21 June 2013

Movie Review: Monsters University (2013)

 

"If you’re not scary, what kind of a monster are you?"

Dibalik rasa bahagia dengan kembali hadirnya dua karakter monster yang telah menjadi bagian masa kecil bersama Woody & Buzz cs, timbul pula sebuah pertanyaan dari keputusan Pixar untuk menghidupkan kembali kesuksesan yang pernah mereka raih 12 tahun lalu. Sudah tertidur begitu lama, satu dekade lebih, apa yang ingin mereka sampaikan lewat Monsters University, apalagi dengan label prequel yang dibawa? Apakah mereka sudah kehabisan ide, mencoba mengulang kesuksesan Toy Story 3, atau sebatas pembuktian rasa penasaran dari kegagalan Cars 2? Ya, sometimes, legend doesn't need to be touched again, just leave them sleep forever.

Mundur sangat jauh ketika Michael "Mike" Wazowski masih berada di awal kehidupannya, dan melakukan tur studi ke Monsters University. Sejak saat itu hanya satu impian yang ingin ia capai, masuk ke MU, dan masuk ke jurusan yang dapat menjadi jalan masuk untuk meraih impiannya menjadi monster yang paling ditakuti, scaring. Namun semua tidak mudah, karena ketika telah 17 tahun dan berhasil masuk ke MU, Mike (Billy Crystal) harus berhadapan dengan aturan yang sangat ketat dari Dean Hardscrabble (Helen Mirren), kepala sekolah Monsters University, hingga penerapan persaingan sistem berkelompok.  

Pada akhirnya Mike dengan berat hati bergabung dengan sebuah kelompok “buangan” yang menamai diri mereka Oozma Kappa, agar dapat ikut dalam sebuah kompetisi yang menjadi sarana satu-satunya untuk mewujudkan mimpinya, serta menjadi pembuktian kepada Hardscrabble. Sayangnya ia telah ditinggal roommate barunya, Randall "Randy" Boggs (Steve Buscemi) yang telah menemukan impiannya untuk menjadi sosok keren dan terkenal. Semua semakin berat karena disisi lain Mike harus menerima sosok yang sudah menjengkelkan dirinya sejak awal, James P. "Sulley" Sullivan (John Goodman), untuk menjadi anggota tim. Dengan penuh ketidak cocokan mereka bersatu untuk meraih mimpi mereka.


Pertanyaan tadi sebenarnya langsung memberikan penontonnya sebuah gambaran umum dari tujuan utama mereka menghadirkan kembali Wazowski dan Sullivan, salah satu kombinasi karakter animasi yang memikat dengan sebuah ciri khas yang begitu kuat. Ini seperti upaya dari Pixar untuk menarik kembali penonton yang telah menjadi fans dari film ini kedalam kisah awal dari para karakter, sebuah proses penjelasan dari perjuangan hidup Wazowski dan Sullivan, serta mencoba menghibur dengan cerita yang lebih sederhana dan tema yang mungkin sangat tepat, sebuah coming-of-age, yang membalut proses studi karakter.   

Apakah diawali dengan memuaskan? Ya. Daniel Gerson, Robert L. Baird, & Dan Scanlon mengambil keputusan yang cukup tepat untuk memulai petualangan Wazowski dan Sullivan, terlebih dengan menjadikan mereka berdua sebagai musuh yang jatuh dalam problema yang sama, dan terpaksa melepaskan rasa ego untuk berjuang bersama. Sebagai penonton anda akan merasakan bagaimana sebenarnya keintiman yang mereka miliki sejak masih muda, terlebih dengan karakter yang dikembangkan oleh Dan Scanlon dengan rapi dan kuat namun tetap ringan dan cukup menghibur dengan berbagai sarkasme, meskipun segmented dan mungkin terasa berat bagi penonton muda.

