27 July 2013

Movie Review: The Conjuring (2013)


“The devil exists. God exists. And for us, as people, our very destiny hinges upon which one we elect to follow.”

Ada satu fenomena menarik ketika menyaksikan The Conjuring, dimana studio/theater hampir terisi penuh, namun uniknya bangku di posisi kolom terluar mayoritas kosong. Hal tersebut lazim terjadi pada film horror, genre dengan tingkat kesuksesan yang ditentukan dari kemampuannya untuk menjadikan penonton merasa gelisah, bergidik kejut, dan merasa waspada terhadap lingkungan sekitar mereka, termasuk dengan bangku kosong disebelahnya. The Conjuring, not as great as what they said through the hype, but succeed becomes an effective package. 

Tahun 1971, Roger Perron (Ron Livingston) dan Carolyn Perron (Lili Taylor) memutuskan untuk pindah ke sebuah rumah tua di kawasan pertanian terpencil yang terletak di Harrisville, Rhode Island, bersama lima orang anak perempuan mereka, Andrea (Shanley Caswell), Nancy (Hayley McFarland), Christine (Joey King), Cindy (Mackenzie Foy), dan April (Kyla Deaver). Disaat sedang mengemasi barang, berawal dari permainan petak umpet yang dilakukan oleh anak-anak mereka, Roger dan Carolyn menemukan sebuah ruang bawah tanah rahasia yang ternyata menjadi sebuah peringatan bahwa mereka tidak datang ke rumah kosong.

Banyak hal aneh mulai menghampiri keluarga Perron, yang pada akhirnya mulai menjadikan Carolyn merasa terganggu dan memutuskan untuk meminta bantuan kepada Ed Warren (Patrick Wilson) dan Lorraine Warren (Vera Farmiga), pasangan suami istri yang lebih senang disebut sebagai peneliti paranormal ketimbang pemburu hantu. Mereka menerima dengan sebuah anggapan bahwa itu hanya masalah kecil yang tidak berpotensi meninggalkan trauma exorcism baru kepada Lorraine. Namun dugaan itu salah, “mereka” lebih kuat, dan membalikkan status mereka menjadi bukan lagi pemburu.


Jika menilik dari budget kecil yang ia miliki, sebenarnya The Conjuring telah memperoleh satu kesuksesan yang mungkin akan dikenang cukup lama, hype. Yap, film ini punya hype yang sangat sangat tinggi, bahkan mungkin dapat disejajarkan dengan beberapa film blockbuster. Pertama, James Wan, sosok muda bertalenta yang sepertinya telah menjadi favorit baru bagi para pencinta horror sejak kehadirannya di Saw hampir satu dekade yang lalu, tahun ini punya dua film horror, dan beberapa bulan sebelumnya telah ditunjuk untuk memegang kendali utama Fast & Furious 7. Kemudian penundaan rilis yang ia alami, dari Januari ke Juli akibat respon positif yang diperoleh. Dan yang terakhir, review awal yang mumpuni disertai beberapa gambar yang telah beredar di internet yang mengatakan The Conjuring akan memberikan dampak psikologis yang cukup besar.

Untungnya anda tidak akan dibuat kecewa, karena James Wan. Ia sepertinya sadar akan kelemahan utama dari materi yang ia miliki, sebuah script karya Chad Hayes dan Carey Hayes yang sempit dan sederhana, terasa kurang tajam bila tidak ingin disebut lemah, yang celakanya tidak begitu menjadi fokus utama akibat tertutupi rasa gelisah yang dibangun dengan rapi sejak awal. Tidak banyak efek visual yang mewah, Wan membuat sebuah keputusan yang tepat dengan lebih memilih untuk memakai cara klasik lewat permainan kamera (shoot diatas kepala yang berputar di dua lantai itu, indah), dengan formula hide-and-seek yang berhasil menjadikan penontonnya ikut merasa waspada. Ya, ini sebenarnya tidak lebih dari sekedar sebuah film rumah hantu, yang dibalut dalam berbagai materi dasar dari sebuah film horror yang variatif, dengan beberapa gimmicks dalam bentuk permainan jeda berdurasi pendek yang sangat apik, meskipun beberapa kali menghadirkan gotcha moment yang kurang powerful.


Apa yang menjadikan The Conjuring tampak powerful adalah kemampuannya dalam menjaga agar cerita sempit dan lemah yang ia miliki mampu untuk terus memberikan thrill yang intens, dibentuk dengan cara yang manipulatif dalam wujud yang sederhana dan efektif. Wan berhasil menciptakan sebuah kekuatan yang sangat besar pada banyak materi yang ia miliki, ada hantu, setan, kemudian jam yang berhenti, hewan yang bertingkah aneh, kamar rahasia, kotak musik, boneka Annabelle yang creepy, hingga berbagai perilaku yang mulai tidak normal. Ini mungkin bukan sebuah materi baru yang segar, beberapa bahkan akan menyebutnya klasik, namun The Conjuring berhasil menyatukan semua materi tadi menjadi sebuah perpaduan yang tidak murahan sama sekali dalam bentuk atmosfer terror yang perlahan terus tumbuh semakin besar (score dari Joseph Bishara bekerja cukup baik), point penting yang menjadikan sebuah film horror tampak menyenangkan.

