14 August 2013

Movie Review: Disconnect (2012)

 

"He can turn on your camera, he can watch you."

Dibalik kekuatan besar yang ia miliki, ada dua hal yang dapat anda peroleh dari kebebasan yang diberikan oleh internet, entertainment dan punishment. Facebook dan twitter sebagai media berkomunikasi, arena “show-off” makanan bernama instagram, sentuh layar dan anda sudah dapat membaca berita tanpa perlu membeli koran, bahkan membeli pakaian dan tiket pesawat tanpa perlu terjebak kemacetan. Tentu sebuah opsi untuk mempermudah hidup, membangun sebuah koneksi yang sangat luas, namun juga punya potensi untuk "memutuskan" koneksi yang sesungguhnya jauh lebih penting, hubungan sosial di dunia nyata. Disconnect: simple, intens, fokus, disconnect.

It's all about cyber crime. Pertama, Kyle (Max Thieriot), pria dengan kehidupan yang berantakan, bekerja sebagai "model" di sebuah situs sex chat dewasa yang berada dibawah kendali seorang pria bernama Harvey (Marc Jacobs), melakukan perkenalan dengan user sassy777 yang justru membawanya kedalam masalah. Kyle menjadi objek observasi dari seorang wanita bernama Nina (Andrea Riseborough), seorang reporter yang tertarik dengan masalah perekrutan remaja tunawisma, dan meminta Kyle untuk menjadi narasumber. Berikutnya ada pasangan suami istri, Derek (Alexander Skarsgård) dan Cindy (Paula Patton), pasangan yang mulai renggang pasca kematian anak mereka.  

Karena depresi akibat sikap acuh Derek, Cindy memilih berkonsultasi via chat massanger, namun justru akibat aktivitas tersebut mereka harus kehilangan banyak uang akibat penyadapan data kartu kredit. Karena tidak sabar dengan bantuan polisi bernama Mike (Frank Grillo), mereka mencoba cara lain untuk menemukan pencuri tersebut. Mike sendiri sedang terjebak dalam masalah, berawal dari tindakan anaknya, Jason (Colin Ford), yang membuat akun palsu facebook untuk menipu Ben (Jonah Bobo), pria emo misterius yang rapuh dari keluarga kurang harmonis, anak dari pengacara Rich (Jason Bateman) dan Lydia (Hope Davis), yang melakukan aksi fatal akibat “something” yang memalukan miliknya tersebar ke seluruh sekolah.


Disconnect adalah sebuah penggambaran yang menarik dari kalimat “hidup anda dapat hancur hanya dengan sebuah klik pada keyboard.” Ini adalah antologi yang tepat guna, mampu mengemas cyber crime yang menjadi nafas utamanya dengan memikat, membangun dengan baik tiga kisah untuk menopang penyampaian pesan utama yang ia punya, dan mungkin menjadi tolak ukur keberhasilan yang telah ia canangkan sejak awal. Ada pencurian identitas, penipuan online, pornografi anak, serta cyber bullying, saling bahu untuk menunjukkan bagaimana teknologi yang sebenarnya diciptakan untuk mempermudah kehidupan manusia justru menjadikannya semakin rumit karena telah menggerus power dari koneksi sosial di alam nyata.

Yap, itu kekuatan utama Disconnect, cara ia menggambarkan kesalahan yang diberikan teknologi pada lingkup social terasa menarik, menjadikan penontonnya ikut merasakan bagaimana karakter terasa nyata, kondisi miris dari manusia jaman sekarang yang lebih sibuk bermain dengan layar gadget miliknya, memposting pikiran mereka, chatting dengan klien, hingga bermain poker yang sekarang dilakukan secara online dengan pembelian chip dilakukan via credit card. Ini yang menjadikan Disconnect lebih tampak sebagai sebuah kritik tajam yang implisit namun sangat efektif terhadap teknologi digital modern yang menjadi trend utama saat ini, ketimbang menjadi kisah thriller tensi tinggi.

