satu kemasan, dan kombinasi diantara mereka terasa variatif serta menyegarkan. Ini pada dasarnya masih merupakan sebuah film tentang perang dimana cerita yang ditulis oleh Mark Bomback, Rick Jaffa, dan Amanda Silver tetap mengacu pada tujuan utama karakter untuk menyelamatkan dunia, tapi yang menarik adalah ia tidak serta merta dengan frontal menunjukkan misinya tersebut dengan berbagai ledakan dan aksi heroik yang menyesakkan layar. Matt Reeves menjadikan film ini lebih kepada permainan perasaan bagi para penontonnya, bercerita tentang kehancuran tanpa harus menghancurkan sejenak kerja otak dari para penontonnya.

Ini yang terasa berani karena dengan budget yang terhitung besar sejak awal hingga menjelang showdown di bagian akhir yang kelak akan terasa seperti sebuah grandprize itu kesan sederhana tidak pernah lepas dari Dawn of the Planet of the Apes. Tanpa rasa takut penonton lebih sering di buat untuk menunggu disini tapi dalam situasi yang positif, tidak membawa mereka kedalam petualangan yang bergerak cepat dengan oktan tinggi, secara perlahan dan tidak terburu-buru membangun kembali karakter disertai masalah yang mereka punya (karakter manusia berkembang dengan baik disini), memberikan kedalaman di dua bagian tadi sehingga ketika ia mulai masuk kedalam bagian yang bertugas untuk mengeksploitasi adrenalin para penonton akan memperoleh keseimbangan yang menyenangkan. 


Dawn of the Planet of the Apes ternyata ikut menerapkan apa yang pada tahun ini sedang marak dilakukan oleh film-film blockbuster, menyandingkan style dan substance dengan manis. Tetap ada elemen otot tapi juga ada otak yang bermain disini, pesan terkait coexist itu tidak hanya digambarkan dengan hadirnya masalah, kehancuran disana-sini, dan kemenangan, tapi telah di set untuk dibangun agar dapat menyerap kedalam emosi dan empati penontonnya, hal yang pada akhirnya turut menjadikan pesan miliknya semakin kuat. Anda bahkan akan dibuat bingung, siapa yang harus didukung karena tercipta hubungan yang menarik serta kepedulian yang sama besar pada dua sisi perjuangan yang secara cerdas di perlakukan dengan sangat bijaksana oleh Matt Reeves itu.

Tapi tenang, Dawn of the Planet of the Apes tidak serumit yang anda bayangkan setelah membaca bagian di atas tadi. Memang tidak ada ledakan penuh kesibukan skala super besar, cenderung tenang malah, tapi penonton tetap akan memperoleh pengalaman sinematik yang mengesankan disini, sebuah seni CGI yang sangat rinci sehingga menjadikan karakter terasa sangat nyata. Ya, sangat nyata, bahkan ini juga berpotensi sedikit mengganggu mereka yang terlibat terlalu dalam dan intim pada cerita, karakter yang believeable serta relationship yang kuat dibalik teknik bercerita yang terkesan sederhana itu menyebabkan masalah yang bertumpu pada persoalan moral tadi tidak pernah berhenti memanfaatkan script kuat yang menopangnya untuk terus bermain-main di layar dan juga pikiran penonton.


Apakah tidak ada nilai minus? Ada, Dawn of the Planet of the Apes adalah film segmented. Tidak ekstrim, tapi mereka yang tidak suka dengan film yang menuntut kesabaran dan investasi sambil menantikan datangnya babak akhir, ini akan terasa membosankan. Apalagi dinamika yang ia punya juga bukan tipe rollercoaster, lebih kepada tight dalam level stabil sejak awal hingga akhir, berpotensi menjemukan meskipun tetap ditemani dengan visual menarik, berisikan realisme pada kebencian, konfrontasi, ketakutan, ketegangan, kegembiraan, hingga drama yang manis, intim namun tetap intens dengan keseimbangan yang pas pada bagian besar dan bagian kecil cerita yang oleh Matt Reeves terus dijaga untuk tidak melewati batas sehingga tidak menimbulkan kesan yang berlebihan.

Dua jempol tentu layak diberikan pada kinerja tim visual efek, tapi tanpa kinerja yang baik dari Andy Serkis serta pemeran Apes lainnya, Dawn of the Planet of the Apes mungkin tidak akan sekuat ini. Para Apes yang memegang kendali utama di film ini berhasil menyajikan sebuah kehidupan dan gejolak yang charming dan manis, menjadikan karakter mereka berdiri sejajar dengan karakter manusia. Apakah akting pada motion capture dapat berpartisipasi di Oscar? Dan disisi lainnya film ini juga berhasil memperbaiki hal minus pada karakter manusia yang dimiliki oleh Rise of the Planet of the Apes, berkembang tapi dalam kadar yang pas dimana Gary Oldman menjadi scene stealer.



Overall, Dawn of the Planet of the Apes adalah film yang memuaskan. Dimulai dan diakhiri dengan sepasang mata yang konstan menatap tajam kearah penontonnya, Dawn of the Planet of the Apes bukan hanya berhasil menjalankan tugasnya sebagai film blockbuster dengan sajian visual yang memuaskan tapi disisi lain ia juga mampu bercerita dengan sama baiknya. Dari perang, hadir gesekan, terus bertumpu pada pesan moral dan perdamaian, ini adalah sebuah kritik atau mungkin tamparan tajam yang dikemas dengan cerdas ditujukan kepada mereka yang masih menganggap perang sebagai sesuatu yang biasa, dan moral bukan hal penting lagi dalam dunia modern sekarang ini. So, dimana posisi anda, berada dibawah perilaku para monyet ini, atau berada diatasnya? Jika anda saat ini masih melihat kearah atas, I hope someday you'll join us.








3 comments :

  1. yang paling saya sukai dari film ini adalah karakter caesar, seperti inilah seharusnya seorang pemimpin.

    ReplyDelete
  2. The sequel isnt as good as the first part, still very intelligent and well executed. Recommended.

    ReplyDelete