Mengejar impian bukan
sesuatu yang sederhana karena impian tidak hanya sekedar sebuah target yang
ingin kita capai di masa depan, impian juga merupakan sebuah perjalanan dan
proses di mana kita secara tidak langsung "dipaksa" untuk belajar mana yang baik
dan mana yang buruk, mana yang bermanfaat bagi hidup kita dan layak untuk kita
simpan dan jaga. Film ini mencoba bercerita tentang hal tersebut dengan
menggabungkannya bersama musik, sebuah perayaan terhadap mimpi dan kegembiraan
kreatifitas anak muda dalam mengekspresikan seni dan imajinasi mereka. From tuner master John Carney (Once, Begin
Again), please welcome Sing Street, sebuah pesta dan surat cinta untuk
mimpi dan cita-cita. It's a rare treat.
Review: Our Little Sister [2015]
Our
Little Sister banyak mengingatkan saya pada Another Year, sebuah observasi dengan
nada lembut terhadap karakter dalam konsep menyaksikan kehidupan sehari-hari
yang sepintas tampak sepele namun menghasilkan berbagai isu tentang duka dan
suka kehidupan yang dikemas dengan begitu menawan. Seperti itulah film ini,
sebuah “petualangan” yang mungkin akan Studio
Ghibli hasilkan jika mereka membuat film live-action, seperti sebuah pagelaran lukisan yang berisikan
berbagai lukisan tentang hidup yang tidak sekedar memanjakan mata dan pikiran
kamu saja namun juga menyentuh dan mempermainkan hati serta emosi. Hirokazu Koreeda best movie since Still
Walking, Our Little Sister is an art from an artist, an exquisite drama.
Review: Green Room (2016)
Ketika muncul Blue Ruin berhasil meraih begitu banyak
pujian dan menjadikannya sebagai a must-watch thriller, sebuah pendekatan
minimalis terhadap isu balas dendam yang kokoh namun liar. Dua tahun kemudian
sang sutradara, Jeremy Saulnier,
mencoba untuk kembali mengulang kesuksesan tersebut, masih dengan konsep
minimalis yang kokoh dan juga liar namun kali ini menghadirkan hal tersebut
dalam pertempuran Punk vs Nazi berisikan interogasi terhadap subjek ditemani
dengan kekerasan ciri khas semangat film eksplotasi klasik. Mencengkeram sejak
awal hingga akhir, Green Room adalah
sebuah sajian thriller horror yang tidak “biasa”.
Review: The Meddler (2016)
Apakah kesepian dapat
menimbulkan rasa depresi yang mendalam? Jawabannya adalah ya, bisa. Ketika kamu
mengalami begitu banyak masalah dan mulai terjebak seolah merasa dirimu tidak
lagi berarti salah satu jalan terbaik untuk lepas dari situasi tersebut adalah
menemukan “udara segar” di dalam kehidupanmu, mencoba menemukan kebahagiaan
yang kemudian akan mengganti dan menghapus rasa sepi tadi. The Meddler menampilkan “proses” tadi, dikendalikan oleh sutradara Seeking a Friend for the End of the World
berhasil menjadi sebuah petualangan drama dan komedi yang santai namun tetap
berisi.
Review: A Hologram for the King (2016)
Menggoda penonton
dengan masalah yang harus dihadapi dan diselesaikan oleh karakter yang ia punya
merupakan hal yang mudah untuk dilakukan semua film. Yang sulit adalah dengan
stabil serta dalam komposisi yang tepat terus menggoda penonton sejak awal
hingga akhir. Kegembiraan yang diberikan sebuah film tidak hanya berasal dari
seberapa menarik dasar masalah yang ia punya di bagian cerita, tapi bagaimana
dasar masalah tadi berubah menjadi banyak hal menarik yang bersifat saling
melanjutkan bukan saling menggantikan. From
the director of Run Lola Run, Perfume: The Story of a Murderer, Cloud Atlas,
and Sense8, here comes A Hologram for the King, an engaging journey which feels
like a blank space.