Hal tersebut pula yang menjadikan film ini terasa segmented, dan akan menciptakan penilaian yang terpecah pada dua sudut pandang. Hal utama yang menentukan nilai yang ia peroleh sangat tergantung pada perspektif penonton pada kisah yang ia tawarkan, apakah mereka mengharapkan Disconnect akan mampu menjadi sebuah petualangan thriller dengan memberikan konklusi tingkat tinggi, atau justru menjadikan penggambaran dari dampak pesan yang ia bawa sebagai kepuasan utama. Ada banyak momen yang mampu menghadirkan tamparan kecil dalam upaya menyadarkan para penontonnya dampak negatif dari kebebasan berinternet, namun beberapa nilai minus juga hadir yang tercipta akibat keputusan yang ia ambil sejak awal.


Menggunakan modus Crash, script yang sedikit di kemas dengan gaya kamera dokumenter ini sebenarnya tidak buruk. Kredit layak diberikan kepada Andrew Stern, menciptakan tiga kisah yang at least mampu berdiri sejajar tanpa saling menghancurkan, punya efektifitas yang cukup tinggi dalam menyampaikan tujuan utama mereka, dan sanggup menarik atensi penonton untuk menaruh perhatian serta melakukan observasi pada karakter yang mereka miliki. Henry Alex Rubin juga mampu menjadikan materi yang ia miliki tampil fokus, dengan tensi cerita yang stabil, disertai permainan visual yang inovatif, chat ala pesan instan yang menarik dan mampu mewarnai tensi cerita dan fokus penonton.

Sayangnya, ketika pondasi telah terbangun kokoh, Disconnect justru tampak bingung. Ia punya beberapa hole, bergerak mondar-mandir, apalagi dengan editing yang kerap mengganggu, penempatan cerita yang tidak memberikan ruang lega bagi penonton untuk ikut memecahkan masalah. Ini lebih kepada proses pengamatan dampak negatif yang dihasilkan internet, berlandaskan kurangnya komunikasi di dunia nyata akibat teknologi sebagai senjata utama, dengan bumbu hubungan orang tua dan anak, serta suami istri. Gaya indie yang begitu kental, meninggalkan sebuah cerita tetap terbuka tanpa ditutup dengan tajam, mungkin yang akan menyebabkan Disconnect sulit untuk menarik bagi beberapa orang.

Jason Bateman adalah bintang utama dari divisi akting, dengan keberhasilan utama terletak pada kemampuannya dalam menjadikan karakter yang ia miliki tidak membuat anda melihat ia sebagai aktor komedi, serta membangun koneksi dari konflik dengan keluarganya. Riseborough dan Thieriot sanggup membangun chemistry yang mumpuni, menopang cerita hanya di pundak mereka tanpa kontribusi besar pemeran lain, hal yang tidak dimiliki Alexander Skarsgård dan Paula Patton, kerap kali datar, dan menjadikan kisah yang mereka punya menjadi yang terlemah dibandingkan dua lainnya.


Overall, Disconnect adalah film yang cukup memuaskan. Ini bukanlah film yang berhasil menyajikan sebuah tontonan thriller yang sempurna, namun mampu menghadirkan sebuah kesempurnaan pada kemampuan ia menyadarkan kembali penontonnya pada bahaya yang diciptakan teknologi. Cara ia dikemas mungkin tampak biasa, namun pesan utamanya punya power untuk berhasil tinggal di pikiran anda dalam waktu lama. Ada sebuah adegan nudity skala kecil, namun film ini masih sangat layak ditonton orang tua bersama anak mereka, karena ini paket yang efektif menggambarkan dampak dari cyber crime.



2 comments :

  1. Apa Nina dan Kyle itu akhirnya saling jatuh cinta?
    Gue suka dialog terakhir cerita mereka :
    Kyle: "Apa saat aku menurutimu, aku bisa tinggal di tempat tinggalmu?"
    Nina: "Not, sure."
    Kyle: "Why?"
    Nina: "Karna kamu terlalu muda buatku."
    Kyle: "Apa jika aku lebih tua darimu, aku bisa tinggal ditempat tinggalmu?"
    *terdiam*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau ngak salah cintanya satu arah ya, jadi dibiarkan ambigu di akhir.

      Delete