Review: Everybody Wants Some!! (2016)


"Welcome to college!"

High school sering mendapat label sebagai jenjang pendidikan yang paling indah, masa di mana kamu semakin dekat dengan status “dewasa” dan mulai mencoba menemukan siapa diri kamu sebenarnya, siswa dengan buku matematika di tangan kanan dan buku komik di tangan kiri, pria senang menggoda wanita, wanita malu tapi bahagia digoda oleh pria. Richard Linklater menggunakan transisi dari high school menuju kuliah untuk kembali menyajikan sebuah proses menemukan jati diri, tidak dalam 12 tahun perjalanan hidup karakter namun hanya dalam hitungan jam untuk menampilkan sebuah komedi tentang manusia dengan cara berpesta. Ini seperti American Pie dengan hati yang mencuri dan mengikat atensi. Get ready for the best weekend ever!!

Review: Neerja (2016)


Berbicara tentang film biografi banyak di antara mereka yang sukses atau sekedar mampu menceritakan kembali kehidupan atau peristiwa yang dialami oleh seseorang dengan baik, namun sesungguhnya tugas film biografi bukan hanya itu. Harus atau wajib meninggalkan makna yang menarik dari peristiwa yang dialami oleh tokoh yang ia gambarkan merupakan tugas lain dari film biografi, bagaimana dengan cara yang se-realistis mungkin membuat penonton mengerti pada sebab dan akibat dari peristiwa yang tokoh tersebut alami namun juga merasakan arti dari perjuangan yang ia jalani atau lakukan. Neerja berhasil melakukan itu, sebuah biografi yang berhasil mencampur drama dan thriller menjadi sajian yang dingin dan hangat.

Review: Eye In the Sky (2016)


"Dozens of lives are at stake if these men leave."

Apakah tidak lama lagi peran manusia akan mulai digantikan oleh robot-robot serta teknologi canggih? Ya, perdebatan terkait masalah tersebut memang sangat menarik, perkembangan teknologi yang begitu pesat mungkin akan memudahkan hal tersebut untuk tercapai yang secara logika memang akan semakin “membantu” manusia, namun apakah robot dan drone itu mampu menggantikan peran manusia seutuhnya, menjadi makhluk yang punya hati bukan sekedar berpikir dan bertindak sesuai program yang ditanamkan kepadanya? Hal tersebut digunakan sebagai dasar utama oleh Eye in the Sky, sebuah drama thriller yang tidak hanya tajam ketika menyajikan thrill namun juga ketika menggambarkan dilema moral tentang menjadi manusia.

Review: The Confirmation (2016)


"Get away from my boy!"

Jika seorang pria masih menganggap dirinya sebagai seorang ayah ia akan mencoba sekuat mungkin untuk menjadi sosok bahkan idola yang baik di mata anaknya, tidak peduli seberapa kelam bahkan buruknya masa lalu serta kondisi yang ia alami saat ini, dan tentu saja juga mencoba untuk menjadi sosok yang lebih baik lagi bagi sang anak. Mencampur upaya untuk berubah dengan usaha seorang anak untuk mengenal dunia, seorang ayah dan seorang anak saling membantu untuk belajar, The Confirmation bercerita tentang keluarga dalam bentuk sebuah comedy-drama yang manis.

Review: Midnight Special (2016)


"Dad. It's okay. "

Seorang anak telah diculik, segera temukan karena dia merupakan anak yang sangat berbahaya! Di tangan sutradara dengan visi seadanya premis menjanjikan tadi punya potensi menjadi sebuah petualangan sci-fi dengan rasa E.T. yang standar, namun di tangan sutradara Take Shelter serta Mud ide tadi tumbuh ke berbagai arah dengan fokus utama yang kuat, sebuah presentasi penuh misteri menggoda yang menangkap atensi sejak awal hingga akhir Midnight Special perlahan mengungkap sebuah konflik klasik dengan cara yang hangat dan kuat, provokasi lembut dengan pertanyaan sederhana tentang seberapa jauh kamu akan berjuang untuk orang yang kamu kasihi, sayangi, dan cintai.

Review: The Divergent Series: Allegiant [2016]



"Everyone we know will die."

Ketika muncul dua tahun lalu film Divergent mengusung misi untuk memanfaatkan “panas” dari adaptasi novel young adult ke layar lebar, namun alih-alih berdiri tegak dan bersanding bersama The Hunger Games kala itu yang dialami oleh Divergent justru menyedihkan. Dengan keunikan cerita yang ia miliki Divergent menjadi start yang terlalu lembut, Insurgent meneruskannya dengan eksekusi yang canggung miskin urgensi dan energi, dan film pertama dari dua babak adaptasi buku terakhir, The Divergent Series: Allegiant, seperti sebuah bendera putih tanda menyerah. Seperti sebuah ucapan Four kepada Tris, “We need to leave, RIGHT NOW!” 