Review: Batman v Superman: Dawn of Justice (2016)
"Tell me. Do you bleed?"
Warner
Bros. (akhirnya) memulai shared fictional universe DC Extended Universe di tahun 2013 lewat
film Superman dengan judul Man of Steel,
sedangkan kompetitor mereka, You-Know-Who, memulai “dunia” milik mereka di
tahun 2008 dan tahun ini akan merilis film yang ke-14. DC mencoba mengejar
dengan menjadikan film ini sebagai reboot
Batman, sekuel Superman,
perkenalan musuh besar, dan perkenalan superhero baru. Usaha yang ingin “cepat”
tadi memang menghasilkan presentasi yang terasa jam-packed namun di sisi lain Batman v Superman: Dawn of Justice
berhasil mencapai tujuan utama mereka: menjadi sebuah kata pengantar yang oke bagi DC Extended Universe. The greatest gladiator match in the history
of the world?
Review: Criminal (2016)
"They stuck your husband in my head."
Jika kesuksesan sebuah
film hanya ditentukan dari seberapa menarik dan kuat ide cerita maka Criminal akan berada di baris terdepan
dan bertarung menjadi yang terbaik. Sayangnya faktor yang menentukan kesuksesan
sebuah film ini tidak sesederhana itu, ide menarik harus mampu dieksekusi
dengan menarik, jika ia merupakan sebuah film action thriller maka harus mampu menggoda penonton dengan berbagai
pukulan yang energik serta menghasilkan sensasi yang "meledak" dan
tidak generik. Memiliki banyak pemeran berbakat film ini coba melakukan
eksekusi pada ide menarik yang ia miliki, Criminal, when Green Lantern marries Wonder Woman, seperti Face/Off bertemu Bourne dan berisikan lebih dari
satu “Nicolas Cage”.
Review: Colonia (2016)
“Once you join us you
must remain.”
Sepasang kekasih sedang
menikmati waktu bersama namun tiba-tiba terjebak dalam kekacauan politik,
bukankah itu sebuah dasar masalah yang menarik? Menggunakan setup kisah nyata
yang terjadi sewaktu Perang Dingin berlangsung Colonia secara frontal menunjukkan dirinya sebagai kombinasi
seimbang antara sebuah sajian thriller
dan di sisi lainnya merupakan penggambaran kisah asmara, sebuah film
eksploitatif yang caranya bermain mengingatkan penonton pada Argo hingga Munich. Lalu apakah kualitas Colonia
sama dengan dua film tersebut? Sayangnya tidak.
Review: Hardcore Henry (2016)
“This is war, baby!”
Jika Arnold Schwarzenegger, Chuck Norris, dan
Jean-Claude Van Damme suatu saat
ingin hangout bersama sambil barbecue party dan nonton film bareng maka Hardcore Henry adalah satu dari sekian
banyak film yang tepat untuk mereka saksikan. Memang bukan sebuah sajian action
yang membawa inovasi besar namun film action satu ini punya power yang besar
untuk dengan mudah membuat mereka tertawa hingga bertepuk tangan gembira
bersama. Hardcore Henry seperti junk food, tidak “sehat” namun enak. Crank meets Bourne and The Raid, Call Of
Duty with GoPro. (Warning: siapkan obat sakit kepala atau obat mual. Game
controller juga oke).
Review: The Jungle Book (2016)
"The jungle is no longer
safe for you."
The
Jungle Book merupakan kumpulan cerita yang timeless, cerita yang ketika kamu baca
kembali masih akan terasa menarik dan semakin tinggi jenjang usia ketika kamu
membacanya maka akan semakin luas pula kerangka acuan serta perspektif yang
akan kamu temukan dan rasakan, dari tradisi, ketekunan, kesetiaan, keberanian,
kehormatan, hingga integritas. From the
director who brought you Iron Man eight years ago film ini berhasil
melakukan reimagining The Jungle Book
kedalam presentasi yang tidak hanya hanya sekedar proporsional dalam konteks
cerita namun juga menjadi sebuah petualangan gelap dan terang yang thrilling serta eye candy.
