25 February 2017

Review: The Lego Batman Movie (2017)


"Iron Man sucks!"

Tiga tahun lalu ‘The Lego Movie’ berhasil memberi kejutan yang cukup besar bagi genre animation, sebuah kisah tentang “ordinaryguy yang merasa bahwa dirinya “special” itu tidak hanya berhasil menceritakan “everything is awesome” and everybody is special namun dengan cepat langsung membawa dunia Lego menjadi populer dan tampak menjanjikan di industri perfilman. Fictional universe langsung terbentuk dengan salah satunya tentu saja sekuel dari The Lego Movie itu sendiri, but first let’s meet ‘The Lego Batman Movie’ yang tidak hanya sukses “bercerita” seperti 'The Lego Movie' saja namun membawa tranformasi dan penyegaran terhadap DC Comics characters dalam bentuk sebuah blockbuster comedy. Everything is cool when you’re part of a team. Always be yourself, unless you can be Batman!

Memiliki gadgets, vehicles, tuxedo, dan tentu saja teman setianya Alfred (Ralph Fiennes), Bruce Wayne (Will Arnett) merupakan pria kaya raya yang sangat yakin bahwa ketika ia merupakan pelindung utama Gotham City, sebagai Batman. Menjadi pujaan dan idola banyak orang suatu ketika Mister Wayne dikejutkan oleh Barbara Gordon (Rosario Dawson), police commissioner baru yang menyatakan bahwa Batman harus bekerja sama dengan di Gotham City Police Department. Masalah bagi Batman tidak hanya itu, satu lagi datang dari anak muda bernama Dick Grayson (Michael Cera) sedangkan yang lebih besar dan berat datang dari the Joker (Zach Galifianakis) yang berhasil membawa banyak villain dari Phantom Zone untuk menciptakan kekacauan di Gotham City


Setelah mendapat kesempatan tampil di The Lego Movie dan sukses menjadi salah satu karakter paling memorable di antara begitu banyak karakter yang muncul di film tersebut kini Batman mendapat “kehormatan” untuk memiliki petualangannya sendiri di dunia Lego. Dapat dikatakan ‘The Lego Batman Movie’ terasa serupa namun tidak sama seperti ‘The Lego Movie’, dengan karakter utama yang berbeda dan tentu saja konflik yang berbeda namun fokus dan cara bermain yang film ini hadirkan masih berada di lingkup yang sama seperti pendahulunya itu. Chris McKay tampaknya paham pada apa yang membuat 'The Lego Movie' terasa impresif, terasa energic and frenetic tapi di sisi lain di balik segala hiruk-pikuk dalam gerak cepat itu ketika film berakhir penonton merasa seperti pulang dengan berbagai hal “hangat” yang berada di level for family movie.  


Itu hal yang paling impresif dari film ini, keberhasilan dari McKay mengulangi pencapaian yang pernah diraih oleh Phil Lord dan juga Christopher Miller. Ini terasa lebih dark tapi sama seperti pendahulunya itu ‘The Lego Batman Movie’ sukses membawa penontonnya bergembira bersama begitu banyak hal konyol yang tidak hanya berhasil menghadirkan tawa saja namun juga menyentuh hal-hal atau berbagai isu yang lebih sensitif dan thoughtful, but still dengan cara yang fun. Berbagai pop culture references seperti beterbangan di dalam cerita, kualitasnya terasa seimbang karena memiliki power untuk bekerja dengan baik pada adult audiences maupun kids. Hal tersebut tidak lepas dari script yang terasa “tajam”, tetap menciptakan banyak ruang bagi hal-hal meta untuk berpesta tapi tetap menjaga agar story development berjalan di jalur yang positif untuk mencapai target atau final yang ditetapkan. 


Contohnya adalah bagaimana script memberikan “treatment” terhadap karakter Batman. He’s a really cool guy di mata warga Gotham City namun ketimbang langsung mempertemukannya dengan the Joker bersama squad miliknya kita dibawa untuk melihat internal problems atau sisi rentan yang dimiliki oleh Batman. Tidak dengan cara yang rumit, dari ketika dia makan lobster sendirian penonton mengerti Batman merupakan pria yang merasa “sepi”. Ciptakan jalan yang memaksanya untuk bekerja sama serta hadirkan sidekicks bernama Robin, dari sana isu tentang trauma dan keluarga, ego, serta teamworks itu berhasil eksis dan tumbuh. Hasilnya cerita memiliki semacam jangkar emosi yang terasa mumpuni sehingga elemen drama memiliki power untuk berdiri sejajar dengan berbagai “kekacauan” menyenangkan yang merupakan kombinasi dari action dan comedy itu. 


Memang Batman hadir dengan membawa sisi vulnerable miliknya tapi itu menjadi pelengkap ketika ia “berpesta” dengan segala kemampuan super yang ia punya. Superhero mayhem tetap menjadi salah satu amunisi lain yang film ini punya untuk “memborbardir” penontonnya, sektor visual tidak meninggalkan kesan “awe” sebesar ‘The Lego Movie’ namun tetap terasa impresif, dari cara karakter ditampilkan hingga saat bermain dengan destruction of Gotham. Hal yang sama juga hadir dari elemen komedi yang terasa slick dan juga licik, melakukan banyak attempts beberapa memang terasa sedikit repetitive tapi tidak sedikit pula yang sukses menghasilkan punch yang memikat, seperti ketika menyentil ‘Suicide Squad’ dengan mengatakan bahwa “using criminals to fight criminals is a dumb idea” hingga menyentil competitor dengan menggunakan password dan Batcomputer (or Puter). Semua itu dibungkus oleh “nyawa” yang memikat dari suntikan suara para pengisi suara seperti dari Will Arnett, Ralph Fiennes, Zach Galifianakis, Michael Cera, Rosario Dawson, Jenny Slate, Mariah Carey, serta beberapa pelengkap seperti Jonah Hill sebagai Green Lantern dan juga Channing Tatum sebagai Superman. 


Featuring guest appaerances seperti King Kong, Lord Voldemort, dan juga Sauron, ‘The Lego Batman Movie’ merupakan sebuah kelanjutan yang baik dari proses membangun shared fictional universe di dunia Lego. Smart and funny, bermain dalam gerak cepat memang kuantitas “surprise” yang ia hasilkan tidak sebesar dan sekuat The Lego Movie namun dengan membawa konsep klasik “good guys” versus “bad guys” bertemu dengan berbagai elemen lain yang terasa overload dan dikemas secara hyperactive seperti parody, menggoda well-known figures, hingga isu yang lebih serius seperti sahabat dan keluarga, ‘The Lego Batman Movie’ berhasil menjadi superhero comedy film yang terasa sangat menghibur. Packed with silliness it’s a beautifully stupid plus energic and frenetic blockbuster comedy. 















Cowritten with rorypnm

0 komentar :

Post a Comment