24 October 2013

Movie Review: Machete Kills (2013)


"Machete don't fail!"

Ada alasan kenapa banyak orang mengatakan bahwa rendah hati adalah salah satu kunci kesuksesan, karena itu akan menjadikan anda terus berupaya untuk bergerak keatas, dan menjauhkan anda dari hal-hal yang menghancurkan, salah satu overconfident. Hal tersebut dialami oleh Robert Rodriguez, seperti ingin membentuk Machete Kills sebagai sesuatu yang mengesankan, namun sayangnya justru menjadi sebuah kekacauan yang menuntut penonton untuk menaruh ekspektasi awal di titik nol agar dapat menikmatinya.

Ia tertangkap, namun kemudian dibebaskan dengan sangat mudah, tidak tanggung-tanggung atas perintah seorang presiden. Machete (Danny Trejo), masih merasakan sakit yang bersumber dari Sartana (Jessica Alba), menerima tawaran pekerjaan yang cukup besar dari Presiden USA, Mr. Rathcock (Charlie Sheen). Machete dapat bebas dari semua masa lalu kelamnya, bahkan ia dapat menjadi warga negara USA hanya dengan sebuah gerakan stempel, tapi ia harus menuju Meksiko dan melenyapkan Mendez (Demián Bichir), pria gila yang berencana menghancurkan Washington, D.C. jika permintaannya tidak dituruti.

Terlihat mudah, namun Machete justru merasa ini adalah sebuah misi yang ribet. Ia harus terima berada di bawah pengawasan Blanca Vasquez (Amber Heard), agent yang sedang menyamar dengan ikut serta dalam kontes kecantikan, menjadi target kejaran Madame Desdemona (Sofía Vergara), pemilik rumah bordil yang mencoba membalas dendam anaknya, hingga seorang hitman bernama El Camaleón. Misi yang terlihat mudah tersebut menjadi sulit akibat keputusan aneh Mendez, yang kemudian memaksa Machete membawanya menuju Luther Voz (Mel Gibson), seorang businessman.


Pada penampilan pertamanya tiga tahun lalu Machete berhasil memberikan sebuah hiburan yang berada pada zona netral, ia tidak begitu menghibur namun disisi lain tidak pula tampil mengecewakan. Tampil dengan sentuhan gore yang menyenangkan, warna satir yang dominan, mampu tampil lucu dan bersenang-senang dengan cara yang ringan namun tidak meninggalkan sentilan-sentilan yang dikemas dengan efektif serta elemen seksi yang tidak menjengkelkan. Tapi keberhasilan tersebut justru menjadikan Robert Rodriguez seperti overconfident, bukan karena ia berpisah dengan Ethan Maniquis dan mengendalikan film kedua ini seorang diri, namun karena percaya diri terlalu tinggi menyebabkan Machete Kills terasa terlalu liar.

Yap, terlalu liar. Jika menilik materi dasar yang ia miliki sebenarnya tidak ada hal baru yang special di bagian kedua ini, Machete Kills masih bermain dengan dasar yang sama namun mengalami sedikit penambahan dan pengurangan pada sisi kualitas dan kuantitas. Beberapa hal yang masih eksis adalah anda akan menemukan kembali kekerasan yang kali ini sedikit bermain dengan sentuhan teknologi, humor-humor seksual yang ditemani dengan sosok-sosok seksi (tentu saja itu bukan Danny Trejo), efek murahan, serta jajaran cast yang punya potensi menarik atensi, Michelle Rodriguez masih hadir, namun Robert De Niro, Steven Seagal, dan Lindsay Lohan kini diganti oleh Robert Rodriguez dengan Mel Gibson, Demian Bichir, Amber Heard, Sofía Vergara, Antonio Banderas, Cuba Gooding Jr., Vanessa Hudgens, hingga Lady Gaga. Ambisius?