Review: Demolition (2016)
Setiap orang punya cara
mereka masing-masing dalam menjalani masa berduka, ada yang benar-benar
tenggelam dalam rasa sakit, adapula yang mencoba bangkit dengan meyakinkan
dirinya bahwa kemalangan yang menimpanya adalah sebuah jalan agar dirinya dapat
menghargai hal-hal baik yang ia peroleh. Film ini bercerita tentang rasa
bersalah dan kesedihan melalui sebuah metafora yang mencoba untuk tidak “mudah”
dengan mencampur materi serius bersama sentuhan komedi. From the director of Dallas Buyers Club and Wild, here comes
Demolition, a confused comedy-drama.
Review: The Boss (2016)
"Buy my brownies or I'll kill you."
Segala sesuatu yang
berlebihan itu tidak selalu sehat. Ambil contoh sebuah pertandingan sepakbola
akan terasa monoton jika setiap 5 menit sekali terjadi gol, begitupula dengan
pertandingan basket yang hanya dipenuhi slam-dunk
sehingga pengalaman menonton akan terasa monoton dan melelahkan. Melissa McCarthy merupakan salah satu
komedian berbakat yang ahli dalam menghibur penonton dengan cara tampil
“berlebihan”, dan kini ia membawa The Boss untuk tampil “berlebihan”, seperti
kelanjutan dari Identity Thief dan Tammy yang kembali mengandalkan goofiness untuk mencoba menghibur
penontonnya.
Review: High-Rise [2016]
"The ones who are the real danger are the self-contained types like you."
Bumi kini dihuni oleh
7,4 milyar manusia, dan pada tahun 2020 diprediksi 60% dari populasi di bumi
akan menjadi warga urban. Masing-masing akan memperbaiki kualitas diri mereka,
masing-masing akan menaikkan ambisi mereka, dan mungkin kekhawatiran peradaban
manusia akan jatuh dan “kerusakan” dengan cepat menyebar seperti wabah akan
segera terjadi. Potensi dari prediksi tadi coba ditampilkan oleh High-Rise ke dalam gedung setinggi 40
lantai, strata sosial menjadi medan perang yang dikemas dengan rasa Stanley Kubrick. The Towering Inferno meets Snowpiercer.
Funny and clever.
Review: A Bigger Splash [2015]
"We're all obscene. Everyone's obscene. That's the whole point."
Konsep koleksi,
seleksi, dan resepsi dalam hubungan asmara mungkin memang sulit untuk diterima
oleh banyak orang tapi sesungguhnya itu merupakan sesuatu yang baik. Ya, selalu
akan ada rumput tetangga yang lebih “hijau” dari rumput milikmu, dan tugas kamu
adalah tetap teguh untuk yakin bahwa rumput yang kamu punya adalah yang terbaik
untukmu. Dasar dari sistem rumput yang lebih hijau tadi digunakan oleh A Bigger Splash, di bawah kendali
sutradara I Am Love (io sono l'amore)
menggambarkan persaingan cinta yang dingin dan hangat, lucu dan sensual. Lord Voldemort tampil rock 'n' roll di sini.
Review: The Invitation (2016)
Sebuah thriller yang mengandalkan misteri dapat
dikatakan sukses jika ia tidak hanya sekedar mampu mengikat atensi penonton
saja namun juga merangsang penonton untuk ikut mencari tahu apa yang sebenarnya
terjadi. The Invitation sederhana,
berisikan karakter yang saling berhadapan satu sama lain dan mulai menyampaikan
masalah dan emosi, namun dengan menggunakan rasa Rosemary Baby sukses menjadi kombinasi thiller, misteri, dan horror
yang terasa manis, sebuah latar belakang misterius yang kemudian mengundang,
menantang, dan merangsang penonton untuk menyelidiki pertanyaan utama yang ia
berikan: “apa yang sebenarnya terjadi?” Something doesn't feel safe here.
Review: Born to Be Blue (2016)
“I want my life back.”