Hal utama yang dapat menjadikan menonton film horror menjadi jauh lebih nikmat adalah dimana anda harus menyerah sejak awal, ya, harus, tidak memaksakan diri untuk tampak berani, dan siap untuk ditakut-takuti. Celakanya, meskipun telah melakukan hal tersebut, The Conjuring secara mengejutkan ternyata tidak sepenuhnya mampu tampil menakutkan. Ini lebih kepada permainan efek kejut dengan formula klasik, untuk sesaat membuat penontonnya ikut merasakan suasana tidak nyaman, namun setelah ia berlalu apa yang ia tampilkan tersebut tidak punya power yang cukup kuat untuk dapat melakukan hal yang sama, tinggal dan bermain-main dipikiran penontonnya dalam jangka waktu yang lama. James Wan berhasil dalam tugasnya menakuti-nakuti penonton, namun tidak pada salah satu elemen penting lainnya dari sebuah film horror, meninggalkan trauma skala kecil pada penontonnya (saya mimpi indah pada malam setelah menonton TC, hal yang tidak terjadi ketika menyaksikan Sinister, tiga kali).

Performa paling memikat adalah milik dua pemeran wanita dewasa. Vera Farmiga tampil solid, dan paling berhasil menjadikan karakternya menjadi menarik lewat kesuksesan menjadi dalang dari kehadiran unsur mistis dalam cerita. Sedangkan Lili Taylor lebih kepada cara ia menjadikan anda ikut merasakan tekanan yang depresif dari orang tua yang dengan tanggung jawab lima orang anak. Patrick Wilson tidak begitu gemilang, namun masih dalam standar yang baik. Dan Ron Livingston, serta Shannon Kook (Drew) dan Brad (John Brotherton) murni sebagai tempelan tanpa konstribusi yang besar untuk membangun cerita. Lima pemeran anak tidak punya porsi yang besar, namun mampu menghadirkan chemistry persaudaraan.


Overall, The Conjuring adalah film yang memuaskan. The Conjuring mirip film horror pertama yang muncul di blog ini, The Awakening, tidak terburu-buru dalam membangun cerita, namun punya intensitas horror yang sangat efektif meskipun tidak begitu menakutkan. Hype yang ia miliki mungkin terkesan sedikit berlebihan, namun jika anda mencari sebuah sajian film horror yang masih mampu menakuti-nakuti anda meskipun dengan cara yang klasik, The Conjuring adalah pilihan yang tepat, karena semua elemen yang James Wan berikan mampu bersatu dan bekerja dengan baik, walaupun tidak punya after impact yang kuat. The Conjuring adalah film horror yang menyenangkan, selama 112 menit.








PS: Just a warning to people (especially girl), who can easily scared, please consider to not watching this movie, if you don't have confidence you can enjoy this one, because other spectators will be annoyed if you make a farce trying to distract your fear with checking your goddamn gadget, including TABLET, frequently. Of course you pay, and that's your rights. But please at least try to show a good moviegoers attitude, if you do not want people call you an idiot. :)

6 comments :

  1. Hahaha setuju sama PS-nya, pas nonton ini juga banyak yang ngeselin begitu

    ReplyDelete
  2. @Rasyidharry: Dan karena males cari masalah hanya bisa diam menahan kesal. :)

    ReplyDelete
  3. lebai juga hantunya menurutku, ga gitu gitu juga kali, menurutku justru yang menakutkan itu yang kadang tak tampak, tapi dia samar samar malu malu kucing lebih greget,

    ReplyDelete
  4. Ternyata, Conjuring Ngga seheboh yang dihebohkan.
    Ngga menyeramkan seperti yang dihebohkan.
    Ngga bayar pas nonton soalnya ditraktir :)))

    Tapi efek kejutnya boleh laaah..
    Apalagi pas tau nama salah satu hantunya itu "Rory".
    Sialan, kapan kau mati dibunuh, Ror?!
    :)))

    yaudah, jangan sedih, yuk deh aku temenin maen "Hide and Clap".
    Hahaha =)))

    ReplyDelete
  5. @kurnia_fr: Bagian “malu malu kucing” ada kok ditampilkan di The Conjuring, tapi memang gak dominan, karena James Wan sendiri ingin mengisi TC dengan variasi elemen horror, yang bagi beberapa orang justru lebih nikmat. Selera mungkin ya. :)

    ReplyDelete
  6. @Adhitya Teguh Nugraha: Iya, hype-nya ketinggian menurut aku, sampe masang ekpektasi awal diatas Sinister, eh nyatanya selevel ama The Cabin in the Woods aja ngak.

    Ntar, tak panggil Annabelle dulu, sekalian Billy. :)

    ReplyDelete