Review: Remember (2015)


"You must find him. You must kill him."

Apakah sakit hati perlu dibalaskan? Ada yang mengatakan bahwa balas dendam terbaik adalah menunjukkan pada orang yang telah menyakitimu bahwa perbuatannya tidak meninggalkan luka yang bersifat merusak. Tapi tidak semua orang punya konsep yang “dewasa” dan “lembut” seperti itu, ada yang merasa bahwa luka harus dibalas dengan luka, darah harus dibalas dengan darah. Remember mencoba menggunakan pertanyaan tadi untuk menyajikan sebuah “drama” yang tidak biasa, meminjam elemen thriller kontemporer, meminjam unsur Memento, diisi dengan isu Holocaust untuk menjadi sebuah aksi mengamati manusia yang intens dan lembut secara bersamaan.

Review: 10 Cloverfield Lane (2016)


"Crazy is building your ark after the flood has already come."

Rilis di bulan januari tahun 2008, Cloverfield justru berhasil meraih uang hampir tujuh kali lipat dari budget yang ia miliki dengan menggunakan kepanikan penuh kegelisahan di New York mengusung konsep bahwa monster bisa ditemukan di banyak tempat. Enam tahun kemudian J.J. Abrams mencoba untuk menghadirkan kembali Cloverfield namun dalam tampilan serupa tapi tak sama, dengan anggaran yang lebih rendah, dengan jumlah pemain yang lebih kecil, dengan ruang bermain yang jauh lebih sempit. 10 Cloverfield Lane mencoba mengulangi kemampuan pendahulunya tadi untuk memberikan penonton kegelisahan penuh misteri dan paranoia namun kali ini dengan konsep yang berbeda, bahwa monster bisa datang dalam banyak wujud.

Movie Review: The Mermaid (2016)


"Being invincible is lonely, so lonely. Being invincible is empty, so empty."

Dirilis di China pada tanggal 8 februari 2016, sepuluh lebih satu hari karya terbaru dari Stephen Chow (Shaolin Soccer, Kung Fu Hustle, CJ7) ini sudah berhasil meraih predikat sebagai the highest-grossing Chinese film of all time. Ya, all time, bukan hanya di tahun 2016, hanya dalam kurun waktu 11 hari. Apa faktor yang menyebabkan kesuksesan tersebut berhasil The Mermaid raih? Karena Stephen Chow? Journey to the West: Conquering the Demons saja tidak berada di level yang sama. Penyebabnya adalah karena The Mermaid berhasil menampikan kekonyolan dengan eksekusi yang serius, dan membawa elemen serius mencapai target utamanya dengan cara bersenang-senang bersama banyak hal konyol, mo lei tau dengan eksekusi yang terkendali. The Mermaid: nasty, messy, goofy, crazy, but tasty comedy.

Review: Whiskey Tango Foxtrot (2016)


"I wanted out of my mildly depressive boyfriend, I wanted to blow everything up."

Begitu banyak hal menarik yang dapat “dimanfaatkan” dari proses mencari, meliput, serta memproduksi berita yang dilakukan oleh wartawan, bukan hanya dari proses bagaimana berita itu diperoleh, dibentuk, hingga disajikan kepada penonton namun terdapa sisi kecil lain yang tidak kalah menarik. Contohnya seperti bagaimana mereka membangun pendekatan dengan sumber informasi, menjaga hubungan dengan orang-orang “penting” di sekitar, hingga bagaimana usaha mereka bertahan hidup untuk dapat kembali pulang ke kasur kesayangan mereka di rumah. Whiskey Tango Foxtrot (mari singkat saja menjadi WTF) mencoba membawa penonton merasakan pengalaman jurnalistik tersebut dalam perpaduan drama dan komedi, seperti sebuah soft drinks yang oke.

Review: The Brothers Grimsby [2016]


"One secret agent, one complete idiot."

Dari menjadi Ali G seorang pemimpin wannabe gangsters, lalu menjadi reporter asal Kazakhstan di Borat (yang memberinya nominasi screenplay Oscars), lalu menjadi seorang fashion reporter di Bruno, hingga mengambil inspirasi dari beberapa pemimpin diktator dan kemudian menjadi penguasa negeri ciptaannya sendiri Republic of Wadiya di The Dictator, Sacha Baron Cohen seperti belum lelah untuk kembali menyapa penonton dalam tampilan yang “unik” tentu saja dengan rasa komik yang kental. The Brothers Grimsby kembali mencoba membawa Sacha Baron Cohen lengkap dengan formula andalannya, namun apakah itu berhasil bekerja dengan baik karena konsep The Brothers Grimsby ternyata sedikit berbeda dari film-film Sacha Baron Cohen tadi.