Bercerita tentang tokoh
yang punya karir musik gemilang namun memiliki masa kelam bersama obat-obat
terlarang bukan sebuah pekerjaan yang mudah, potensi terburuknya tidak hanya
sekedar berakhir klise saja namun juga monoton bahkan terasa ofensif terhadap
tokoh nyata. Born to Be Blue tidak
berakhir seperti itu, ini berhasil menjadi sebuah kisah tentang kehidupan
musisi yang menyedihkan namun berusaha menggunakan sisi kelam tadi untuk
menjadi sebuah inspirasi yang terasa segar. Oh, jika Oscars tahun depan ingin
“merayakan” kualitas akting di kategori pemeran pria, maka mereka harus
mempertimbangkan Ethan Hawke di film ini.
Review: The Huntsman: Winter's War [2016]
“Are you ready huntsman?”
Di jaman yang sudah
serba canggih sekarang ini penggunaan visual efek dalam sebuah film sudah
menjadi sesuatu yang “normal”, namun dengan begitu mudahnya menemukan film yang
menggunakan CGI begitu mudah juga menemukan mereka yang berlindung di balik CGI
agar dapat selamat dari berbagai minus besar di bagian inti sebuah film, dari
pengarahan, akting, hingga alur cerita yang tidak menarik. Begitulah The Huntsman: Winter's War, bersembunyi
di balik tampilan visual karena ketidakmampuannya dalam bercerita dengan baik
dan menarik, sebuah perang dingin yang sayangnya tidak disajikan dengan
kehangatan yang menarik. A messy
"Frozen (?)".
Review: I Saw the Light (2016)
"Boy, I'm a professional at making a mess of things."
Dianggap sebagai salah
satu penyanyi dan penulis lagu Amerika yang paling berpengaruh di abad ke-20 Hank Williams tentu meninggalkan sebuah
cerita menarik meskipun ia meninggal dunia di usia yang terhitung muda, 29
tahun. Fakta tersebut sesungguhnya merupakan sebuah keuntungan bagi film ini
karena dengan begitu ia memiliki materi atau sesuatu yang “menarik” untuk
diceritakan. Namun pria yang berada dibalik eksistensi The Last Exorcism, Dawn of the Dead, Children of Men, dan RoboCop ternyata memiliki visi yang
sedikit berbeda untuk mengolah materi tadi, sehingga alih-alih menjadi sebuah
biopic tentang musik I Saw the Light
menjadi biografi yang terlalu terobsesi pada hal yang berbeda.
Review: My Big Fat Greek Wedding 2 (2016)
Dengan budget $5 juta
pada tahun 2002 My Big Fat Greek Wedding
berhasil meraih pencapaian box office sebesar $368.7 juta yang kemudian
membuatnya dinobatkan sebagai the
highest-grossing romantic comedy of all time. Ya, menghasilkan uang 73 kali
lipat dari budget tentu bukan sesuatu yang sembarangan sehingga munculnya sekuel
menjadi hal yang wajar. Tapi yang jadi pertanyaan adalah setelah tertidur
selama 14 tahun apakah usaha My Big Fat
Greek Wedding 2 untuk mencoba membawa kembali Toula dan keluarganya
bermain-main di “arena” yang identik itu mampu menghasilkan rasa segar di level
yang sama seperti yang pernah dilakukan oleh pendahulunya?
Review: Eddie the Eagle [2016]
"Eddie, you are not an athlete!"
Tidak ada yang mustahil
untuk kamu capai jika kamu terus berjuang dan berusaha untuk meraihnya! Ketika
kamu jatuh percayalah bahwa kamu bisa bangkit dan menang. Tampak seperti banyak
quote yang sudah sangat sering kita temukan bukan? Hal tersebut adalah dasar
film ini, Eddie the Eagle, yang
ternyata memilih untuk menjadi penggambaran dari sebuah proses terhadap
perjuangan seorang pria muda dengan kekurangan dan rintangan yang harus ia
taklukkan untuk dapat meraih mimpinya, tampil di Olimpiade. Seperti sayur
kurang garam.