Jawabnya adalah tidak. Anda pasti sudah mengerti apa yang ingin diberikan oleh film seperti  Machete Kills, bukan kemasan yang pintar, melainkan hiburan bodoh yang menyenangkan. Namun celakanya ini terlalu bodoh, yang jika dirangkum dalam bentuk sederhana adalah sebuah hiburan yang terlalu bodoh untuk ekspektasi yang sudah sangat begitu rendah. Tidak begitu bermasalah dengan elemen bodoh dan seksi, serta sisi gore yang sayangnya beberapa diantara mereka banyak hilang dan merusak momentum akibat keputusan ketat lembaga sensor, kesalahan utama Machete Kills terletak pada cara ia dibentuk oleh Robert Rodriguez yang overdo, dibanyak bagian.


Sejak awal Robert Rodriguez sepertinya tampak tidak begitu menaruh peduli pada bagian kedua ini, dimana Machete Kills seperti diperlakukan hanya sebagai jembatan yang berupaya menuntun penontonnya menuju film ketiga yang terlihat ambisius itu. Hasilnya ini terkesan kurang bernilai dan berharga bagi Rodriguez, seperti menyaksikan sebuah kisah yang disengaja, berisikan materi-materi bagi penerusnya, namun tidak disusun dengan baik bahkan sedikit terkesan asal lempar dan sembrono, berantakan. Script yang disusun oleh Kyle Ward berhasil dalam hal kuantitas namun tidak pada sisi kualitas, sanggup mengembangkan materi sempit tadi menjadi lebih luas namun tidak tahu mengisi tiap sketsa agar lelucon dapat menjadi lucu, dan kekerasan serta adegan aksi menjadi mengasyikkan.

Tidak cukup sampai disitu, narasi yang digerakkan dengan gaya absurd dan cepat oleh Rodriguez juga terasa berbelit-belit, banyak subplot yang terasa tidak penting, hanya disengaja agar dapat menciptakan ruang untuk menghadirkan cast diatas tadi tanpa memberikan impact yang berarti, bahkan hanya menyuntikkan mereka dengan karakterisasi yang kurang menarik. Itu bisa termaafkan jika mereka mampu menghibur, sayangnya hal tersebut tidak terjadi. Bohong jika mengatakan tidak ada momen yang mampu mengundang senyum, itu ada, sebut saja put your 3D glasses, hingga Machete don’t tweet, namun mereka sangat sangat minim serta dengan cepat tenggelam dibalik kekonyolan yang ia berikan secara stabil.

Ya, andai saja Rodriguez mampu sedikit mengontrol dan menahan kreatifitas yang ia miliki mungkin Machete Kills dapat berakhir sejajar dengan pendahulunya, karena premis yang ia punya memiliki peluang untuk menuju posisi tersebut. Sayangnya Machete Kills justru mengemban misi lain, menjadikan ia tidak dikemas dengan benar, kurang padat, terlalu panjang, terlalu overdo, dan terlalu membosankan. Bahkan Danny Trejo sendiri kurang terlihat begitu perkasa di film ini, seperti diberikan limit yang menjadikan ia sempat dikalahkan Demian Bichir di paruh pertama, dan berebut atensi dengan Mel Gibson di paruh kedua.


Overall, Machete Kills adalah film yang tidak memuaskan. Ini adalah kemasan melelahkan yang penuh sesak dan tidak berbobot, bukan dalam artian menjadi berkualitas dengan tampil pintar, namun tidak mampu memenuhi ekspektasi awal agar mampu menghibur dengan segala kebodohannya. Oke, sebut saja misi utama film ini adalah sebagai jembatan bagi (calon) film ketiganya, dan itu tetap tidak berhasil, tidak mampu menjadikan kemasan berisikan premis gila bertemakan luar angkasa itu terlihat menjanjikan.



2 comments :

  1. Good review Rory. A bunch of fun, especially if you know what to expect from Rodriguez and his style.

    ReplyDelete
    Replies
    1. I know what to expect from Rodriguez tbh, but it's just a bit overdo to me, can't enjoy this one. Thanks Dan. :)

      Delete