Review: Knight of Cups (2016)


"Dreams are nice, but you can't live in them."

Sejauh ini telah menyutradarai delapan buah film dalam 46 tahun karirnya di industri film, Terrence Malick secara mengejutkan menghadirkan tiga di antaranya dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Apakah Terrence Malick sedang memiliki banyak ide? Sepertinya begitu dengan dua film lain dijadwalkan rilis tahun ini. Di film terbarunya ini Terrence Malick kembali memberikan apa yang penonton inginkan dari “film Terrence Malick”, namun sebagai penonton yang masih belum lulus dari Malick's School for Gifted Youngsters selalu ada perasaan waspada terhadap karya Terrence Malick karena, well, it's gonna be forever, or it's gonna go down in flames. So, bagaimana dengan Knight of Cups? Keindahan yang hampa, atau kehampaan yang indah.

Review: The Other Side of the Door (2016)


"Look mummy Oliver came back"

Salah satu “formula” paling standar dari cerita sebuah film horror adalah karakter diberikan sebuah aturan di mana jika ia melanggar maka akan timbul masalah bahkan bencana yang besar dan berbahaya, tapi dasar karakter tersebut memang nakal serta didorong rasa ingin tahu bahkan tekanan yang begitu besar maka ia melanggar aturan tersebut. Boom, muncul bencana. Diperingatkan untuk tidak masuk ke hutan “berbahaya” malah nekat dan masuk ke dalam hutan, diminta untuk mengikuti aturan ketika merawat sebuah boneka malah menganggap remeh dan mengabaikan aturan. The Other Side of the Door seperti itu pula, jangan buka pintu terlarang tapi dasar nakal malah dibuka, dan hadirlah sebuah supernatural horror yang (cukup) oke.

Review: Rams [2015]


Jika kamu mendengar kalimat berikut mungkin akan terkesan sedikit aneh, unik, bahkan beberapa akan menilainya konyol, tapi nyata adanya bahwa selalu ada hal positif dibalik setiap masalah yang semua orang hadapi. Bagaimana caranya terdapat hal positif dari masalah yang pada dasarnya merupakan hal negatif? Rams (Hrútar) yang menjadi wakil negara Islandia di kategori Best Foreign Language Film pada 88th Academy Awards yang lalu ini mencoba menampilkan kondisi tersebut, ada hal positif dibalik setiap masalah, menggunakan dua pria tua dengan masalah berumur empat abad ditemani domba-domba kesayangan mereka.

Review: London Has Fallen (2016)


"Your president dies tonight."

Berhasil meraih pendapatan $161 juta dengan menggunakan budget sebesar $70 juta tentu saja bukan sebuah pencapaian yang buruk bagi Olympus Has Fallen terlebih untuk ukuran sebuah action thriller dengan formula generik. Namun menariknya para produser seperti punya pandangan berbeda terhadap sekuel dengan hanya memberikan modal $60 juta. Mencoba mengulang kembali kesuksesan finansial dengan modal kecil atau justru rasa percaya diri akan peluang meraih sukses yang kini telah kecil? Tidak hanya punya power kuat untuk membuat kamu bertanya “hanya itu?” ketika telah selesai, London Has Fallen juga memiliki peluang kuat untuk menjadi film terbaik tahun ini versi Donald Trump.  

Fresh Fifteen: February













15.    Sia ft. Sean Paul - Cheap Thrills

Sebuah perpaduan electropop dan reggae yang tidak mencoba untuk menusuk, memilih bermain stabil namun berhasil menampilkan sebuah alur yang konsisten menebar rasa “party” yang menggoda untuk bergoyang. 


Review: Gods of Egypt (2016)


"Egypt has always been a paradise. But now, there is chaos."

Pada sebuah dunia alternatif di negara Mesir para dewa hidup di antara para manusia, mereka lebih besar, darah mereka emas, dan mereka punya kemampuan untuk berubah bentuk menjadi binatang. Wow, sebuah ide cerita yang luar biasa, sebuah upaya penuh percaya diri mengeksplorasi mitologi kuno dalam bentuk yang tidak kuno. Tapi tahukah kamu walaupun sifatnya sangat penting rasa percaya diri tidak menjamin sebuah film pasti akan sukses, bisa saja rasa percaya diri itu jika tidak digunakan dengan tepat justru berbalik arah seperti boomerang. Boom, itu dialami oleh Gods of Egypt, cringe comedy PlayStation game.