Hal yang sama terjadi di bagian visual, sebuah arena bermain dimana Pixar telah dilabeli sebagai inovator. Apa yang anda harapkan dari kombinasi Disney dan Pixar masih ada, penuh warna yang mewah dan memanjakan mata, dan yang terpenting berhasil menghadirkan penggambaran dari kehidupan kampus yang imajinatif, terlebih dengan bantuan score dari Randy Newman yang mengagumkan. Kondisi yang serius kala belajar, serta sifat bebas dan sedikit nakal ketika berada di luar jam belajar, dikemas dengan tepat dan efektif, tapi tidak pernah gagal dalam menyampaikan pesan positif yang mereka usung lewat sisi positif dan negatif yang karakter alami, ya meskipun (lagi) kinerja elemen ini akan terasa lebih cocok untuk para remaja ketimbang anak kecil.


Lantas apa yang kurang dari Monsters University? Semua dimulai ketika pondasi telah terbangun, bersumber dari keputusan yang para penulis ambil sejak awal. Penempatan dua karakter utama pada kondisi berlawanan dalam sebuah misi yang kuat berdampak pada timbulnya sebuah dinding pembatas yang sangat tinggi pada ruang cerita. Hasilnya, kisah yang mereka hadirkan justru terlihat mulai goyah dan bingung karena opsi yang mereka miliki untuk mengembangkan cerita yang begitu minim. Terdapat beberapa kehadiran scene yang sebenarnya tidak membutuhkan durasi yang besar, terasa kurang penting dan menarik dengan joke-joke yang mentah. Bahkan mereka tampak berupaya untuk memamerkan kualitas visual yang mereka punya dibagian itu. Yap, cerita yang predictable menjadi penyebabnya.

Namun bukankah cerita yang predictable merupakan hal lumrah dari sebuah film animasi? Memang benar, asalkan tidak memberikan dampak yang buruk pada enjoyment cerita, hal yang sayangnya dialami oleh Monsters University. Ini justru perlahan mulai tampak seperti sebuah kasus yang serius dengan upaya menyampaikan pesan dan sisi emosional karakter. Tidak tampak lagi para monster yang riang dan gembira, bermain serius dan gila dengan energi yang tinggi, apalagi ketika berbagai joke yang ia miliki mulai stuck dan boring. Benar, perlahan tapi pasti ini mulai membosankan, apalagi ketika ia berakhir tidak ada pesan kuat yang hadir, tujuan utama diawal seperti hilang begitu saja, dan 107 menit penuh visual menyenangkan ini terasa seperti perjalanan yang kurang begitu penting.

Yang mengejutkan hadir dari pengisi suara. Sudah satu dekade lebih, namun Billy Crystal dan John Goodman masih mampu menciptakan harmoni yang sangat kuat pada karakter Wazowski dan Sullivan. Chemistry yang ditampilkan apik, rasa suka dan duka tersampaikan dengan baik. Peter Sohn, Joel Murray, Sean Hayes, Dave Foley, dan Charlie Day tidak dominan namun mampu menjadikan karakter mereka sebagai sisi lemah, walaupun joke dari mereka mayoritas tidak berhasil. Namun ketika anda bertanya siapa yang mampu menjadikan anda mengenal suara dari karakternya yang baru walaupun dengan memejamkan mata, Helen Mirren adalah jawabannya.



Overall, Monsters University adalah film yang cukup memuaskan. Tampil memikat dibagian awal, MU harus menerima pil pahit yang menjadikannya terjebak dan tidak berkembang dalam konteks cerita. Tidak ada keceriaan dan joke yang bebas dan lepas ciri khas Wazowski cs, korban dari keputusan MU yang mencoba tampil sedikit lebih serius. Pamer sisi teknis sukses, visual mewah dan memukau. Namun jika berkombinasi dengan cerita, MU adalah sebuah paket nonsense yang menjadikannya sebagai disposable movie.



2 comments :

  1. Untuk orang yang udah nunggu 10tahun untuk film ini, rasanya film ini agak kurang greget...

    Lebih keren kalo Disney bikin sequel dari Monster Inc. daripada bikin prequel kayak gini...

    Tapi untuk penonton baru, khususnya anak kecil, film ini simple, lucu, penuh pesan moral.
    (efek nonton bareng adek sepupu)

    So, that 6.75 score was for an adult like us.
    For a child, Disney movies (should) always get 9.
    Hahahha :)))

    ReplyDelete
  2. @Adhitya Teguh Nugraha: tergantung ekspektasi awal emang, tapi MU agak jauh dari standard Pixar, terutama dari cara ia bercerita, boring.

    ReplyDelete